tiga puluh tujuh : penyelesaian

148 25 18
                                    

Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu pun satya jalani dengan penuh tanda tanya. Mengapa ia harus mengatakan hal tidak berguna pada malam itu, mengapa ia berubah menjadi egois demi seseorang, mengapa ia harus mengorbankan lebih banyak hati lagi, padahal hatinya saja ia rasa sudah cukup.

"Sat, udah lama?" seseorang menepuk pundak satya dan menyadarkannya dari lamunan.

Satya bukan hanya bersalah pada lyra, namun ia juga bersalah pada orang yang ia temui saat ini. Ia masih setia tersenyum padanya sampai detik ini, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tiga minggu berlalu, bagaikan tahun bagi satya.

"Belum lama bang. Oh iya lo mau pesen apa?" Satya mengalihkan pandangannya pada mbuku menu. Memilih sesuatu yang dapat ia santap sebelum ia siap mengatakan apa yang harus ia katakan.

Iyan mengedarkan netranya untuk memilih makanan, sebelum sebuah menu menyita atensinya, maka tanpa sempah ia cegah seseorang terbesit dalam pikirannya.

"Malem-malem ngapain sih sibuk di dapur? Malem tuh waktunya tidur tau gak? Kalo ganggu yang lain gimana?" Iyan berujar pada seseorang yang tengah memasak pasta di dapur.

"Kamar kamu tuh di atas, mau aku ribut kayak gimana juga kamu gak bakalan denger, sibuk aja komentarin aku." jawabnya tak kalah ketus. Iyan mengulas senyumnya saat membuka kulkas, rasa kantuk luar biasa yang menyerangnya tadi seketika menghilang. Ia menjadi ingin lebih lama menghabiskan waktunya di dapur daripada menyelesaikan tugasnya.

"Bisa aja ganggu bang jo, gini-gini juga gue adik yang baik."

"Hmm gitu ya, tapi aku gak nanya dan gak mau tau tuh." Lyra menjulurkan lidahnya pada iyan. Sedangkan iyan yang semula tersenyum penuh kemenangan menatp lyra tajam.

"Gue juga laper, mau."

Lyra mengabaikan iyan.

"Lyra."

"Lyra..Lyra..Lyra..Lyra..Ly-" lyra membungkam mulut iyan dengan tangannya.

"Berisik, ini aku juga bikinin tanpa kamu minta." Jarak mereka terlampau dekat sampai iyan bisa mencium aroma manis parfum yang lyra gunakan.

"I-iya. Sana-sana cepet gue laper." iyan mendorong tubuh lyra untuk menjauh darinya, bahaya kalau sampai detak jantungnya terdengar oleh lyra.

Kalau iyan pikir-pikir, ternyata banyak juga situasi yang membuatnya bisa berdua dengan lyra bahkan tanpa harus ia rencanakan. Namun sayang, sesering apapun sebuah pertemuan, tak menjamin bahwa mereka akan bersama pada akhirnya. Ah benar, iyan sudah lama keluar dari kosan. Semula ia hanya pulang ke rumah, namun semakin lama ia perlahan memindahkan seluruh barang-barangnya ke rumah.

Jika ada yang bertanya mengenai alasannya keluar dari kosan, ia akan berbohong dengan mengatakan bahwa ia lebih nyaman mengerjakan tugasnya di rumah. Alasan yang tak masuk akal bukan. Ia bahkan harus membuat kesepakatan dengan jo dan hisyam agar tidak mengatakan alasan sebenarnya ia keluar. Hingga awalnya iyan sempat kesulitan mengetahui keadaan lyra saat ia ingin mengetahuinya.

Sampai jo mengatakan, "Lo laki bukan sih? Nyali lo gak ada sama sekali, urusan gue bukan cuma ngawasin cewe yang lo suka. Jadi kalo lo mau tau kabarnya, lo tanya aja sendiri."

Sejak saat itu iyan menahan dirinya, ia hanya akan bertanya dalam dua sampai tiga hari sekali, itupun pada hisyam. Ia merasa segan pada Jo setelah itu. Sampai hampir satu bulan berlalu, iyan hampir jarang menanyakannya lagi, dan menu yang menampilkan sebuah gambar pasta membuat iyan kembali teringat padanya.

Bagaimana kabarnya? Apa hubungannya dengan satya sudah membaik? Apa ia tak masalah dengan iyan yang menjauhinya? Atau justru hal itu membuatnya lebih baik? Pertanyaan seperti itu sering sekali iyan pikirkan. Ia pikirkan sampai ia lupa, lalu ia pikirkan lagi kemudian lupakan lagi.

Kim's Boarding House || ft Rosé X NCT 2020✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang