dua puluh delapan : out of control

352 68 44
                                    

Dari sekian banyak manusia yang tengah menetap di rumahnya, kenapa harus dua orang di hadapannya ini yang menemani kegiatannya di dapur. Kenapa tidak juna saja, atau wildan atau siapapun asal bukan mereka berdua. Bahkan lyra hampir saja memotong tanggannya karena fokusnya seringkali buyar.

"teh, ini dicuci dulu gak?" Tanya satya mengasongkan satu ikat bayam yang baru saja ia beli.

"iya boleh, dicuci aja dulu, ya"

"ini mau dikupas apa gimana?" kini iyan yang mengajukkan pertanyaan serupa dengan satya.

"eh, itu udah ada yang dikupas. Nanti kebanyakan, yan."

"terus gue ngapain?"

"balik kamar aja bang, biar gue aja yang bantuin teh lyra."

"gue gak nanya lo."

"mending kalian aja yng balik ke kamar gih, lagian ini masih pagi banget. Kalo sarapannya udah jadi nanti aku panggil."

"eh ini satu iket lagi aja teh, takutnya nanti malah kurang." Satya mengabaikan ucapan lyra barusan.

"sini biar gue lanjut ptong bawangnya." Iyan sedikit mendorong lyra dari tempatnya saat ini.

Tubuh lyra bergerak tanpa protes. Kini ia focus memperhatikan iyan yang sibuk menyeka matanya yang mulai berair karena bawang-bawang yang sedang ia geluti.

"kenapa ketawa?"

"perih ya? Makanya sini biar aku aja. Lagian kenapa sih tiba-tiba bantuin di dapur gini, biasanya juga enggak."

"dibantuin bukannya berterimakasih malah heran." Ketus iyan, matanya sedang perih namun lyra mengajaknya berbicara membuat rasa kesalnya meningkat secara drastis.

Lagi-lagi di ujung sisi sana harus kembali mengelus dadanya. Ia telah menyelesaikan pekerjaannya sedari tadi. Memandang kea rah lyra yang tengah memandang iyan. Benar-benar sebuah cerita cinta segitiga, yang tragisnya harus ia yang menjadi pihak mengalah di dalam cerita ini.

Sehingga tanpa perlu menunggu waktu yang lebih panjang hanya untuk sekedar menggores luka di hati, ia memutuskan untuk pergi.

"sayurnya udah selesai dicuci belu- loh, satya kemana?" lyra merengut, saat ia berbalik, satya sudah menghilang di balik tangga menuju lantai atas.

Begitu pula dengan iyan, ia menyadari bahwa satya sudah tak di tempatnya karena lyra. Ada kesenangan namun tak kalah oleh rasa bersalahnya. Niat awal iyan turun sebenarnya untuk mencuci motor kesayangannya. Namun berubah saat melihat satya datang bersama lyra dari arah luar dengan membawa dua kantong bahan makanan.

"haiyan"

"ha?"

"ngapain ngelamun? Cepet selesain, mau aku tumis bawangnya."

"oh, iya bentar. Tapi-" iyan menjeda ucapannya.

"coba lo panggil gue lagi."

"iyan." Lyra menuruti permintaan iyan tanpa kecurigaan.

"bukan yang itu- yang lengkap."

"ha- loh kenapa tiba-tiba? Yan, fetish kamu dipanggil pake nama panjang ya?" Tanya lyra polos.

Tuk.

"aw," lyra mengelus kepalanya yang baru saja di ketuk oleh jari-jari besar milik iyan.

"kalo ngomong jangan sembarangan makanya."

"ya maaf, kan sekarang lagi rame tuh fetish orang-orang yang aneh, misalnya kayak muka di tutup serbet lah, apalah."

"makanya lo kalo pake social media yang bijak, jangan sampe secara gak sadar malah terjerumus triknya manusia-manusia aneh jaman sekarang."

"siiap, haiyan. Tuh udah ya, aku panggil haiyan. Nih sekali lagi. Haiyan."

Iyan berjalan kearah berlawanan dengan lyra menuju wastafel. Ia mencoba mengendalikan degup jantungnya yang tiba-tiba manjadi cepat hanya karena lyra memanggil nama panjangnya.

Lo udah gila, yan. Udah gila. Gumamnya.



━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Saat satya bermaksud untuk kembali ke dalam kamarnya, ia berpapasan dengan catur dan jaiz yang tengah berargumen tentang siapa yang akan menjadi pasangan dari kakak pemilik kosannya itu. Maka tanpa perlu sebuah isyarat, mereka berhenti berbicara. Keduanya memandang canggung ke arah satya sembari menggaruk tengkuk mereka.

"Ngomongin gue ya, lo berdua?" Tanya satya santai.

"Enggak."

Namun jawaban keduanya yang terlampau tegas, cepat dan bersamaan membuat kecurigaan yang semula hanya dugaannya saja menjadi lebih kuat.

"Padahal kalo-"

"Sorry sat- gue bukannya gak mau dengerin lo ngomong atau sombong atau gimana pun terserah lo mau anggap gue apa, tapi gue udah telat. Lanjut nanti ajao kee,  kalo gitu gue pergi." Dengan cepat catur melangkah menuruni tangga sempit nan terjal kosannya. Sampai-sampai sebuah suara membuat lengkungan di bibir satya tampak terangkat.

"Caturrr, jangan lari-lari. Kamu kalo jatoh yang repot nanti akuuu."

Begitu katanya. Sangat sederhana bahkan terlampau biasa untuk sebuah senyuman yang mampu ia ciptakan pada satya.

Tentu  saja hal itu tak lepas dari penglihatan jaiz yang ikut tersenyum melihat kakak satu kosannya tersenyum hanya karena medengar suara seseorang yang ia sukai. Jaiz penasaran, bagaimana hal sepele seperti itu bisa terjadi hanya karena sebuah rasa.

"Bang," ujar jaiz, tak lama satya menoleh padanya.

"Semangat ya. Gue cuma bisa bantu doa yang terbaik aja, selebihnya sih itu usaha lo sama kehendak tuhan. Gue cabut ya, bang" Jaiz tersenyum dan menepuk pundak satya seraya meninggalkan dirinya yang masih termenung.

"Bahkan jaiz aja bisa tau gue suka sama teh lyra, kenapa teh lyra enggak ya?" Tanya satya dalam hati.

Bagi satya rasa sukanya sudah terlampau jauh mengendalikannya tanpa sadar. Ia bahkan sering menemukan dirinya berada dalam lamunan berjam-jam hanya untuk memikirkan lyra, memikirkan apa lagi yang harus ia lakukan untuk mendekati lyra, memikirkan bagaimana lagi ia harus bersikap agar lyra merasa nyaman saat berada di sekitarnya, memikirkan segala hal yang brrhubungan dengan lyra. Dan saat-saat terakhir, ia akan memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya saat nantinya lyra memutuskan untuk memilih. Memilih seseorang, namun bukan dirinya yang penjadi pilihan.

Dan kali inipun satya hampir melakukan hal yang sama sebelum menyadari bahwa dirinya masih berada di tempat yang sama, di seperempat bagian tangga kosan menuju kamarnya. Maka sebelum lyra atau iyan menemukan dirinya, ia meneruskan langkahnya bersama sedikit semangat yang jaiz sampaikan untuk dirinya.

"Teh lyra, teh lyra" gumam satya dilengkapi senyuman yang masih bertengger di wajahnya.





━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Hi? Good night.
How r u, guys?

I'm back😁

Heh ini masih canggung banget buat ngetik karena udah sekian lama gak ngetik sedikit pun di sini😢 maaf kalo ada perbedaan cara nulis aku yaa😁

Coba angkat tangannya buat yang masih tunggu cerita ini ayoo🖐🏻🖐🏻

Gak ada ya? Yaudah gak apa-apa, yang penting aku udah balik sebentarr buat up bagian yang udah aku ketik dari januari hehe.

Selamat membaca yaa❤

See you next part!!!!

Selasa, 26 April 2022
(Fyi, cerita ini udah lebih dari setahun, yeay selamat satu tahun🥳)

©Isnaa_nisaa

Kim's Boarding House || ft Rosé X NCT 2020✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang