tiga puluh empat : menetapkan hati

166 31 50
                                    

Lyra mengarahkan pandangannya ke seluruh tempat yang ia lewati, tak terkecuali taman belakang rumah sakit. Saat ia sedang mencari, ia menemukannya. Menemukan laki-laki yang belum juga mengobati luka pada tangannya tengah bersandar pada sebuah pohon besar.

Iyan memejamkan matanya, memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk untuk hatinya. Ia dapat menangkap sosok kedatang seseorang dari arah samping.

"gak cukup satu kali ya aku nyuruh kamu buat obtain luka kamu?"

"kamu keras kepala atau pura-pura gak denger pas aku suruh kamu obatin luka kamu?"

Lyra bertanya tanpa berniat mendekati iyan, ia mengkhawatirkan iyan namun ia menjaga jaraknya dari iyan. Mengutamakan iyan namun enggan mengakui perasaan.

"Gue keliatan kayak orang yang gampang dimainin ya?" iyan bergumam dengan menatap kearah lyra.

Lyra hanya bisa terdiam di pijakannya. Mulutnya terasa kelu untuk menjawab iyan.

"Sini, duduk." Setelah berbicara dengan pernyataan yang mampu membuat lyra bungkam seribu bahasa iyan menyuruh lyra untuk duduk tepat di sampingnya.

Pikiran lyra benar-benar kacau saat ini, ia bahkan tak sadar sudah memutuskan untuk duduk di samping iyan sejak 5 menit yang lalu. Kini mereka hanya sibuk dengan diri mereka masing-masing.

"Boleh gue nanya sesuatu?" iyan memutuskan untuk mengakhiri keheningan di antara mereka.

"Boleh" jawab lyra.

"Haiyan atau satya?"

"Itu bukan sebuah pertanyaan, yan."

"Tapi gue tetap menambahkan tanda tanya kan di dalamnya, berarti itu sebuah pertanyaan."

"Kamu kenapa, sih?" kesal lyra.

"Harusnya gue yang nanya. Lo yang kenapa? Kenapa lo biarin gue sama satya percaya kalo lo menaruh hati lo sama kita? Kenapa lo gak tegas sama perasaan lo aja? Kalo lo tetep kayak gini, lo bukan cuma patahin satu hati, tapi lo patahin dua hati sekaligus."

Iyan menjedanya untuk mengatur deru nafasnya yang mulai tak beraturan, ia lelah dengan ini.

"Mungkin buat lo ini menyenangkan, tapi buat gue sama satya enggak."

Sontak kalimat terakhir yang baru saja iyan lontarkan mengundang kemarahan lyra.

"Aku gak pernah anggep semuanya menyenangkan, iyan. Mempermainkan perasaan seseorang sama sekali bukan sesuatu yang menyenangkan. Kamu kalo mau ngomong coba dipertimbangkan dulu, jangan asal kayak gitu." tegurnya

"Kalo gitu kenapa, kenapa-"

"Kamu pikir gampang buat jadiin kamu sama satya sebuah pilihan? Kalian berdua sama-sama punya perasaan, gimana bisa aku tega sakitin salah satu dari kalian? Emang seluar biasa apa sampai aku harus milih di antara kalian?"

Iyan mengacak rambutnya frustasi.

"Tapi pada akhirnya lo tetep harus milih di antara kita kan? Iya, lo cukup jawab iya. Harus ada sebuah kepastian, harus ada perbedaan antara perhatian yang lo kasih buat gue sama satya." Kini tatapan yang semula menggebu berangsur teduh, iyan berhenti mendesak lyra perihal hatinya, perihal pilihannya.

"Yan,"lyra bergumam

"Sebenernya lo anggap gue apa? apa beneran cuma sekedar seorang adik yang nyatanya lo bahkan bukan kakak kandung gue?"

"Lo suka sama satya?"

"Enggak." lyra menjawab dengan tegas, bahkan tanpa sedetik pun jeda. Ia sudah selesai dengan keputusannya.

Kim's Boarding House || ft Rosé X NCT 2020✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang