Bagian 4

36.5K 1.8K 81
                                    

Vania POV

Rumah ibu mertuaku memang tidak terlalu jauh dari rumah kami dibandingkan dengan rumah keluarga angkat ku. Harusnya aku bisa lebih sering datang kemari, tapi karena Bunda Septia sangatlah irit bicara seperti Mas Erick, aku jadi sungkan kemari. Takut melakukan kesalahan dan berujung dia emosi.

Mas Erick sudah tidak punya ayah lagi, beliau meninggal sekitar lima tahun yang lalu makanya rumah ini terasa sepi ditinggali Bunda sendirian bersama asisten rumah tangga yang kebetulan sangat dekat dengan keluarga suamiku.

Untungnya Mbak Rere datang, jadi sedikit ramai karena kehadirannya di rumah ini.

Aku sedang mencuci piring bekas makan malam, ditemani Mbak Rere yang juga tengah mencuci piring. Seperti biasa kami bercerita banyak hal entah itu tentang pekerjaan mbak Rere ataupun cerita-cerita masa kecil suamiku yang lucu.

"Kalo sama Bang Erick itu, ngebosenin banget deh pokoknya. Aku paling males kalo ajak dia ngobrol, lebih-lebih dari patung."

"Hehe, tapi Mas Erick itu sekali ngomong langsung ke poinnya mbak. Jadi gak susah nebak-nebak dia maunya apa," bela ku. Tentu saja aku membela Mas Erick, dia suami yang sangat aku cintai.

"Iya sih, tapi masa ke kamu juga irit bicara gitu sih, Van? Bang Erick keterlaluan banget kalo emang gitu ke kamu," celotehnya. Aku hanya membatin saja. Mbak Rere tidak tahu bagaimana cerewetnya Mas Erick ketika kami bercinta. Semuanya dia komentari apalagi mulutnya tidak tahu yang namanya menyaring. Semua kata disebut.

"Ya kalo sifatnya udah gitu emang sulit mengubahnya, mbak. Yang penting Vania tau kalo Mas Erick baik sama Vania dan Adam," balasku. Mbak Rere mengiyakan saja, dia terlihat masih kesal sepertinya karena sifat Mas Erick tidak pernah berubah.

Selepas mencuci piring, aku pun pamit ke kamar Mas Erick karena tadi aku meninggalkan Adam bersamanya.

Ceklek!

"Mas? Adam rewel?"

"Nggak, dia nungguin kamu."

Aku tersenyum kecil, putraku langsung tersenyum-senyum melihat ku muncul. Adam sangat menggemaskan, untungnya dia mudah mengekspresikan perasaan jadi aku bisa lebih tenang. Bisa stres lama-lama kalau sifatnya sama seperti Mas Erick juga, hehe.

"Ah, Adam gak sabar lagi mau nenen ya?" candaku lalu berusaha meraih tubuh Adam, tapi suamiku menahan tanganku.

"Ganti dulu pakaian kamu. Kan habis dari dapur," titahnya. Ya ampun, suamiku ini sangat protektif kepada anak kami padahal pakaianku bersih. Tapi ada benarnya juga sih, lebih baik mengantisipasi.

"Iya, mas."

Aku berjalan ke arah tas yang aku bawa lalu memutuskan untuk mandi sekali lagi. Daripada suamiku berceloteh terus-menerus, ada baiknya aku mandi saja.

...

Jam 7 pagi kami sekeluarga pulang setelah menginap di rumah ibu mertuaku. Ketika berpamitan dengannya, wajah Bunda Septia sangat kaku. Dia hanya mengangguk kecil dan menyampaikan pesan kalau kami harus sering-sering menginap di rumahnya. Aku tahu dia tidak mungkin membenciku, tapi karena sifatnya aku jadi sungkan sekali.

Mas Erick saja jarang bercengkrama dengan Bunda Septia, apalagi aku yang menantunya ini?

"Perlengkapan Adam masih ada semua, Van? Susu, popok, sabun mandi?" tanyanya setelah mobil sampai di garasi. Setelah ini Mas Erick langsung pergi bekerja, jadi dia tidak bisa lama-lama di rumah.

"Stok susu aja yang mulai habis, mas."

"Ya sudah, nanti malam kita beli stok susu formula buat Adam."

Mengejar Cinta Suami Dingin [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang