Author POV
"Masih cemberut aja sih, pa? Itu udah mau ilang kok bekasnya," celetuk Vania sesaat setelah dia meletakkan piring berisi ayam kecap sebagai menu makan malam mereka hari ini.
Sejak Erick pulang ke rumah tadi sore, wajah pria itu terlihat mengerikan sekali. Bibirnya kian tipis, tatapannya makin tajam dan ada plester di lehernya yang Vania duga untuk menutupi bekas ciuman.
Erick tidak menanggapi ucapan Vania, dia mengambil piringnya yang sudah terisi nasi lalu menambahkan ayam kecap dan beberapa menu lainnya. Vania masih menahan tawa, lucu sekali melihat suaminya yang merajuk ini. Erick tidak pernah menunjukkan ekspresi apapun selama mereka menikah dan sekarang dia sangat menggemaskan walaupun masih susah payah dengan wajah dinginnya itu.
"Oh iya, besok ada temen mama--"
"Van, bisa gak ubah panggilan itu. Saya benar-benar risih dan kali ini serius," potong Erick. Vania terdiam sejenak, dia menatap wajah Erick yang tidak main-main dan sepertinya dia memang tidak suka dengan panggilan itu. Ada sedikit perasaan nyeri di hati Vania, dia tidak memungkiri bahwa penolakan suaminya sungguh menyakitkan hati.
"Iya, maaf mas."
Vania mengurungkan niat berceritanya. Dia duduk di samping Erick lalu mulai makan dalam diam. Erick melirik istrinya dari sudut mata, apa tadi dia agak keterlaluan? Vania cuma berusaha untuk romantis, tapi Erick menolaknya. Apa itu salah?
Erick makan tidak tenang, dia yang biasanya tidak pernah terganggu kini menjadi sebaliknya. Ada rasa bersalah tiap kali melihat wajah murung Vania. Istrinya itu adalah perempuan yang ceria, dia gemar menebar senyum dan apabila melihatnya sedih, Erick akan menjadi sangat bersalah.
"Tadi kamu mau ngomong apa?"
"Hum? Nggak kok, soal temen Vania yang mau mampir. Tapi nanti Vania tolak, mas gak perlu marah," jawab Vania cepat. Erick sekali lagi melirik istrinya, apa selama ini Erick memang mengerikan sampai-sampai Vania tidak mau membuat kesal dirinya?
Erick meletakkan sendok di piringnya. Dia meneguk air putih sebelum perhatiannya kini berfokus pada Vania yang masih terlihat murung.
"Boleh."
"Apa, mas?"
"Ajak aja temen kamu ke rumah," sambung Erick. Iris mata Vania berbinar seketika, dia tidak menyangka suaminya memberikan izin karena biasanya tidak boleh ada orang lain yang datang ke rumah apalagi untuk waktu yang lama.
"Makasih ya, papa-- eh maksudnya, mas..." ucap Vania sambil tersenyum malu. Erick tidak lagi menjawab, dia melanjutkan makan dengan tenang walaupun degupan di jantungnya terasa begitu cepat dan kuat. Senyuman Vania meluruhkan sesuatu di hatinya.
Setelah makan malam dan membereskan dapur, mereka pun bersiap-siap untuk tidur. Seperti biasa, Vania harus mengurus Adam terlebih dahulu karena putranya tidak bisa tidur kalau tidak disusui sambil dipeluk.
"Kita bobok ya, nak? Adam ngantuk kan nungguin mama?" kata Vania. Dia menimang putranya sembari memberinya susu. Wajah damai Adam ketika tidur sungguh membawa ketenangan baginya. Jika sedang gundah, biasanya Vania tinggal melihat Adam agar bisa tenang kembali.
Erick menutup pintu kamar mandi setelah dia selesai menyikat gigi dan mencuci kaki. Netranya menangkap sesosok Vania yang tidur menyamping sambil menyusui Adam. Wajah wanita itu tampak dipenuhi cinta dan syukur, mengapa Erick jahat sekali karena jarang memerhatikan istrinya?
Erick bukannya tidak peduli, tapi dia hanya mencoba menjaga sikap. Dari dulu dia tipe orang yang tidak suka tindakan berlebihan. Sebisa mungkin dia menjalani kehidupan tenang dengan memegang prinsip-prinsip yang tertanam di dirinya. Erick selalu serius, dia tidak suka basa-basi. Namun, apakah sikapnya ini menyakiti perasaan Vania? Kalau memang seperti itu, Erick ingin memperbaikinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Suami Dingin [TAMAT]
RomanceWARNING! 🚫🚫🚫 DI BAWAH 21 TAHUN HARAP SEGERA MENYINGKIR! SAYA TIDAK TANGGUNG RISIKONYA! Berawal dari seminar yang diadakan sekolahnya, Vania Larasati mendapati dirinya jatuh cinta kepada seorang pembicara yang merupakan salah satu dosen terbaik di...