Vania POV
Pagi ini, aku masih murung seperti semalam. Mas Erick tetap tidak memberi izin kepadaku jadi terpaksa hari ini aku di rumah saja dan hanya bisa membayangkan betapa serunya berkumpul dengan teman-teman sekolah ku dulu.
"Saya berangkat, kamu jangan coba-coba kumpul dengan teman-teman apalagi membawa Adam. Saya hanya membolehkan kamu pergi ke rumah keluarga, tidak lebih. Ngerti?"
Aku hanya mengangguk malas, itu sempat diperhatikan Mas Erick tapi dia tidak mengatakan apapun lalu masuk ke dalam mobil. Selama ini aku selalu menuruti semua kehendak Mas Erick, tidak pernah sekalipun aku membantah walaupun untuk sesuai yang aku inginkan. Aku selalu mengesampingkan ego ku agar Mas Erick tidak menegur ku. Tapi hari ini aku ingin sekali berbuat sebaliknya. Aku kesal, tiap kali meminta izin pasti tidak boleh dengan alasan Adam nanti sakit.
Setelah itu, aku pun mengambil ponsel lalu menelepon Leni untuk memberitahunya kalau aku ingin ikut kegiatan.
"Beneran mau ikut, Van? Kalo gitu aku jemput deh sekitar jam 10 an yah?"
"Iya, aku ajak anak aku gak apa-apa kan? Soalnya gak ada yang jagain dia," tanyaku hati-hati. Aku takut mereka merasa risih karena aku membawa Adam tapi inilah satu-satunya kesempatan ku. Adam juga tidak bisa sembarang aku tinggalkan dengan keluarga.
"Santai aja, Van. Ajak anak kamu sekalian."
Aku senang sekali, Leni tidak merasa terbebani dengan adanya Adam. Hum, aku tahu perbuatan ku pasti menimbulkan murka dari Mas Erick tapi biarlah. Aku kesal karena dia selalu melarang ku melakukan aktivitas bersama teman-teman, jadi hari ini aku mau bersenang-senang sebentar.
...
Pergi dan berkumpul dengan teman-teman adalah hal yang mestinya aku lakukan di usiaku sekarang. Bayangkan saja, di antara mereka hanya aku yang sudah menikah dan itu sedikit menimbulkan kecanggungan. Bukannya aku tidak bersyukur karena telah berkeluarga, aku senang sekali, tapi ada masanya aku merindukan masa gadisku.
Leni mengajakku ke tempat karokean yang cukup luas karena katanya salah satu teman kami, Zahara, mau mentraktir. Aku menurut saja asalkan bisa bergabung dengan teman-teman.
Di sini cukup ramai, ada beberapa perempuan dan laki-laki di sini. Kalau Mas Erick sampai tahu aku di sini, habislah aku dimarahi olehnya.
"Ih, Vania! Makin cantik aja deh yang udah punya bayi," sapa Zahara saat dia melihatku datang bersama Leni. Kuberikan senyuman kecil kepadanya, dulu Zahara juga teman baikku semasa sekolah.
"Hehe, bisa aja sih kamu Ra. Eh apa kabarnya nih? Masih sibuk kuliah ya?"
"Iya, Van. Doain aja tahun depan bisa lulus deh. Eh iya, Van kamu tau gak kalo Gavin anak bimbingan suami kamu di kampus? Aku baru tau pas liat snap nya kemarin-kemarin."
Aku benar-benar baru tahu kalau ada kenalan ku yang merupakan mahasiswa bimbingan suamiku. Namun, Gavin tidak pernah ke rumah jadi aku tidak tahu. Hmm, itu hal yang biasa saja sih menurut ku. Maksudnya, tidak ada yang aneh kan jika mantan pacarku adalah anak bimbingan suamiku?
"Gak tau, Ra. Kan gak pernah ngobrol sama Gavin lagi. Dia ikut kumpul emangnya?"
"Iyalah, tapi kayaknya belum dateng sih. Ya udah yuk, masuk ke dalem. Anak kamu gak apa-apa dibawa ke dalem?" tanya Zahara sambil melirik Adam yang tidur nyenyak di kereta bayi.
"Gak apa-apa, kan tempatnya gak sempit juga."
"Iya tapi bakal berisik soalnya, Van."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Suami Dingin [TAMAT]
Roman d'amourWARNING! 🚫🚫🚫 DI BAWAH 21 TAHUN HARAP SEGERA MENYINGKIR! SAYA TIDAK TANGGUNG RISIKONYA! Berawal dari seminar yang diadakan sekolahnya, Vania Larasati mendapati dirinya jatuh cinta kepada seorang pembicara yang merupakan salah satu dosen terbaik di...