Vania POV
Pagi ini aku ingin menebus kesalahan yang aku lakukan dua hari lalu. Setelah berpikir dengan jernih, ini memang murni kesalahan ku. Aku tidak mendengarkan ucapan Mas Erick dan lebih memilih untuk membuatnya khawatir karena membawa Adam ke tempat karokean yang berisik.
Ku tatap kotak bekal makanan yang aku siapkan untuk Mas Erick. Meskipun dia tidak pernah meminta dibuatkan bekal makan siang, ini kulakukan untuk menebus kesalahan.
"Vania, saya berangkat dulu."
"Eh tunggu mas!" Aku langsung meraih kotak makan itu lalu bergegas menghampiri suamiku yang sedang memakai sepatunya.
"Ini, Vania udah siapin bekal makan. Nanti dimakan ya, mas?" lapor ku dengan senyum sumringah.
Dia menatap ku sebentar lalu menyambut kotak makan yang kuberikan. "Ya, terima kasih Van."
"Hmm, mas Erick mau kalo Vania buatin bekal tiap hari? Kali aja kan Mas males makan di luar," tawar ku dan dijawab gelengan olehnya.
"Gak usah, saya gak mau nambah kerjaan kamu pagi-pagi."
Aku menekukkan bibir, kenapa Mas Erick tidak mau merepotkan ku padahal aku senang mengurusi segala kebutuhannya.
"Vania buatin bekal lagi nanti ya? Masa kerjaan kecil gitu dibilang ngerepotin sih mas?" balasku masih dengan wajahku yang cemberut.
"Ya terserah kamu kalo gitu. Masak yang simpel aja biar gak susah," balasnya kemudian beranjak pergi dengan mobil.
Sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil, dia berbalik lalu mendekati ku lagi sebelum tiba-tiba aku merasakan ciuman lembut di atas bibirku.
Jangan tanya betapa merona nya pipiku. Tumben sekali Mas Erick berinisiatif untuk mencium bibirku sebelum dia berangkat kerja. Namun, aku suka dengan perlakuannya pagi ini. Dia terasa berbeda sekali.
"Kamu baik-baik sama Adam di rumah, saya kerja dulu."
Aku mengangguk senang sembari melambaikan tangan begitu mobilnya meninggalkan pekarangan rumah kami. Baiklah, rutinitas kembali seperti biasanya. Awalnya kupikir pertengkaran kami akan panjang, tapi untunglah semuanya sudah mereda.
...
"Mama lagi di jalan ke rumah kamu, Van. Kangen nih sama Adam," ucap mama ku di telepon. Aku terkikik mendengar ucapannya, mama memang sangat menyayangi Adam.
"Adam doang nih yang dikangenin? Kok sama anak sendiri nggak?" canda ku dan mama tertawa di seberang sana.
Hubungan ku dan keluarga angkat ku sangatlah baik. Meskipun tidak ada ikatan darah di antara kami, aku dan orang tuaku sangatlah dekat. Mama bahkan tidak mau menyebutku anak angkat, baginya aku adalah putri kesayangannya dan aku senang akan hal itu.
"Ya kangen lah, nak. Kamu sih gak ke rumah, jadi susah ketemunya. Ya udah, mama tutup dulu teleponnya ya?"
"Iya, ma. Hati-hati di jalan," balasku lalu sambungan telepon dimatikan. Aku meletakkan ponsel ke atas meja bundar di ruang keluarga lalu bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Kalau mama ku yang datang, aku tidak terlalu begitu khawatir. Beda lagi jika mertuaku yang bertamu, hatiku benar-benar ketar-ketir dibuatnya. Watak Bunda Septia mirip sekali seperti Mas Erick, dia lebih sering diam dan hanya akan berbicara jika ada yang mau dia bahas. Suasana jadi mengerikan jika Bunda Septia ada di sini, tapi bukan berarti aku tidak menyukainya. Walau dia diam begitu, aku menyayangi mertuaku. Dia sering juga memberikan nasihat yang baik dan tidak jarang membelaku apabila ada sesuatu yang salah. Bagiku dia memang ibu mertua yang cukup sempurna terlepas dari wataknya yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Suami Dingin [TAMAT]
RomanceWARNING! 🚫🚫🚫 DI BAWAH 21 TAHUN HARAP SEGERA MENYINGKIR! SAYA TIDAK TANGGUNG RISIKONYA! Berawal dari seminar yang diadakan sekolahnya, Vania Larasati mendapati dirinya jatuh cinta kepada seorang pembicara yang merupakan salah satu dosen terbaik di...