Bagian 15

30.6K 1.6K 98
                                    

Author POV

Sekitar jam 11 siang Erick dan keluarganya berangkat dari Jakarta menuju Bandung. Perjalanan menempuh waktu sekitar dua sampai tiga jam hingga akhirnya mereka sampai di hotel tempat tujuan. Ada beberapa pihak dari fakultas yang juga ikut dan rupanya Erick merupakan salah satu perwakilan dari prodi nya.

Setelah check in, dia mengajak anak dan istrinya untuk beristirahat lebih dulu karena selepas ini Erick harus langsung pergi lagi bersama rekan kerjanya. Ternyata jadwal mereka ada di jam dua, jadi harus lebih cepat.

"Papa berangkat dulu ya, nak? Adam istirahat di sini," pamitnya kepada Adam yang setengah tertidur di atas ranjang kamar hotel karena lelah. Erick mencium pipi gemuk Adam lalu dia pun membawa ransel miliknya beserta kunci mobil.

"Jangan lupa kunci pintu kamar, Van."

Vania mengangguk kecil, dia tengah tidak bersemangat karena kepikiran soal permintaannya tadi pagi. Vania meminta Erick untuk belajar mencintai, tapi suaminya itu tidak memberikan respon. Ada apa sebenarnya? Apakah Erick memang tidak pernah merasakan cinta selama dua tahun pernikahan mereka ini? Rasanya mustahil sekali.

"Iya, mas hati-hati di jalan."

Erick sejenak memandangi Vania yang menatap kosong ke segala arah. Dia terlihat sedang mengalihkan tatapannya dari Erick dan itu agak membuat dia tidak nyaman. Erick terbiasa dengan Vania yang ceria dengan mata penuh binar kepadanya. Namun, hari ini istrinya tampak murung dan hampa.

"Van..."

Akhirnya Vania menoleh, di titik itu Erick merasakan sesuatu yang berdenyut di hatinya. Vania tengah menahan tangis, bisa dilihat dari netranya yang berkaca-kaca.

Erick menghela napas panjang, dia melangkah mendekati Vania lalu menariknya ke dalam pelukan erat.

Karena pelukan itu, Vania menangis. Dia tidak mampu menahan emosinya sampai air mata itu langsung bercucuran begitu mendapatkan pelukan erat dari pria yang dicintainya ini.

"Tersenyum lah, Vania. Saya ingin kamu tetap senang dan tenang."

Vania balas memeluk sang suami, dia menumpahkan segala air matanya di dalam pelukan Erick sampai tidak menyadari kemeja Erick basah.

"Vani cinta sama mas Erick... Tapi kenapa--"

"Vania. Fokus sama diri kamu dan pernikahan kita. Cuma itu, itu saja..."

Vania menggeleng lemah, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Vania menginginkan sebuah kepastian dari suaminya, kepastian mengenai apakah Erick sebenarnya mencintai Vania atau cuma menganggapnya sebagai ibu dari anaknya saja? Dia harus mengetahui soal itu.

...

Erick menjadi tidak fokus dengan kegiatan kunjungannya. Sedari tadi dia selalu memikirkan Vania dan membayangkan betapa menyedihkannya wajah wanita itu. Hari ini Vania terlihat murung, dia tidak ceria seperti biasanya dan kini lebih pendiam. Erick tidak bisa tenang, sesuatu mengganggu pikirannya dan itu membuat Erick frustasi sendirian. 

Dia tidak pernah merasa kacau seperti ini, tapi Vania membuat semuanya terbalik. Erick berusaha memberitahu Vania melalui tindakan-tindakan yang selama ini dia berikan. Apa itu masih kurang? Apa dia benar-benar menginginkan validasi dalam bentuk lain?

"Pak Erick? Maaf, saya liat bapak melamun. Apa ada masalah?" 

Erick menoleh begitu rekan kerjanya bertanya. Pria itu menggeleng kecil, memberitahu bahwa tidak terjadi apapun dan mereka bisa melanjutkan kegiatan. 

"Saya baik-baik saja, Pak Anwar."

"Oh oke, saya cuma sedikit khawatir soalnya Pak Erick jarang sekali terlihat tidak fokus selama bekerja," balas Pak Anwar. Erick memberikan senyum sopan, dia setuju dengan apa yang dikatakan Pak Anwar. Selama ini Erick tidak pernah terlihat melamun, tapi kini dia melakukannya. 

Mengejar Cinta Suami Dingin [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang