II

2K 261 7
                                    

"Tolong ambilkan buah anggur itu." Irene meminta kepada salah satu pelayan. "Terima kasih." Katanya setelah si pelayan memberi yang dia pinta.

"Tidak, Irene." Lelaki itu mendengus kesal lalu memerintahkan si pelayan untuk mengambil kembali buah anggurnya. "Kau tidak perlu mengucapkan tolong dan terima kasih." Ujarnya. "Kita ulangi lagi."

Irene menarik napas panjang, "Ambilkan buah anggur itu." Pintanya tegas. Si pelayan memberikan anggurnya sekali lagi, namun saying tangan Irene menyenggol tepian nampan perak yang dibawa si pelayan. "Ah, maaf!" Ujar Irene refleks.

"Tidak!" Tuan Bae menghardiknya keras. "Jangan meminta maaf!"

"Tapi, Papa..." Protes Irene, "Ibuku selalu bilang tiga kata itu adalah kata ajaib. Jika aku meminta bantuan dari orang lain, aku harus mengucapkan kata tolong. Jika orang berbuat baik kepadaku, aku harus mengucapkan terima kasih. Dan jika aku melakukan kesalahan, aku harus meminta maaf."

"Kau seorang Bae, semua kata-kata yang keluar dari mulutmu adalah kata ajaib. Kau tahu? Bahkan hanya dengan gerakan minimal dari jari telunjukmu, orang-orang akan melakukan apapun untukmu."

"Kau pembohong, Papa!" Bocah perempuan itu berkata dengan berani. "Itu tidak benar. Buktinya aku belum juga bertemu Ibuku, padahal aku sudah sering kali memohon kepadamu tapi Ibu tetap tidak datang. Kau tidak melakukan apa yang aku pinta. Kata-kata yang keluar dari mulutku bukan kata ajaib."

Tuan Bae terkekeh pelan, "Itu karena kau belum menjadi seorang Bae yang sejati. Kau masih perlu dibentuk untuk menjadi seperti itu."

Irene memandangi Papanya, "Jika aku sudah menjadi seorang Bae yang sejati, bisakah aku bertemu Ibu?"

"Ya."

"Apa yang harus aku lakukan, Papa?"

"Kau perlu banyak belajar."

"Aku akan belajar sungguh-sungguh!"

"Bagus. Itu baru anakku." Ujar Tuan Bae. "Kau bisa membaca dan menulis?" Tanya lelaki itu. Dia tahu kalau Irene tidak sekolah karena tidak ada biaya.

"Bisa. Ibuku mengajariku."

"Mulai besok kau akan sekolah. Kau juga akan mendapatkan kursus kepribadian. Kau akan ku bentuk menjadi seorang Bae yang sejati."

Wajah Irene berseri, "Aku selalu ingin tahu apa rasanya sekolah! Apakah Papa juga akan membelikan seragam yang bagus seperti anak-anak seusiaku yang pernah ku lihat sewaktu aku dan Ibu lewat depan sekolah?" Dia bertanya dengan antusias. "Apakah aku akhirnya akan mempunyai teman sebaya? Oh, astaga! Aku tidak sabar!" Celotehnya riang.

"Kau tidak akan bersekolah di sekolah umum. Kau akan bersekolah di sini. Aku akan mendatangkan guru-guru privat terbaik untukmu."

Irene mengerjapkan matanya, menatap heran Papanya. "Tidak ada seragam?"

"Itu bisa diatur."

"Bagaimana dengan teman baruku?"

"Kau tidak butuh teman." Ujar Tuan Bae singkat, namun dia melihat Irene masih memandanginya dengan penuh tanda tanya. "Dengarkan aku," Titahnya. "Teman hanya akan menyusahkanmu."

"Kau memiliki banyak teman, Papa."

"Jika yang kau maksud adalah orang-orang di sini, lupakan saja. Mereka bukan teman-temanku. Mereka adalah orang-orang yang bekerja padaku, mengerti?"

"Tapi mereka selalu membantumu dan menuruti semua perkataanmu."

"Tentu. Karena mereka ku bayar untuk itu." Dia menghela napas, "Kau lihat? Semua ini adalah milikku. Jika kau berhasil menjadi seorang Bae yang sejati, seluruhnya akan ku berikan padamu."

NoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang