XXI 🔞 [M]

3.1K 259 21
                                    

Irene perlahan terbangun dari tidur lelapnya, matanya mengerjap demi menyesuaikan perbedaan cahaya. Dia meregangkan badannya kemudian berbalik, dan hampir saja dia berteriak karena terkejut mendapati ada orang lain di tempat tidurnya. Hal pertama yang dia lakukan adalah mengecek pakaiannya, dan dia lega karena piyamanya masih utuh.

Setelah dia yakin bahwa tidak terjadi apa-apa, Irene menatap intens gadis sipit yang sedang mendengkur pelan dengan mulut yang sedikit terbuka itu. Jika diperhatikan sedekat ini, Seulgi terlihat tambah imut. Rambutnya acak-acakan dan tidurnya berantakan, sama sekali jauh dari kesan anggun, tapi justru itu yang membuatnya semakin menggemaskan. "She looks so innocent and pure." Batin Irene sambil masih menatapnya.

Irene mengingat-ingat kenapa Seulgi bisa tidur di sini bersamanya, dia mencoba mengulang runtutan kejadian yang dialaminya sejak kemarin. Para pelayan membawakan makanan dan minuman ke kamarnya, dia makan setidaknya dua suap. Dia ingat melempar Seulgi dengan buku tebal yang sedang dibacanya karena Seulgi terlalu berisik memaksanya makan. Beberapa jam kemudian, Seulgi datang lagi dengan Yuri membawakan Meat Pie untuknya.

Sebenarnya rasanya sangat lezat, lembut, dan melumer di lidah. Hanya saja, selera makannya yang memang sedang tidak bagus saat itu. Irene ingat, tidak berselang lama, Seulgi datang lagi membawakannya mie rebus telur pakai cabai dan sayuran. Dia juga ingat menghabiskan semangkuk mie rebus buatan Seulgi.

Lalu... "Astaga!" Dia menutup mulutnya seraya ingatannya memutar adegan saat dia menangis di pelukan Seulgi. Sungguh Irene sangat malu. Bukankah itu artinya sama saja dia sudah merusak tembok pertahanan yang dia bangun dengan susah payah? Pertama, dia membiarkan dirinya terlihat lemah dan tidak berdaya di depan orang lain, sampai menangis segala. Kedua, dia membiarkan orang lain tidur bersamanya di kamar pribadinya.

Irene menggigit bibirnya, "Bagaimana ini..." Dia bangun dan kemudian duduk bersandar. Tangannya menyisir rambutnya gusar. Pergerakan yang dia lakukan sama sekali tidak mengusik tidur lelapnya Seulgi, membuatnya mendengus pelan.

Perlahan dia mengguncang bahu Seulgi, "Bangun." Katanya memcoba membangunkan Seulgi, namun tidak berhasil. "Bangun, dasar penidur!"

Tidurnya terusik, perlahan Seulgi mengerang dan menggeliat. Dia mengeluarkan bunyi-bunyi aneh lalu menguap lebar. "Lima menit lagi." Gumamnya tidak jelas lalu beringsut sampai kemudian menemukan sandaran di paha Irene. Dia malah menggunakan paha Irene jadi bantal dan tangannya memeluk pinggang Irene.

Irene berdecak tidak sabar, lalu seringai jail menghiasi wajahnya. Dia menjepit hidung Seulgi dan membekap mulutnya. Perlahan Seulgi megap-megap seperti ikan diangkat dari air. "Ggggaaahhhh!" Seulgi akhirnya terbangun dan langsung berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Irene tertawa mengejeknya, "Harus seperti itu membangunkanmu?"

"Kau mencoba membunuhku dalam tidur?" Ujar Seulgi gusar.

"Kau sudah terlihat seperti mati tanpa perlu aku mencobanya." Balas Irene geli.

Seulgi cemberut dan mengusap matanya, "Jam berapa sekarang?"

"Yang jelas sudah waktunya kau bangun dan bekerja."

"Astaga! Kau benar!" Dia berusaha bangkit dari tempat tidur Nona besarnya, namun karena dia ceroboh dan juga dalam keadaan nyawa baru setengah terkumpul, akhirnya dia terbelit selimut dan tersandung sampai jatuh di lantai. "Ah! Aduh!" Dia mengerang kesakitan tapi malah mendengar Irene terbahak kencang menertawai kesialannya di pagi hari. "Kau senang melihatku menderita, ya?" Dia meringis sambil mengusap pinggangnya.

Irene masih terkekeh geli, "Apa itu sakit?"

"Kau mau mencobanya? Aku bisa membuatmu terjatuh." Dengus Seulgi sebal.

NoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang