XVII 🔞 [M]

3.1K 245 16
                                    

Dua minggu berlalu sejak kejadian Irene menembak asisten pribadinya yang paling dipercaya dan paling bisa diandalkan. Johnny tidak menaruh dendam kepada Nona besar, pria itu malah berterima kasih karena Irene masih mengizinkannya bekerja untuknya. Dia juga meminta maaf kepada Seulgi dan bersedia menerima balasan yang setimpal untuk tindakan yang dia perbuat sehingga menyakiti Seulgi, namun gadis sipit itu dengan tegas menolak dan berkata dia mengerti mengapa Johnny melakukan yang dia lakukan kepadanya. Keduanya kini telah pulih sepenuhnya dan sudah kembali bekerja seperti biasa.

Hari hampir menjelang sore, Irene sedang di walk-in closetnya bersama Seulgi. "Bantu aku memilih baju yang pantas." Pinta Irene kepada Seulgi.

"Ada yang salah dengan pilihan Joy?" Tanya Seulgi. Semenjak kejadian Seulgi dibuat babak belur oleh Johnny, mereka mencapai kesepakatan tanpa kata untuk melupakan formalitas kalau saat sedang berdua saja.

"Aku ingin tahu seleramu seperti apa." Ujar Irene sambil memilah beberapa setelan resmi.

"Memang untuk acara apa?"

"Undangan gala dinner. Kau tahu? Acara membosankan untuk orang-orang kaya pamer kekayaan mereka."

Seulgi tertawa, "Kau juga orang kaya yang memamerkan kekayaannya."

"Kekayaanku tidak perlu dipamerkan, orang-orang sudah tahu aku konglomerat." Ujarnya lalu mencoba sleeveless dress berwarna biru dengan model bahu terbuka. "Bagaimana dengan ini?" Irene bertanya tentang outfitnya. Menurut Seulgi, meski Irene hanya mengenakan karung beras pun dia akan tetap menjadi wanita tercantik seantero jagat raya. "Aku menanti pendapatmu." Ujar Irene lagi, mengusik diamnya Seulgi.

Dia terkekeh, "Kau pakai apa saja cocok."

"Itu bukan pendapat yang ku harapkan."

"Lalu aku harus bilang apa? Aku bahkan tidak tahu seperti apa gala dinner itu."

Irene berdecak tidak sabar, "Kau tidak berguna."

Seulgi sudah mulai terbiasa dengan celetukan Irene, dia hanya tertawa dan tidak diambil hati. "Hmm, coba gaun yang hitam-emas itu." Irene menurutinya. Dia membuka gaun yang sebelumnya dan mengganti dengan pilihan Seulgi. "Ah, tidak. Itu terlalu pendek." Komentarnya, "Coba gaun hitam yang panjang itu." Lagi-lagi Irene menurutinya, "Astaga! Apa itu? Gaunmu kurang bahan semua? Kenapa di bagian punggungnya begitu terbuka?"

Irene mendengus kesal, "Kau memang tidak mengerti fashion."

"Aku hanya tidak ingin orang lain menatapmu dengan kurang ajar." Bela Seulgi dan Irene mengulum senyumnya. "Coba gaun yang lainnya... itu yang motif floral."

Irene mengambil gaun lain pilihan Seulgi, "Aku akan menghadiri gala dinner dengan para konglomerat, bukan Kebaktian di minggu pagi. Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kali ke gereja."

"Tapi itu gaun yang sopan dan tidak mengundang."

"Tidak mau. Pilihkan yang lain."

Seulgi berdecak tidak sabar, "Kau ini..." Dia kembali memilih gaun untuk Irene dan Irene akan mencobanya. Lama-kelamaan niat Seulgi berubah, tadinya dia murni ingin membantu Irene menemukan gaun yang cocok untuk acara yang akan dihadirinya, tapi setelah melihat Irene terus-terusan melepas dan memakai gaun-gaun yang dicobanya, dia jadi terangsang.

Seulgi menyukainya ketika Irene membungkuk, memperlihatkan bokong indahnya. Atau ketika dia mengangkat kedua tangannya saat melepas gaun melewati kepalanya. Seulgi berusaha menahan liurnya dan memaksa birahinya tetap normal. "Bantu aku membuka resleting." Titah Irene.

"Baik, Nona," Ujar Seulgi dengan nada yang menggoda. Dia membantu Irene membuka resleting gaunnya. Sungguh, dia sangat ingin membenamkan wajahnya di bahu dan leher Irene, karena saat ini Irene mengenakan gaun dengan model kamisol yang membuat lebih banyak kulit telanjang Irene terekspos.

NoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang