Rafa duduk dengan tenang di pangkuan Sagara. Ini bukan kemauannya, tetapi ini paksaan. Saat ini dia sedang berada di ruang tamu, bersama daddy dan abang keduanya.
Sikap mereka sangat manis dan lembut padanya. Keluarganya berubah, jika Kenzie yang dulu selalu di bentak dan di hina, sekarang bahkan mengeluh sedikitpun ia akan di khawatirkan.
"Aku sedang memikirkan sesuatu," celetuknya. Sagara yang memangku sang adik bertanya, "Memikirkan apa hm?"
Sedangkan dua orang lainnya sedang sibuk dengan kegiatannya, tetapi indra pendengar, mereka tajamkan agar bisa mendengar jelas apa yang akan di katakan oleh sang bungsu.
"Jika aku menginginkan untuk mati dari dahulu, apa kalian akan seperti ini?" Tanyanya polos.
"Apa abang akan memangkuku seperti ini?" Rafa mendongak menatap Sagara.
"Apa daddy akan mengelus rambutku seperti tadi siang? Apa abang Carlos akan berhenti mengatakan jika aku anak pembawa sial yang tidak tau diri?" 3 pertanyaan yang mampu membuat mereka kembali di buat beku.
"Oh, bagaimana ya kabar mommy? Apa dia ingat jika memiliki anak tak berguna seperti ku?" Rafa terkekeh pelan, "Aku rasa itu tidak mungkin."
Sagara memeluk adiknya erat, menaruh wajahnya di ceruk leher Rafa, "Kenzie sampai berapa lama kau akan menyiksa kami?" tanya Carlos.
"Kami menyesal, kami minta maaf atas apa yang telah kami lakukan padamu."
"Abang mohon, berhenti berkata hal yang menyakitkan seperti itu. Abang mohonn Ken," lirih Carlos, dia bersimpuh di kedua kaki adiknya.
Rafa menunduk untuk menatap abang keduanya,"Sejak kapan aku menyiksa abang dan kalian semua?" Rafa memiringkan kepalanya bingung.
"Kata menyakitkan yang kakak katakan itu sudah seperti hal yang wajib aku dengar setiap saat. Lalu apa salahnya jika aku angkat bicara? Rasanya aneh melihat kalian berubah seperti ini. Aku takut, aku takut di buai dengan harapan yang palsu lagi. Jadi aku mohon, berhenti bersikap lembut padaku, berhenti bersikap seolah kalian yang tersakiti disini, berhenti seolah aku yang jadi jahat. Aku sudah tak mengharapkan apapun dari kalian, bersikaplah seperti biasa, bersikaplah sebagai mana bersikap, sikap kalian yang sekarang membuatku semakin tersiksa. Antara terbuai dan takut secara bersamaan," air mata Rafa turun untuk pertama kali dia memasuki novel ini.
"Aku takut, aku takut terbang terlalu tinggi lalu di jatuhkan ke dalam jurang yang dalam. Disisi lain, aku bahagia. Aku bahagia melihat bagaimana kalian terlihat peduli padaku. Tolong, jangan siksa aku lebih lama, aku tidak mau bunuh diri, aku mau mati secara alami." Rafa mencengkram kepalanya kuat. Rasa sesak tak bisa ia hilangkan, dia turun dari pangkuan Sagara, dan pergi dari sana.
"Kenzie!"
Carlos beralih pada kedua lutut kakaknya, dia menangis tersedu. Sesak tak bisa dia pungkiri, dia memegang dadanya sakit. Sagara tak bisa berbuat apa, yang dia lakukan adalah mengelus rambut kecoklatan adiknya.
Sedangkan Oliver memijit pelipisnya pelan.
.
.
Rafa berada di kamar mandi untuk mencuci muka, dia mengantuk dan ingin segera tidur. Tetapi ini masihlah istirahat pertama, jadinya masih tersisa beberapa jam lagi untuk pulang.
Lalu keluar dan mendapati hal yang membuat ia memutar bola mata malas.
"Lo itu hanya benalu, lo sama sekali ga pantas untuk hidup!" bentak seorang gadis, yakni antagonis perempuan di novel. Gadis itu Rexanne Alaya Alneeson sedang membully Gentala, yang entah bagaimana bisa lolos dari para penjaganya.
Rafa menyandarkan tubuhnya dan bersedekap dada menonton apa yang ada di depannya.
"Karena kehadiran lo, banyak orang terluka."
"Lo adalah mala petaka, lo ada pembawa sial dan lo ada perusak kebahagiaan!" kata Anne, gadis itu menarik rambut Genta hingga ada beberapa helai yang terlepas.
Genta tentu saja hanya menangis, tubuhnya bergetar karena ketakutan, "Tapi hikss itu bukan salahku."
"Lo orang tidak tau diri yang begitu memuakkan!"
Anne menyiksa Genta hingga dia puas dan pergi. Rafa yang melihat tontonan nya selesai juga ikut pergi dan tak menolong Genta.
Dia pergi ke arah kantin untuk mengisi perutnya. Memesan makanan dan mencari tempat duduk, seperti biasa dia duduk di pojok.
Dia memulai makan siangnya dengan tenang, hingga...
Brak!!
Makanan miliknya tumpah ke lantai. Rafa melihat makan siangnya dan beralih kepada segerombol pemuda yang berada dihadapannya menatap dirinya garang, juga Genta dengan penampilan yang penuh luka dan memar.
"Apa kau yang membully Genta!?" tanya Raymon menunjuk wajah Rafa.
Rafa tidak merasa takut ataupun panik, dia hanya menatap polos mereka, "Aku tidak membullynya." Rafa menatap abang nya yang menatap dirinya kecewa.
"Yang membully dia adalah 3 orang gadis yang tidak ku ketahui namanya. Aku hanya menonton saja," ujarnya santai.
Carlos maju kedepan, "Kenapa kau tidak membantunya Ken?" ucap Carlos penuh kecewa.
"Kak...apa di saat aku bahkan tergeletak mengenaskan di depan mu atau di depan kalian, kalian pernah membantu atau bahkan menoleh sedikitpun? Tidak kan..."
"Lalu sekarang, kakak menuntut ku untuk menolong dirinya?" Carlos diam. Abi maju karena tak terima akan ucapan Rafa, "Tapi sebagai manusia setidaknya lo peduli la bajingan!" marahnya.
"Bahkan kau sebagai manusia pun tidak peduli dengan ku yang bersimbah darah di depan kedua matamu," sarkas Rafa.
"Aku hanya meniru apa yang kalian lakukan, kau menganggap ku bajingan karena itu? Berarti tanpa sengaja, kau mengatai dirimu beserta kawananmu itu seorang bajingan?" Abi diam, mereka semua diam.
"Jangan hanya karena dia spesial di hati kalian, ketika dia terluka kalian menuntut orang lain untuk peduli. Ketika kalian melihat manusia di sekitar kalian tergeletak mengenaskan kalian tak peduli?"
"Plis, otak di ciptakan untuk berfikir yang jernih."
"Mata kalian di ciptakan bukan hanya untuk sekitar kalian."
"Kalian adalah sekumpulan orang-orang yang membuatku muak, kalian bersikap seolah tak terjadi apa-apa meski di belakang kalian ada seseorang yang sakit hati bahkan kehilangan nyawanya karena kalian."
"Kalian manusia menjijikkan."
Rafa pergi dari saja, meninggalkan aura suram yang tercipta di kantin, sebelum benar-benar pergi Rafa berkata, "Dari pada itu, bukankah kesehatan malaikat kalian itu yang pertama? Lalu kenapa kalian membiarkan luka dan lebam itu terlalu lama. Aku lelah melihat wajah sembabnya yang menangis."
Raymon yang mendengar itu segera membawa Genta ke UKS di ikuti Raden, sedangkan Carlos dan yang lainnya meresapi perkataan Rafa. Seisi kantin merasa takjub dengan Rafa yang sering membuat most wanted di sekolahnya terdiam membisu.
Begitu pula dengan tiga gadis yang sedari tadi memerhatikannya.
"Tadinya aku akan membullynya juga ketika dia mengatakan hal yang sebenarnya, tetapi aku berubah fikiran. Dia menarik, dia hanya mengatakan 3 gadis, tidak menjelaskan secara spesifik," Ujar Anne yang di angguki kedua temannya.
Anne menatap kepergian Rafa yang semakin lama menghilang dari pandangannya.
TBC....
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Figuran ✔
Teen FictionRafa, seorang pemuda pendiam, malas untuk berfikir dan tak punya banyak teman, harus menempati tubuh baru seorang Figuran yang haus akan kasih sayang dalam sebuah Novel yang tak sengaja ia temukan waktu sepulang sekolah. Sialnya, tubuh yang di tempa...