Double up..Rafa memandang Amira yang tengah di tenangkan oleh Bobby, gadis itu berada di pelukan abangnya. Tangan mungil nya di pegang oleh Kenan yang sedari tadi tak pernah pemuda itu lepas.
Rafa baru sadar jika tubuhnya begitu kecil. Wajahnya ga imut-imut amat, ada sangarnya dikit..tetapi tinggi badannya membuat dia kesal setengah mati, dia hanya sebatas bahu Kenan beserta titan lainnya.
Dia dan kedua gadis yang temuinya saja dia masih kalah tinggi . Rafa sebal karena hal ini, dia juga sebal, karena sikap Amira yang terlihat seperti Genta di matanya.
Dia tak menyalahkan Bellona kalau yang dia lihat seperti di depannya ini. Tetapi dia juga tidak peduli pada antagonis itu, dia akan bertindak seadanya saja.
"Tak apa Amira, Bellona berada di mood yang buruk." Bobby mengusap punggung gadis itu, sedangkan Bian tidak berucap. Yang dia lakukan hanyalah memeluk sang gadis.
"Memangnya kenapa Amira sampai menangis seperti itu?" ucapan Rafa yang mulai jengah. Dia mengantuk btw..
"Joe,kau tidak lihat. Bellona tadi membuang makanan dia, tentu saja dia sedih," sahut David.
"Aku tau, aku tidak buta. Yang aku tanyakan kenapa Amira menangis, tadi saja tidak." Bian memandang adiknya. David meringis mendengar ucapan Rafa yang terdengar sarkas di telinganya.
"Lalu kenapa abang memeluknya? Abang pacarannya Bellona atau pacarnya Amira?" Joe memiringkan kepalanya bingung, dia memandang abangnya dengan alis bertaut.
"Bellona," jawab Bian.
"Lalu kenapa Bang memeluk Amira? Bukannya menenangkan Bellona yang marah. Abang tidak boleh egois loh..."
"Kalau abang ga mau sama Bellona, Bellnya buat aku aja Bang," Rafa berujar dengan polosnya. Bocah itu mengundang tatapan gemas dari sekitarnya. Bobby pun tergelak, dia tidak tau jika adik dari bossnya ini sangat blak-blakan.
Yang dia tau, Joe adalah orang yang pendiam dan tak banyak bicara, apa ini merupakan sikap asli dari Joe.
Bian melepaskan pelukannya pada Amira, dia mendekati sang adik dan mengusak rambutnya, "Masih kecil!"
"Aku sudah besar, p*nisku cukup untuk mendorong-"
Kenan menutup mulut Rafa dengan tangannya, dia di tatap tajam oleh ketiga pria yang berada di dekatnya. Rafa bingung, apa ada yang salah dengan ucapannya? Sepertinya sih tidak.
"Kau ingin abang hukum, hm?" kata Bian. Dia memandang adiknya dingin.
Rafa memabalas tatapan dingin Bian malas, "Siapa sih yang ingin di hukum bang. Abang mau?" balasnya.
"Aku sih tidak." Rafa mengangkat bajunya acuh, orang-orang di depannya ini sangat berbeda dengan sebelumnya.
Suasana hatinya sedikit berubah, apa ini efek dari tubuh ini atau dia yang sudah tak memiliki rasa sakit atau rasa peduli terhadap masa lalunya. Dia bahkan tidak peduli dengan apa yang terjadi di kehidupan keduanya atau sebelumnya, yang dia fikir adalah bagaimana caranya agar dia hidup bahagia. Selain itu, tidak ada kamus di kepalanya yang mengharuskan dia mengingat kenangan pahit.
"Joe," dingin Bian.
"Itu namaku." seakan tak memiliki rasa takut, Rafa membalas ucapan Bian. Padahal disekitar Bobby dan David mengeluarkan keringat karena aura yang mencekam.
"Kenan, Emir bawa dia ke dalam." Kenan pun membawa Rafa ke dalam ruangan yang biasa mereka tempati.
"Bukankah seharusnya kita memasuki kelas?" Tanya Rafa, kedua pemuda di depannya ini tak ada yang menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Figuran ✔
Teen FictionRafa, seorang pemuda pendiam, malas untuk berfikir dan tak punya banyak teman, harus menempati tubuh baru seorang Figuran yang haus akan kasih sayang dalam sebuah Novel yang tak sengaja ia temukan waktu sepulang sekolah. Sialnya, tubuh yang di tempa...