4.

62.3K 7.7K 808
                                    

"Seberapa sakit dengan apa yang di rasakan oleh hatimu?" Tubuh Nevan membeku dengan pertanyaan Rafa.

Dia memandang Rafa tajam. "Jangan ikut campur."' berangnya.

Rafa menatap malas Nevan, "Aku hanya bertanya, tidak lebih."

"Lalu jika aku menjawab iya, kau mau apa? Mengasihaniku? Kau sama saja dengan orang lain! Aku benci tipe orang sepertimu!" marah Nevan.

Rafa meminum jusnya santai, "Aku bertanya untuk melihat keadaan hatimu. Mengasihani dirimu? Aku cukup kasihan dengan kisah hidupku, aku tidak punya waktu untuk hal merepotkan seperti itu."

"Aku hanya ingin berkata, berhenti berharap sesuatu yang tak pasti. Sesuatu yang merusak dirimu secara perlahan. Masa depanmu masih panjang, jika kau tetap berharap pada sesuatu hal yang mustahil kau dapatkan, lebih baik berhenti. Kau akan mati muda." Rafa mengangkat bahu acuh. Dia segera berdiri.

"Bukan tubuhmu, tetapi mentalmu yang mati. Jiwamu kosong, dan hatimu sudah hancur. Hidup seperti itu, kau akan berfikir jika mati lebih baik."

Rafa pergi setelah berucap seperti itu. Hatinya sedikit sesak mengucapkan hal yang sudah ia alami saat ini. Dia hanya tak ingin Nevan juga mengalami hal yang sama dengannya.

"Tau apa dia tentang rasa sakit!" Nevan mengepalkan tangannya kuat, hingga kukunya memutih.

Saat akan melewati meja Aderfia tak sengaja, bakso panas yang sudah di bumbui jatuh mengenai lengannya. Dia tak bergeming, dia hanya menoleh ke arah Genta yang terkejut.

Nevan menoleh kebelakang, apa yang telah terjadi, matanya tak bisa berhenti menatap Rafa.

"M-maaf hikss maaf aku tidak sengaja maafkan aku," isak Genta. Rafa mengangkat alisnya ke atas.

"Genta tak apa, kau tidak sengaja bby, ssstt sudah jangan menangis. Dia tak apa-apa," ujar Raymon menenangkan adiknya.

Carlos menatap adiknya khawatir, tetapi tubuhnya tak mau berdiri untuk sekedar membantu. "Aku penasaran..."

Semua nata tertuju pada dirinya, "Jika dia yang berada di posisiku, apa kau akan memaafkan orang yang telah menyiraminya dengan kuah panas. Sengaja atau tidak?"

"Tentu saja aku tak akan memaafkannya!" ujar Raden dengan lantang.

"Lantas, bagaimana denganku? Saat ini, itulah posisiku." Raden dibuat bungkam.

"Boleh saja kalian melindungi seseorang, itu bagus. Tetapi menjadi egois dan serakah yang merugikan orang lain itu adalah sampah," sarkas Rafa.

"Aku yang terluka, dia yang menangis. Kau sebagai abangnya, bukannya meminta maaf malah dengan seenak hati membelanya. Apa hak asasi manusia hanya berlaku pada yang bergelimang harta dan yang berkuasa? Sungguh miris."

Semua mendengar perkataan Rafa, semua di buat bungkam olehnya. Rafa sendiri tidak terlalu memperdulikannya, dia berjalan dengan tangan yang memerah.

Rafa tidak meringis sedikit pun, kata jika dia terbiasa dengan rasa sakit bukanlah hal candaan, karena pada dasarnya itu adalah kebenaran.

Di tengah jalan, tangannya di cekal oleh seseorang, dia adalah Nevan. Nevan membawa Rafa ke UKS, Rafa mengikuti Nevan dengan tenang.

Nevan dengan telaten membasuh kulit Rafa yang memerah. Sangat kontras dengan kulit putih Rafa.

"Euhm ini tidak sakit?" tanyanya. Nevan heran, bocah di depannya ini sama sekali tidak meringis atau mengeluh sedikitpun.

Rafa menggeleng, dia merasa deja vu. "Aku sudah terbiasa. Rasa sakit seolah menjadi temanku."

Just Figuran ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang