38. Kita Sama-Sama Lelah

530 65 3
                                    

Setelah sampai dikediamannya, ayla pamit pada papanya untuk ke kamar terlebih dahulu. Jaehyun yang melihat raut wajah lelah ayla hanya mengangguk kan kepalanya.

Chup

"Tidur yang nyenyak ya sweetie" Kecup jaehyun sebelum sang anak pergi.

"Eum.." Balas ayla dengan senyum tipisnya.

Sesampainya di kamar, badan ayla langsung luruh ke bawah. Pandangannya terlihat begitu kosong menatap ke arah depan. Tangannya yang gemetar secara perlahan mulai membungkam mulutnya. Isak tangis tak dapat dibendung lagi dari kedua matanya.

Kejadian hari ini begitu tiba-tiba tanpa persiapan membuatnya seolah terlihat seperti orang bodoh. Angan yang selama ini ia bangun sebaik mungkin, runtuh seketika dalam hitungan detik tanpa mengatakan salam dahulu padanya.

Ia tahu betul bahwasanya perceraian disebuah keluarga sangat minim untuk dipersatukan kembali, namun dirinya yang memiliki keyakinan akan hal itu malah membuatnya memiliki ekspektasi yang tinggi tanpa menimang dampak dibaliknya.

Melihat reaksi keluarganya yang seperti itu ketika dipertemukan dengan sang mama membuatnya yakin bahwasannya ia harus berhenti sampai sini. Ia juga sadar ketika ia berjuang seorang diri tanpa sebuah dukungan juga hal yang percuma.

Dirinya saat ini menerawang jauh kebelakang, melihat moment sebelum kehancuran datang pada keluarganya. Membandingkan masa dulu dengan masa sekarang adalah hobi barunya.

Dirinya ingat betul ketika ia masih memiliki seorang mama, kedua kakaknya selalu saja usil dengan dirinya. Entah mengganggunya ketika sedang bermain, menonton tv, atau hal lainnya sampai membuatnya menangis dan berakhir mengadu pada orang tuanya. Namun lihat lah masa kini, hal itu tak dapat dirasakan lagi.

Sekarang moment itu berbeda, yang ada sekarang hanya kedua kakaknya yang selalu mengalah dan menuruti kemauannya, sudah tidak ada kata mengganggu dalam benak mereka. Hanya ada kata menjaga dan melindungi saja dalam kamus mereka.

Bukannya ia tidak bersyukur mendapatkan hal itu, namun rasanya ia sedikit merindukan moment itu. Hidupnya sekarang terasa sangat monoton karena apapun yang ia lakukan harus selalu dalam pengawasan keluarga.

Ia tak mengerti harus berekspresi apa saat ini. Hanya ada kebingungan, rasa bersalah, kebencian, rasa syukur, kebahagiaan dan kesedihan yang bercampur menjadi satu. Ia tak paham ia sekarang dalam kondisi seperti apa. Ia terus saja berpikir sampai sebuah ketukan pintu terdengar.

Tok..Tok..

Criett..

Dirinya tak ada niatan untuk menoleh kearah pintu untuk melihat siapa yang baru saja membuka pintunya. Rasanya sekarang ia sangat lelah, tak ingin diganggu oleh siapapun.

Sedangkan jaemin yang melihat sang adek dengan wajah sedihnya hanya bisa berdiam diri diambang pintu. Kakinya terasa keluh untuk sekedar melangkah menghampiri ayla.

Dirinya baru melangkah ketika melihat sang adek menelungkup wajahnya dikedua lututnya. Bahunya terlihat jelas bergetar yang menandakan pertahanan diri sang adek luruh. Dirinya segera melangkah mendekat dan mendekap sang adek dengan begitu sayangnya.

"Hari ini adalah hari terburuk ayla kak..hiks" Ucap ayla disela pelukan jaemin.

"Ssttt...gak boleh ngomong kayak gitu" Ucap jaemin seraya mengeratkan pelukannya.

"Gak ada yang namanya hari buruk di dunia ini ayla, kita harus selalu menerima semua yang telah terjadi dalam hidup kita, seburuk apapun itu bagi kita, kita harus mensyukurinya" Imbuhnya dengan ayla yang terus saja menangis dalam dekapannya.

Jung FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang