✍ sembilan belas

131 24 8
                                    

note:
it's been a loooooong time.

Keesokan harinya, begitu Hangyul bangun dari tempat tidur, sosok Yohan sudah sirna dari tempatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Keesokan harinya, begitu Hangyul bangun dari tempat tidur, sosok Yohan sudah sirna dari tempatnya. Biasanya Hangyul lah yang selalu hilang terlebih dahulu dari tempatnya, namun hari ini sepertinya Yohan sudah mulai ingin menyaingi jam bangun Hangyul.

Seperti pagi biasanya, Hangyul keluar dari kamar sembari membawa handuk, sekalian mandi dan bersiap untuk pergi ke café.

Tak bisa Hangyul pungkiri jika hatinya masih merasa curiga dengan tingkah baik Silvia. Tak ada salahnya jika manusia berbuat baik, tapi ya apa ada orang yang rela menghamburkan uang yang jumlahnya lebih dari puluhan juta hanya untuk menolong orang lain?

Jika dipikir lagi, akan wajar kalau Hangyul punya hubugan darah dengan keluarga Choi. Tapi, sayangnya dia maupun Yohan tak ada hubungan apapun yang bisa mengikat darah mereka dengan Silvia.

GLUDAK!

Hangyul yang sedang sibuk keramas langsung pasang mode siaga, dengan matanya yang masih tertutup karena takut terkena busa dia membalikkan badan. Sungguh, saat keluar kamar tadi keadaan apartemen sangat sepi.

“SIAPA TUH?!!” Serunya dengan keras, sampai bisa buat tutup closet bergetar.

“GUAN, BANG! MAAP YA NGAGETIN!”

Suara Guanlin yang ngebass dari luar kamar mandi pun buat Hangyul bisa kembali bernapas lega. Namun dia jadi buru-buru membilas kepalanya, sungguh, hati Hangyul belum bisa selega itu.

Dengan celana kolor pendek dan kaos abu-abu oblongnya Hangyul perlahan membuka pintu kamar mandi, diam-diam mengawasi sekitar yang kini kembali sunyi redam.

‘Adeknya Silvi kemana?’ Tanyanya dalam hati. Jelas sekali kalau tadi yang membalasnya dari luar suara Guanlin.

TIRIRIRIRIRIII—!!

Hangyul terlonjak kaget untuk yang kedua kalinya, handuk yang ada di pundak kini ia genggam sebagai alat ganti senjata.

Dia melihat ke arah telpon rumah di atas meja samping sofa ruang santai. Membiarkan telpon tersebut berdering cukup lama. Dia menunggu ada orang lain yang datang untuk menjawab panggilan tersebut. Mencari tanda-tanda kehidupan di apartemen selain dirinya.

Hangyul benar-benar tak bergerak dari tempatnya sampai dering telepon rumah tersebut berhenti. Di sini dia pun sudah mulai paham, mungkin saat ini, yang ada di apartemen ini hanya dirinya sendiri.

Aneh, sungguh aneh. Bagaimana bisa orang-orang lain yang tak seperti dirinya sudah pergi sepagi ini?

Hangyul melangkah pelan, sebelah tangan menutup perlahan pintu kamar mandi. Berusaha untuk tak membuat suara.

Dia berjingkat menjauh dari kamar mandi, hendak kembali ke kamarnya juga Yohan.

“Ngapain deh jalan mindik-mindik gitu? Kaya maling.” Tegur Silvia yang entah sejak kapan sudah berada di area dapur.

SEWA SEHARI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang