Jam tutup cafe sudah tiba, semua karyawan termasuk Silvia ikut membereskan cafe. Setelah semuanya tuntas, satu persatu karyawan Silvia mulai berpamitan pulang, termasuk Silvianya sendiri. Dia pamit ke Yohan dan Hangyul.
“Kalian pulang aja duluan, gue ada janji sama temen.” Ucap Silvia ke dua karyawan yang juga menumpang di tempatnya tinggal.
Yohan mendelik. “Eh?! Kok gitu?? Gue sama Hangyul aja nggak punya kunci apartemen lo!”
Silvia tampak sibuk dengan ponselnya. “Nanti gue kirimin kodenya, kalian pulang aja duluan. Gue pergi dulu.” Begitulah Silvia, tanpa ingin menunggu persetujuan dari orang yang ia ajak bicara, perempuan itu sudah terlebih dahulu pergi. Buat Hangyul menggerutu tak suka.
“Sumpah deh, kita tuh sebenernya harus sampai kapan sih Yo hidup kaya gini? Udah numpang, harus kerja sama dia cuma gara-gara utang 300 juta.”
Yohan memukul lengan Hangyul dengan keras. “300 jeti dibilang cuma! Sekaya apa sih keluarga lo sampai begituan dibilang 'CUMA!'.” Yohan dengan ngototnya, bahkan sampai ludahnya muncrat-muncrat.
Hangyul melirik dingin Yohan. “Lo mau gue pinjemin 150? Terserah mau lo balikin kapan, dicicil juga gapapa. Risih sumpah tinggal sama cewek, gue nggak bisa ngapa-ngapain.” Tawar Hangyul serius.
Yohan mengernyit, menatap Hangyul serius. “Emang lo mau ngapain?”
Kita tinggalkan Yohan dan Hangyul berserta obrolan mereka, dan mari berpindah pada Silvia yang pamit pergi sambil terus melihat ponselnya.
Di sini kita akan mengikuti Silvia yang ternyata akan bertemu dengan mantan pacar Silvia yang sebenarnya. Mantan pacar yang baru kembali dari luar negeri setelah tuntas menimba ilmu.
Bukan reuni, namun hanya pertemuan biasa. Jika bukan si mantan yang mengajak duluan, tak mungkin juga Silvia pergi padahal sudah tahu ini sudah hampir larut malam. Menurut Silvia sih jam sembilan sudah hampir larut.
“Silvi.” Senyum sang mantan ketika melihat sosok Silvia yang baru sampai di depan tempat mereka janjian.
“Serim.. Kok nggak masuk?”
“Hehe, nungguin kamu. Kamu udah makan?”
“Mending minum kopi aja deh, jam segini makan..”
Serim tersenyum. “Oh iya, udah kemaleman ya? Ya udah, kita ngobrol sambil minum kopi aja. Eh? Tapi kan udah malem, emang.. Gapapa kamu minum kopi? Nanti kalau nggak bisa tidur?”
Silvia menggeleng. “Gapapa kok.”
Park Serim
— sewa sehari —
“Gila, kita ngapain sih harus nungguin dia? Dia kan udah gede, lagipula ini juga rumah dia, kan? Nggak mungkin lah dia lupa kode rumahnya sendiri.” Protes Hangyul yang sudah mengantuk parah.
“Bentar dong, Gyul. Dia cewek lho, ini udah mau jam 12 malem, tapi dia belum balik-balik. Wajar dong kalau gue khawatir? Gue juga punya adek cewek soalnya.” Balas Yohan yang tetap kukuh ingin menunggu Silvia.
“Lo suka ya sama si Silvi?” Curiga Hangyul.
“Ya gak gitu juga, Gyul. Lo nggak denger ya tadi gue ngomong apaan? Gue punya adek cewek, jadi wajar kalau gue khawatir kaya gini. Cewek nggak seharusnya belum sampai rumah selarut ini.”
“Lagian tadi kan dia udah bilang mau ketemu sama temennya. Toh dia juga bukan anak kecil, bukan ABG juga, gak usah berlebihan gini deh.”
“Lo kalau mau tidur, ya udah, tidur aja dulu sana, gue masih mau nungguin Silvi. Perasaan gue nggak enak.”
“Kebelet boker kali lo makanya nggak enak.” Jawab Hangyul dengan asal.
“Iya kali. Gue dari tadi nahan kentut soalnya.” Balas Yohan dengan polosnya.
“Gak bermutu emang ngomong sama Joseph. Gue tidur duluan.”
“Oke. Gue mau boker sebentar.”
◦◦◦◦◦
Saturday, April 4, 2020
NOTE:
Ooh, ternyata Silpi pernah pacaran...
KAMU SEDANG MEMBACA
SEWA SEHARI ✓
Fanfiction❝Lo tau gak di mana gue bisa sewa cowok?❞ Started: 5 November 2019 Ended: 6 Juli 2022 Copyright © shilaviox