✍ delapan

3.8K 759 60
                                    

“Kamu, kenapa mau disuruh anak saya untuk pura-pura jadi pacarnya?”

Silvia yang melihat ibunya tengah mengajak bicara sosok Hangyul, dia pun dengan secepat kilat berlari mendekat dan memegang pundak sang ibu.

“Hangyul mantan aku, Mi. Makanya aku minta tolong dia buat jadi pacar bohongan aku.”

Kenapa dia harus melontarkan kebohongan lainnya seperti ini?

Kebohongan yang berhasil buat bukan cuma Hangyul saja yang mendelik, tapi Yohan juga ikutan mendelik kaget.

Tiffany menoleh, menatap tajam putrinya. “Beneran mantan? Beneran kalian pernah pacaran?”

Silvia dengan cepat mengangguk.

“Berarti kamu masih ada rasa dong sama dia makanya sampai minta tolong biar bantuin kamu bikin Mami batalin perjodohan kamu sama Sihun?” Mata Tiffany memincing.

“Y-ya—”

“Kalau gitu kenapa nggak balikan aja? Kalau kalian berdua balikan, Mami mungkin bisa janji nggak akan jodoh-jodohin kamu sama temen anaknya Mami. Mami juga lumayan tertarik sama latar belakang keluarga dia.”

Satu flashback singkat bagi kalian yang heran kenapa duo Han masih tinggal di kediaman Silvia.

Sekarang status Hangyul di mata Tiffany sudah berubah menjadi mantan dari anak tengahnya yang bekerja di cafe milik suaminya.

Dan Yohan, dia cuma dikenalkan sebagai teman dari Hangyul. Ya memang mau dikenalin sebagai apa lagi?

“Mami bilang Kakak nyuruh mantan Kakak buat jadi pacar bohongannya Kakak? Iya? Yang mana, Kak?” Tanya Guanlin sambil memakan burger yang baru sampai lima menit yang lalu.

“Guan kok nggak pernah tau ya kalau Kakak pernah punya pacar?” Lanjutnya, melirik dua abang-abang dengan kaos putih yang juga tengah sibuk memakan burger masing-masing.

“Kalau makan nggak boleh ngomong, Guan. Nggak sopan.”

“Keselek iya.”

Silvia menghela napas berat. “Diem, Guan.” Perintahnya, buat Guanlin merapatkan bibir dan memberikan tanda oke pada Silvia dengan tangannya.

“Kalian jadi, kan kerja di cafe?” Tanya Silvia ke Hangyul dan Yohan.

“Kalau diterima ya jadi.” Jawab Hangyul.

“Kalian gue terima—”

Guanlin menepuk lengan si kakak, buat Silvia berhenti bicara dan menoleh ke adiknya yang entah kenapa dari tadi ngeselinnya nggak ketulungan. “Kenapa sih?!”

“Katanya kalau makan nggak boleh ngomong?”

“Kamu yang nggak boleh ngomong. Kalau Kakak sih bebas. Udah, lanjut makan sana, habis itu pergi.”

“Dasar, selfish.”

Silvia melengos, kembali melihat duo Han di depannya. “Kalian gue terima. Besok mulai kerja, hari ini gue masih males buat ke sana. Takutnya si Mami masih kontrol dadakan di sana.”

“Tapi gaji kita nggak disetorin ke—heuk!”

Hangyul langsung menyiku perut Yohan. Menoleh dan mendelik ke Yohan yang mau protes. Manik hitam Hangyul melirik menunjuk ke arah Guanlin, kode buat tutup mulut karena di sini ada adeknya Silvia.

Guanlin, tanpa rasa curiga tetap memakan makanannya. Ya mau gimana lagi? Tadi udah disuruh diem, kan sama kakaknya? Dia mah mana bisa bantah omongan si Kakak?

Lemah Guanlin tuh kalau udah sama Silvia.

“Oh iya, Guan, Bang Suho..” Silvia melihat ke si adik.

SEWA SEHARI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang