40. Alarm Peringatan

648 33 1
                                    

"Hoooam!"

Tidak seperti biasanya, kala itu ketika hari baru menunjukkan jam sepuluh pagi, Leony merasakan kantuk yang teramat berat mendera dirinya. Membuat ia menguap berulang kali. Terlalu sering. Hingga pada akhirnya menimbulkan genangan air di kelopak matanya.

Dan tak hanya itu, rasa kantuk yang Leony rasakan pun diikuti oleh rasa letih di pundaknya. Hal yang mengherankan untuknya. Karena ya ampun. Baru dua jam ia duduk di depan komputer. Tapi, Leony berani bersumpah bahwa rasa pegal yang ia rasakan persis sama seperti pegal yang ia alami kalau sudah melewati sepuluh jam di depan komputer.

Ehm ... aneh sekali.

Bisa memperkirakan bahwa rasa kantuknya akan semakin berat, Leony pun tak ingin mengambil risiko. Tak menunggu lebih lama lagi, ia pun lantas bangkit dari duduknya. Beranjak dari balik kubikelnya dan menuju ke pantry.

Semula Leony berniat untuk membuat secangkir kopi. Namun, ketika ia akan menambahkan satu sendok makan lagi ke dalam cangkirnya, barulah ia teringat akan pesan dokter Yusnida di awal-awal konsultasinya. Ketika ia yang mengeluh mual, diberikan beberapa nasihat seputar makan dan minumnya.

"Untuk kafein, entah itu kopi ataupun teh, hendaknya ibu bisa menjaga asupan hariannya. Usahakan jangan terlalu banyak. Maksimal sehari itu dua cangkir kopi. Ya ... walau ada ibu hamil yang kandungannya kuat dan bisa minum lebih dari dua cangkir, lebih baik kita cari aman, Bu. Karena tidak semua janin itu sama kuatnya. Juga fisik tiap ibu hamil itu berbeda."

Dan kali ini, Leony pun tidak ingin mengambil risiko. Alih-alih menuruti kehendak dirinya minum secangkir penuh, Leony justru menabahkan hati dengan membuat setengah cangkir saja.

Beralih mengambil toples gula, Leony lantas mendengar suara langkah seseorang. Membuat ia memalingkan wajahnya dan mendapati ada Sony yang masuk pula ke pantry. Leony tersenyum, menyapa.

"Mau buat apa, Son?"

Tak langsung menjawab pertanyaan Leony, Sony justru menghampiri cewek itu. Melirik pada cangkir Leony yang berisi serbuk kopi hitam di dalamnya.

"Ehm ...," dehem Sony kemudian. "Mau buat kopi juga sih." Sony menjawab seraya mengangkat kembali wajahnya. Kali ini melihat pada Leony. "Bawaannya ngantuk mulu dari tadi."

Entah mengapa, tapi bagi Leony itu cukup menggelikan. Hingga ia terkekeh. "Sama. Aku juga ngantuk banget dari tadi. Apa mungkin karena cuaca hari ini ya? Mendungnya kayak yang menghadirkan aura malas gitu. Hehehehe."

Tersenyum geli, Sony mengangguk sekilas. "Ehm ... keberatan kalau aku numpang secangkir?"

"Ah ...."

Leony melirih dengan salah tingkah. Merasa seharusnya dirinya menawarkan terlebih dahulu sebelum Sony meminta. Ehm ... etika rekan kerja.

"Boleh boleh," kata Leony kemudian. "Bentar aku buatkan juga."

Maka setelah mendapat jawaban itu, Sony pun tak mengatakan apa-apa lagi. Diam saja. Mengamati bagaimana tangan Leony yang luwes mulai meracik minuman bewarna hitam pekat itu. Hingga kemudian, ketika air panas telah memenuhi cangkirnya dan Leony mengaduk dengan perlahan, aroma wangi itu pun menguar di udara. Seolah menjanjikan kenikmatan untuk sesapannya yang pertama.

"Nih, kopinya udah siap."

Leony menyerahkan kopi Sony. Dan ketika cangkir itu berpindah tangan, Leony beralih pada miliknya sendiri. Berencana untuk langsung membawa kopinya kembali ke kubikel, Leony justru mengerjapkan mata saat mendapati bagaimana Sony dengan cekatan meraih cangkirnya.

"Aku bawain ke meja," kata Sony. "Itung-itung bayaran buat kopinya."

"Hehehehe. Makasih kalau gitu."

Tak menolak tawaran Sony, Leony pun lantas membiarkan cowok itu untuk turut membawa kopinya. Bersama-sama, mereka berdua keluar dari pantry. Menuju ke kubikel Leony terlebih dahulu, untuk kemudian Sony menaruh cangkir kopi Leony di mejanya. Dan Leony pun mengucapkan terima kasihnya.

POSITIF! 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang