60. Sesak Peringatan

665 33 0
                                    

Bersembunyi di balik dinding, berjarak dalam angka yang lumayan dengan satuan meter, Leony berusaha untuk bisa mengira-ngira. Hal apa sebenarnya yang tengah dibicarakan oleh dua cowok dewasa itu. Namun, tentu saja ia tidak bisa mendengar apa pun. Hingga kemudian, alih-alih berharap bisa mendengar maka ia pun mengubah upayanya.

Kali ini Leony memfokuskan indra penglihatannya pada bibir Eros. Mencoba untuk membaca gerak bibir cowok itu. Dan entah mengapa, mendadak seperti ada suara Eros yang menggema di benaknya. Tepat ketika ia kembali bicara pada Sony.

Leony itu istri aku.

Dahi Leony seketika berkerut. Sedikit meragukan kesimpulan yang ia pikir saat itu. Tapi, melihat pada ekspresi wajah Sony, ehm ... bisa saja memang itu yang Eros katakan padanya.

Dan ketika Leony menunggu, bersiap untuk mencoba menerka pembicaraan lainnya, mendadak saja hidungnya menangkap aroma lezat. Yang ajaibnya, tercium dengan begitu familiar di sensor sarafnya.

Nasi goreng seafood.

Benar saja! Ketika Leony menoleh ke belakang, ia mendapati seorang pelayan tampak membawa satu nampan. Berisi dua piring nasi goreng seafood. Dilengkapi oleh segelas es teh lemon dan es teh biasa.

Astaga!

Mata Leony seketika membesar. Karena ia tau dengan pasti pesanan siapa itu. Maka tanpa aba-aba, ia pun segera mengadang pelayan tersebut.

"Mau diantar ke meja nomor tiga belas ya, Mbak?"

Pelayan itu terkejut ketika mendapati Leony tepat di hadapannya. Beruntung rasa kagetnya tidak membuat tangannya silap menahan nampan makanan tersebut.

"I-i-iya, Mbak. Ada apa ya?"

Leony mengembuskan napas panjang. Merasa lega karena berhasil mencegat pelayan tersebut. Dan ia pun menjawab.

"Mending jangan antar sekarang deh, Mbak. Soalnya bukan apa. Mbak bisa liat kan gimana aura di meja itu kayak aura kuburan?"

Dooong!

Pelayan terbengong. Tapi, mau tak mau refleks dirinya membuat ia berpaling. Melihat ke meja tersebut. Beberapa detik seraya dahinya yang makin lama perlahan mengerut. Karena ia bisa melihat wajah kedua cowok itu dalam ekspresi tegang dan keras. Dengan mata tajam yang saling menatap satu sama lain. Nyaris tanpa kedip.

Untuk hal tersebut, Leony meringis.

"Jadi, ketimbang Mbak kena semprot, mending tunda dulu deh ngantar makanannya, Mbak," kata Leony kemudian. "Daripada Mbak yang jadi sasaran kan?"

Raut wajah pelayan itu langsung berubah. Tampak ngeri. "A-a-apa saya harus manggil satpam aja, Mbak?"

"E e eh. Nggak usah. Nggak usah panggil satpam. Lagian, nggak bakal terjadi pertumpahan darah kok. Dijamin."

Hanya saja, Leony bisa melihat bagaimana sorot di mata pelayan itu yang seolah meragukan dirinya. Mendorong ia untuk menjelaskan apa yang tengah terjadi di meja bernomor sial itu.

"Itu yang cakep itu suami saya. Nah, yang kurang cakep itu teman kerja saya."

Mata pelayan mengerjap sekali. Tentu, berdasarkan pengamatan singkatnya tadi ketika menerima pesanan, ia pun tau mana suami dan mana teman kerja yang Leony maksud. Tapi, cakep?

Pelayan mengembuskan napas sekilas. Tidak bermaksud kurang sopan, tapi di benaknya ia berpikir.

Perasaan cakepan teman kerjanya deh.

Namun, ketimbang mempermasalahkan soal siapa yang lebih tampan, pelayan itu justru tertarik dengan penjelasan Leony selanjutnya.

"Nah, jadi begini ceritanya. Teman kerja saya itu naksir saya, Mbak."

POSITIF! 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang