24. Perubahan Dimulai

924 47 0
                                    

Rencananya, sepeninggal Eros yang akan memasak tempe dan tahu goreng untuknya, Leony ingin beristirahat sejenak. Seperti yang dikatakan cowok itu tadi, ia tidak boleh sedih. Khawatir kalau itu akan berdampak buruk pada janin mereka. Maka Leony pun lantas bersandar di kepala tempat tidur. Mengusap perutnya berulang kali seraya berbicara tiada henti.

"Apa? Nungguin tempe dan tahu goreng masakan Papa ya? Ehm ... sama dong. Mama juga nungguin."

Lantas, senyum Leony yang sempat merekah mendadak pudar kembali. Tepat setelah ia mengatakan itu, ia merasakan matanya yang kembali memanas. Hingga ia perlu emngipas-ngipasi wajahnya. Berusaha agar ia tidak kembali menangis.

"Ya ampun. Dokter Yus emang ngomong jangan heran kalau emosi aku naik-turun. Tapi, ini bukan lagi naik-turun. Ini mah namanya jungkir balik nggak keruan."

Leony mengusap genangan air di kelopak matanya. Tidak ingin membiarkan buliran itu kembali menjatuhkan diri di pipinya.

"Jangan nangis, Ny. Ntar kalau Eros liat gimana? Ntar dia nggak jadi lagi gorengin kamu tempe dan tahunya."

Menarik napas dalam-dalam, Leony lantas beringsut pelan di tempat tidur. Berbaring dengan harapan itu akan sedikit menenangkan dirinya. Seraya terus berbisik pada dirinya sendiri.

"Jangan sedih. Nggak boleh buat Dedek jadi kepikiran di dalam sana."

Leony masih mengusap perutnya kembali. Teringat akan sesuatu yang belum sempat ia katakan pada bayinya.

"Dedek jangan sedih. Mama nangis bukan karena sedih. Tapi, karena Mama senang ada Dedek di sini," bisiknya lembut. "Mama dan Papa sayang sama Dedek."

Dan mungkin itulah yang dibutuhkan Leony saat itu. Ia perlu mengungkapkan perasaannya pada satu kejutan yang semua tidak ia harapkan, tapi seiring waktu berlalu mendadak saja ia merasakan kasih sayangnya untuk janin yang masih ia kandung. Alamiah sekali. Karena sejatinya tak akan ada manusia yang bisa mengabaikan keajaiban makhluk kecil itu.

Berlama-lama menghabiskan waktu dengan membisikkan kata-kata lembut pada janinnya, Leony teringat pada pesan dokter Yusnida.

"Sering berinteraksi dengan bayi selama masa kandungan itu bagus. Walau kandungan masih kecil, tapi ia pasti bisa merasakan semua yang orang tuanya katakan. Yang Ibu rasakan. Karena bukannya apa, Bu. Kalau Ibu stres, ibu pun bisa melihat dampaknya pada bayi. Tidak jarang kram terjadi karena Ibu yang stres. Jadi, sering-seringlah berinteraksi positif selama kehamilan."

Hingga kemudian, mungkin karena lelah lantaran menangis dan juga rasa kenyang yang ia dapatkan dari makan bersama Eros tadi, Leony merasakan matanya yang memberat. Ia berusaha untuk bertahan, tapi ia justru menguap berulang kali. Rasa kantuk itu seperti menggelayut di kelopak matanya. Dan tak butuh waktu lama, pada akhirnya kesadaran Leony pun menghilang.

Leony tidak tau sudah berapa lama ia tertidur. Yang pasti ada sesuatu yang terasa mengganggu kenyamanan hidungnya. Membuat ia mengernyitkan dahi, bahkan sebelum matanya membuka. Namun, ketika pada akhirnya Leony memutuskan untuk benar-benar bangun, ia pun menyadari berasal dari mana aroma yang meresahkan indra penciumannya itu.

Adalah dada Eros yang menjadi hal pertama yang Leony lihat. Dan matanya langsung tertuju pada kaus Eros yang sedikit tampak berbeda di sana. Ia pun ingat. Bahwa tadi ia sempat menangis di pelukan Eros. Air matanya pasti membasahinya dan lantas mengering dengan sendirinya. Menghadirkan aroma yang –ajaib sekali- terendus oleh hidungnya.

Leony mengernyit. Kala itu entah mengapa ia seperti menyadari sesuatu. Karena jelas, kehamilan membuat tubuhnya berbeda belakangan ini. Dari yang tidak nafsu makan, malas bergerak, hingga sering pingsan.

POSITIF! 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang