Today, Now or Never #4

48 14 0
                                    

Clark dan Andai, 2025

Rahasia sama artinya menyembunyikan hal terlarang. Dan terlarang bagi seorang suami, membiarkan istrinya tahu, soal janji temu dengan seorang dari masa lalunya. Siapa pun dia itu. Apalagi bila orangnya Brenda Samiadji. Sungguh sangat celaka, karena istrinya pencemburu buta. Kekurangan kecil di balik segala keunggulan yang dipunyai Andai, seorang istri yang berusaha sempurna di mata suaminya itu.

"Ah, bukan. Itu bukan ..." Clark merasakan, mungkin sekadar ilusi, tas selempang yang memuat surat undangan itu memberatkan pundaknya.

"Matamu, Clark. Matamu tak bisa dusta. Ikterus. Matamu kekuningan. Kadar bilirubinmu meninggi lagi, kan?"

"Hah? Mataku kuning?" Clark sekadar berkata-kata kosong agar tak nampak berbohong. Betul juga. Ada satu lagi rahasia yang tak diketahui Andai Andarani, istrinya. Tentang yang satu itu. Sejak dulu Clark tahu bagian tubuhnya tidak sehat. Sang istri tak tahu banyak, hanya sedikit yang ia tahu soal hati Clark. Hati dalam artian liver, juga hati dalam pengertian heart yang menunjuk perasaan terdalam seorang manusia.

"Jujurlah, Clark. Dokter Harahap bilang apa sama kamu? Tempo hari kamu konsultasi, kan? Terus kamu ada dikasih obat sama beliau?" Andai mencecar kian dalam. Sang suami adalah rahasia dalam pernikahan mereka. Teka-teki yang tak dapat dirumuskannya, baik dalam bentuk perkataan maupun cinta yang berbalas.

Clark baginya adalah Kelak. Waktu akan datang yang masih jadi misteri bagi kebanyakan orang. Hanya segelintir manusia ciptaan-Nya, yang punya kesanggupan, karunia mata ketiga untuk menerawang masa depan secara samar-samar. Bahkan cenayang, paranormal, ahli nujum sekalipun, tak selalu mampu meramalkan hari mendatang tegas-tegas. Bila semua malapetaka dunia dapat diramalkan, bukankah begitu banyak orang yang terselamatkan nyawanya?

Lihat, suaminya masih tak menjawab. Clark yang bibirnya merekah, sedikit berkomat-kamit dalam kondisi kering, pucat pasi, dan pecah-pecah. Sejak dulu, Andai rajin membelikan pelembab bibir goji berry untuk sang suami. Lantaran saat dipulas, lip balm itu memberi efek warna merah dadu, Clark hanya memakainya sesekali saja. Akhirnya Andai yang memakainya sampai habis, sedang Clark sendiri berdalih, permen karet mint kesukaannya bisa juga melembabkan bibir.

"Oh, obat ya?" Akhirnya Clark menjawab juga pertanyaan Andai. "Cuma resep vitamin penguat liver, Bey. Kata Dokter Harahap, kondisiku cukup fit, kok." Secara naluriah, Clark meraba bagian bawah tulang rusuk, pada sisi kanan perutnya. Di situlah organ liver bersemayam.

"Jangan lupa ditebus resepnya, lalu diminum obatnya, Clark. Sesibuk-sibuknya kamu di kedai teh, gak boleh lupakan kesehatan, ya."

Cuma anggukan kecil. Janji hampa yang disampaikan Clark, agar istrinya itu terhibur hatinya. Maafkan dustaku, Andai. Clark dalam hatinya menyesali, pengecutnya ia, yang tak mampu berbicara sejujurnya pada sang istri, perempuan yang sudah dinikahinya dua belas tahun terakhir ini, juga ibu bagi bakal buah cinta mereka.

"Kamu juga, Bey. Jaga anak kita baik-baik, ya." Clark menyentuh perut istrinya, amat ringan, sebelum menarik kembali sentuhannya, ragu-ragu.

Aroma tubuh Andai selalu menyenangkan. Harum musk dipadukan wewangian earthy dan minty yang bersenyawa. Sepertinya ada setitik bebauan abrikos dan mawar Inggris nan klasik. Clark tak jenuh membaui aroma sang istri, termasuk masakannya yang serba pas-pasan. Pas asamnya, pas manisnya, pas pedasnya, pas asinnya, dan tentunya, pas pula kelezatannya.

"Siang ini aku gak makan di rumah ya, Bey. Ada klien yang minta ketemu di restoran. Sampai nanti sore, Bey. See you." Clark berpamitan seriang yang ia bisa. Melewatkan makan siang yang dimasak sang istri, sesungguhnya cukup berat baginya. Apa boleh buat, urusannya dengan masa depan mungkin akan lebih penting daripada mengenyangkan perut.

Tomorrow Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang