The True Story of Yesterday #18

15 8 0
                                    

Clark dan Andai, 2022

Aroma dapur rumah Clark selalu menyenangkan. Semerbaknya masakan Andai, sentuhan ajaib istri yang telaten, kerinduan bagi suami yang beruntung memperistrinya. Sebagai suami, ia selalu mengingat wangi di dapurnya yang hangat. Amat jarang Clark mau menyantap makanan di luar rumah. Berpetualang kuliner hanya cerita masa lalu. Istilah Clark jajan makan enak. Sebetulnya berburu menu junkfood yang dilarang keras Andai, sang istri yang menganut gaya hidup bersih dan sehat.

Sebagai arwah, Clark dapat tajam-tajam membaui aroma oregano, daun basil, kunyit, kayu manis, rosemary, dan last but not least, bawang putih yang disenangi Andai meskipun Clark "sedikit" tak menyukainya. Andai berkelakar, boleh jadi Clark adalah keturunan drakula yang kebetulan kulitnya kuning langsat agak kepucatan.

Dapur yang dilihat arwah Clark sama seperti sediakala. Andai sang ratu dapur ada di sana. Pukul delapan tiga puluh di pagi hari. Clark baru saja berangkat, mengelola kedai teh untuk menafkahi keluarga kecilnya. Keluarga sangat kecil, tepatnya, hanya terdiri dari Andai dan Clark, sepasang suami istri tanpa anak. Sembilan tahun perkawinan yang senyap, tanpa hadirnya momongan yang didambakan keduanya.

Ditilik dari gaya rambutnya, antara pixie cut mendekati semi bob, Andai yang dilihat arwah Clark sepertinya berusia 34 tahun. Namun, Andai dari tiga tahun silam ini terlihat sedikit lebih muda, dikarenakan makeup tipis yang membuatnya amat segar dan belia. Sang istri menyibak poni tipisnya ke arah pelipis kiri, bersiap menghadapi layar gawai yang menghubungkannya dengan seorang kawan?

Sukma Clark penasaran atas perbuatan Andai. Ia mengintai di balik punggung istrinya. Mungkin lupa Andai tak bisa melihat wujudnya yang transparan, Clark sedikit mengendap. Rupanya Andai melakukan panggilan video dengan nama yang tak asing lagi, yakni Cassandra Welmar.

"Celaka! Pasti Andai mendapatkan nomor itu dari ponselku. Untuk apa dia ..." Clark menjeplak keningnya, menyadari entah bagaimana Andai mengetahui PIN ponselnya dan membuka daftar kontak yang disimpannya. Celaka tak alang kepalang!

"Halo, ini sia ... oh, Anda. Mbak Andai, ya? Apa kabarnya, Mbak?" Di layar gawai, Cassandra memaksakan diri tertawa renyah.

Tak kalah memaksakan diri, Andai bertutur seramah mungkin, meski wajahnya datar minus senyuman ramah tamah. "Kabar baik, Mbak. Tapi akan makin baik bila Mbak Cassandra mau mendengar himbauan saya. Boleh kan, Mbak?"

Cassandra terhenyak ekspresinya. Merasakan todongan Andai yang menohok, ia mulai defensif. Tubuh rampingnya otomatis menegak. Hidung indahnya melengak, sepasang mata almond-nya membulat seketika. "Oh, himbauan? Silakan, saya ingin dengar Mbak mau menuntut apa dari saya. Silakan saja."

Andai melengakkan kepala, mencuri napas panjang, matanya memejam rapat sesaat. "Mbak, tolong jangan mendatangi suami saya lagi. Mbak punya segalanya, sedangkan saya cuma punya satu hak sekarang. Maka saya akan menuntut hak yang mutlak milik saya, yaitu suami saya. Tolong ya, Mbak."

"Suami Anda? Lho, saya kan tidak melakukan yang tidak-tidak. Memang Anda kira saya ini perempuan ... amoral?" Cassandra terdengar menahan diri, terutama menahan agar suaranya tetap netral.

Entah karena efek kamera ponsel atau karena si wanita mendekat di layar gawainya, Andai melihat hidung Cassandra amat mendongak, terbukti liang hidungnya tertangkap jelas. Maka, Andai membayangkan seekor sapi yang hidungnya tercocok dan matanya membelalak tak kalah lebar dari lubang hidungnya. Lucu bukan, si cantik Cassandra Welmar terlihat buruk rupa saat merasa terancam?

"Tolong, Mbak. Jangan lakukan untuk kedua kalinya. Hati saya cuma satu, Mbak. Cukup Mbak melukai saya satu kali saja. Cukup. Mbak sudah menang dan memiliki Mas Ben. Tolong, dengan sangat, kali ini Mbak saya minta untuk ... sudi ... mengalah pada saya." Andai sekali lagi memicingkan mata agar emosinya tertutup rapat.

Tomorrow Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang