Kelak #3

58 17 0
                                        

Brenda dan Clark, 15 Mei 2006

Kelak. Artinya waktu yang akan datang. Bukan milikmu pastinya. Setidaknya belum. Belum dapat kamu genggam kepastiannya. Tahukah kamu, hari kelakmu akan seperti apa? Heran, hari ini juga, Brenda yang skeptis sekonyong menyukai kelak dan hari kemarin, tanpa sebab apa pun yang pasti.

"Kira-kira, kelak itu seperti apa?" Brenda bertanya, menyorot mesra pada Clark, yang matanya setengah membuka. Mereka berada di sanggar tari milik orangtua Brenda, selagi remaja putri sembilan belas tahun itu menajamkan teknik tariannya.

"Maksudmu aku? Aku kan Clark, biasa dipanggil Kelak oleh kalian-kalian. Satu setengah tahun ini kamu kemana aja, Beib? Bisa-bisanya gak kenal diriku? Heh?" Clark menyinggung bahwa mereka sudah satu setengah tahun berkasih-kasihan dan sudah hampir tiga tahun saling mengenal.

"Oke, namamu Kelak ya, Clark. Eh, menurutmu kenapa ya, tidak ada orangtua di dunia menamai anaknya Yesterday atau Kemarin? Hehehe." Brenda menyeringai, seperti kebiasaannya, seketip lidahnya tersembul di antara geligi yang cemerlang.

"Supaya anaknya gak jadi pecundang. Sore loser yang menyesali masa lalunya sendiri. Cuma pecundang yang menyesali hari kemarin, kan?" Clark menyahut dengan mata memejam rapat. Kebetulan, di sekeliling mereka berjajar cermin-cermin besar menyilaukan. Ah, penari butuh cermin untuk keindahan tariannya. Untuk Clark yang penulis serba tanggung, untuk apa pula cermin-cermin ini?

"Clark, hari kemarin kita memang indah. Ya kan? But, sorry to say, masa depan agaknya tak mengizinkan kita bersama, Clark. Kelak kita ..."

Kelak kita sendiri-sendiri saja. Kelak kamu bisa cari yang lebih baik dari aku. Kelak, Kelak namamu, seorang Kelak yang intinya pecundang dalam perkara asmara. Clark Sasmoko yang disuratkan serba kalah, serba tak punya apa-apa, dan serba dikecewakan sang nasib pedih. Seorang Kelak yang tak tahu pula, apa yang akan terjadi padanya esok, lusa, atau yang akan datang. Karena Kelak bukanlah namamu. Kamu Clark, cuma pesakitan dari buah keturunan Sasmoko. Kamulah buah busuk yang terbuang dari pohon rimbun naunganmu. Kasihan betul kamu, kekasih dan mantanku Clark sang Kelak.

Itukah yang dipikirkan Brenda, gadis kekasih Clark Sasmoko, saat menyorot iba pada lelaki yang diputuskan cinta olehnya? Clark tepekur, selagi kelu lidahnya, mencerna sia-sia makna ucapan gadisnya, si penari jazz ballet yang hanya tahu menari, menari, dan menari saja? Oh ya, bakat Brenda satu lagi adalah berfilsafat yang tidak-tidak. Mengajukan teori yang bukan-bukan dan mengajak Clark debat kusir hingga jeri dan akhirnya saling mendiamkan berhari-hari lamanya.

Cuaca dalam hati Brenda memang tak tertebak. Perempuan paling moody yang sanggup mencintai dan membenci pada saat berbarengan. Semudah berganti busana, Brenda beralih dari sebal menjadi suka dalam sekejap. Clark bertahan dalam hatinya selama satu setengah tahun, semata karena ia cinta lelaki yang lebih bodoh darinya.

Lalu rasanya Clark tidaklah sedungu dugaannya dulu. Brenda dasarnya antipati dengan lelaki sok pintar. Clark terkadang ingin menang sendiri, mau dianggap selalu benar, arogan padahal prestasinya nol besar.

"Dibanding Ben, kembaranmu itu, kamu masih jauh sekali, Clark. Sorry."

Brenda tahu, Clark akan "mencekiknya" segera, dengan tatapan matanya yang menyala-nyala. Sengaja memang. Ia sengaja melabrak pantangan Clark Sasmoko. Membanding-bandingkannya dengan Ben Sasmoko sama artinya membunuh harga diri Clark yang sombong.

"Sudah puas kamu menghina aku? Perempuan itu sama saja, ya. Semuanya keok oleh pesona maut Ben. Si siluman muka dua itu, perampok sialan yang mencaplok semua yang aku punya. Termasuk juga mencuri kamu." Clark menuding kekasihnya, Brenda dengan wajah yang menggugat.

Kemudian, Clark tahu, sembilan belas tahun kemudian, Brenda tak pernah berpaling pada Ben. Kekasih satu-satunya itu, adalah benda miliknya yang tak dirampas Ben. Sehari setelah mereka putus hubungan, Brenda bertolak ke Kanada, tanpa pernah diketahui oleh Clark, yang terhitung hari ini, dicampakkan sembilan belas tahun sebelumnya.

Tomorrow Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang