Yesterday #5

40 12 0
                                    

Clark dan Tembe, 2025

Jam pasir itu mungkin sudah remuk, andai kacanya tak cukup tebal. Clark menggenggam jam pasir, atau tepatnya mencekalnya erat, di luar kesadarannya, lantaran pernyataan pemilik toko yang menakutkan. Sepintas lalu, tidak ada siapa-siapa di dalam toko. Bahkan seekor semut pun tidak tampak. Toko yang benar-benar bersih dengan lantai kayu mengilap dan tembok putih yang terawat cermat.

What the ... ? Tidak ada orang lain di sini. Atau mungkin ada makhluk dari dunia lain, yang tak terlihat mata telanjang? Makhluk astral, mungkin?

Setengah memberanikan diri, Clark menilik penampakan si pria pemilik toko. Sadar si empunya toko menatapnya dengan saksama, Clark membuang pandang. Namun, sudut matanya menangkap kejanggalan. Sorot mata lawan bicaranya yang aneh dan kurang simetris. Pasalnya mata kiri si lelaki jauh lebih sipit dari mata kanannya. Mungkin begini ciri-ciri orang yang memiliki mata batin peka?

Baiklah. Tak ada salahnya bertanya pada "orang pintar", bukan? Sejurus lamanya Clark mendeham dibuat-buat, berusaha bercakap sewajar mungkin.

"Maaf sebelumnya, Pak. Saya mau tanya, betulkah jam pasir ini kunci menuju masa depan? Maksudnya bisa membuka portal waktu ke masa depan?" Clark mengguncang jam pasir perlahan. Mungkin seperti bulir gandum dalam mitos kuno, yang bila berbunyi menandakan pujaan hatimu mencintaimu sepenuh hati? Ya, siapa tahu ada wangsit terselubung dalam benda penunjuk waktu ini.

"Sayangnya bukan. Intuisi, untuk gampangnya, yang jadi kuncinya. Jam pasir cuma penanda waktu. Lucunya setiap orang yang tertarik benda ini galibnya punya niatan yang sama persis."

"Maksud Bapak ingin mendatangi masa depannya sendiri, begitu? Lantaran terhasut legenda urban yang viral di jagat maya, kan?" Clark memancing dengan emosi yang meninggi. Jangan-jangan surat undangan yang diterimanya itu muslihat yang dirancang pemilik toko ini?

"Ehm. Terbujuk mungkin lebih tepat. Terhasut seolah bersangkut paut dengan kabar kebohongan. Oh ya, Anda sendiri ..."

"Saya Clark Sasmoko." Clark menyergah lekas-lekas, menduga si pemilik toko menanyakan riwayat hidupnya. "Sehari-hari saya dipanggil Kelak. Maklum lidah orang Timur. Kebetulan saya suka lagu Yesterday. Jadi apa mungkin orang seperti ini punya peluang menjelajah ke masa depan? Hahaha. Pardon. Bad joke on my part. Sorry."

"Pasti Anda juga ragu karena nama toko ini mendua, antara someday yang artinya kelak dan yesterday yang artinya kemarin, ya kan?" Si pemilik toko menanggapi lelucon Clark dengan dingin, seakan sudah diramalkan olehnya, Clark bakal berujar demikian.

"Begitulah, Pak. Sebetulnya bagi saya, legenda urban itu hampir semuanya konyol dan tak logis. Tentu perkecualian itu selalu ada, kan? Sekali lagi, maaf." Clark berkilah, agar kesannya tidak meremehkan reputasi magis toko tersebut.

"Oh ya? Nama saya Tembe Mburi Sahaya. Dalam bahasa Jawa, Tembe Mburi berarti masa depan yang akan datang. Panggil saya Ri. Sekarang Anda percaya saya punya kunci menuju masa depan?"

Clark hati-hati sekali mengacungkan jam pasir merah muda itu. Heran, terdengar bisikan halus, seperti terucap dalam bahasa makhluk lelembut. Sshhhh sshhhh, menyerupai desisan angin yang mencekau bulu kuduk. "Berapa harganya? Untuk jam pasir ini, kira-kira saya harus bayar berapa?"

***

Bukankah setiap kegaiban membutuhkan tumbal? Harga yang harus dibayar agar kemustahilan menjadi kenyataan? Clark pun tidak terheran kala Tembe Mburi, si pemilik toko memintanya memasuki lorong yang sempit, remang-remang, tepat berada di belakang rak yang memajang jam pasir aneka bentuk. Tuas kecil pada bagian samping rak menyingkap akses rahasia, berupa bukaan pada dinding belakang toko, yang tertutup rapat begitu rak jam pasir didorong selayaknya mekanisme pintu berengsel.

Tomorrow Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang