papa 18

1.5K 171 12
                                    

Tania dengan pelan memotong sayuran yang ada di hadapannya.
Sudah sebulan lamanya Tania tinggal disini. Tania tidak bisa menghubungi keluarganya karna memang tidak ada sinyal di desa ini. Hanya ada telepon umum yang berada di kantor kepala desa yang bisa di gunakan. Tapi Tania yakin sang papa tidak melepasnya seorang diri di desa ini.

"Apakah sudah selesai Tania?" Win muncul dari arah belakang dengan membawa beberapa piring bersih yang baru di cucinya, dan tak lupa Win sedang memakai topeng yang selama sebulan ini sering di pakainya.

"Sebentar lagi phi" Tania tersenyum. Walaupun sudah sebulan lamanya, tapi Win belum memberanikan diri membuka topengnya dan memperlihatkan wajahnya kepada Tania.

"Setelah ini phi akan mengajari mu mencuci baju, bagaimana?" Win mengajak Tania, Tania tidak pernah melakukan pekerjaan seperti ini sebelumya, di rumahnya sudah terdapat banyak pelayan bahkan sebelum dia lahir.

"Phi Win? Tidak kah aku membebanimu selama tinggal disini?" Tania menatap Win sendu. Sudah sebulan lamanya Tania disini dan selama itu pula Tania merasa telah merepotkan Win.

Tania tidak bisa melakukan pekerjaan rumah sementara Tine yang masih kecil bisa melakukannya. Dan lagi semua kebutuhan Tania, Win lah yang menanggungnya karna di desa kecil seperti ini tidak akan bisa menggunakan kartu ATM ataupun kredit.

"Kenapa kau berkata seperti itu? Kau tidak membebani phi sama sekali" Win mendekati Tania dan memeluknya.

"Tidak kah phi ingin kembali?" Tania bertanya pelan. Win terdiam, jauh didalam hatinya Win sangat ingin kembali, Win ingin melakukan apa saja agar Bright kembali bersama mereka, tapi Win sadar untuk sekedar meminta maaf saja Win merasa tidak layak sama sekali.

"Aku tau setiap malam phi menangis, dia juga membutuhkan daddynya phi, phi Bright juga merindukan mu Phi" air mata Tania menetes, perlahan Tania melepaskan topeng yang menutupi wajah Win.

Win tentu saja kaget, tapi Tania tersenyum, Tania sudah membiasakan dirinya untuk melihat Win tanpa topeng setiap malam, dan Tania harus mulai memberanikan dirinya sekarang.

Win bukanlah Win yang dulu jahat padanya, Win sekarang adalah Win yang menjaganya seperti Tine adiknya sendiri. Tania ingat waktu tahun pertama mereka di perkenalkan sebagai adik kakak, Win bersikap baik padanya saat itu, hanya saja sikap penolakan dari Bright secara terus menerus membuat Win berubah, apalagi ketika Sean anak Joan yang juga ikut menghasut Win, sikap Win mulai berubah sampai akhirnya semua sudah tidak terkendali lagi.

"Phi tidak bisa Tania, maafkan phi" Win berkata pelan dengan airmata yang juga ikut menetes. Dia tidak ingin menghancurkan hidup Bright seperti yang pernah di lakukan keluarganya.

"Jangan biarkan nasip anakmu seperti ku phi, PLEASE COMEBACK, PAPA" tania mengucapkan kalimat yang dulu selama tiga tahun setiap malamnya dia ucapkan.
.
.
.
.

"Bisa kah papa bicara padamu sebentar Bright?" Gulf berkata pada Bright yang baru masuk ke ruang tengah. Gulf memang sengaja menunggunya walaupun hari sudah larut. Bright yang mendengar itu langsung menghampiri sang papa.

"Sampai kapan kau akan menyiksa dirimu sendiri?" Gulf berkata setelah Bright duduk di sofa di depannya. Bright selalu menyibukkan dirinya dengan pekerjaan bahkan sampai pulang larut malam setiap malamnya. Bright hanya terdiam mendengar pertanyaan papanya.

"Apa yang membuat mu memaksakan diri membenci Win? Apakah karna kakeknya mencoba membunuh papa?" Gulf berkata lantang sampai Bright akhirnya menatap sang papa.

"Papa masih di sini Bright, papa masih hidup bersama kalian, dan kalian tidak kehilangan kasih sayang papa sama sekali, tapi lihatlah kehidupan Win, semua keluarga nya meninggal, bibinya memanfaatkan mereka demi harta, jangan siksa Win lebih jauh lagi, Win juga berhak bahagia, dan kau juga berhak untuk bahagia" Gulf meneteskan airmata setelah menyelesaikan kalimat panjangnya sedangkan Bright sudah menangis dari tadi.

"Memaksakan membenci Win hanya akan membuat mu menderita" Gulf menghampiri Bright dan memeluknya.

"Win masih kecil waktu itu, apa yang di alami Tania memang menyakitkan, tapi Tania berusaha untuk sembuh demi kalian berdua, jangan kecewakan perjuangan Tania" Gulf mengusap bahu Bright.

"Aku membunuh anak ku sendiri pa" Bright menangis terisak-isak. Tidak bisa di pungkiri kalau Bright yang membunuh anaknya, Bright menyuruh Win menggugurkan anak mereka, bahkan apa yang dilakukan Bright sekarang lebih jahat dari apa yang dilakukan Win ketika masih kecil.

"Bayi kalian masih hidup, dan jangan sia-siakan itu Bright" Gulf tersenyum sambil menghapus air mata anaknya.

"Maksud papa?" Bright menatap sang papa bingung.

"Papa membayar dokter itu untuk tidak menggugurkan kandungan Win" Gulf merapikan rambut Bright yang berantakan.

"Beristirahat lah, besok jemputlah adik dan calon istri mu, jangan membuat Win dan anak mu menderita lebih lama" Gulf berdiri dari duduknya.

"Adik?" Bright bertanya bingung.

"Tania tinggal bersama Win sekarang, dan papa rasa Tania sudah mengatasi traumanya kepada Win" Gulf tersenyum dan beranjak dari sana.
.
.
.
.

"Phi biar Tania yang membawanya ini terlalu berat" Tania mengambil sebuah semangka dari tangan Win, bagaimana pun usia kandungan Win sudah memasuki bulan ke 6, dan Tania tidak ingin kakak nya itu kelelahan.

Pagi ini Tania, Win dan ibu gun sedang berbelanja di pasar, ini adalah kegiatan rutin mereka sekali seminggu, karna pasar di desa ini hanya sekali seminggu. Di tangan Tania sekarang sudah terdapat keranjang penuh sayur dan bahan makan yang mereka beli selama di pasar.

"Sekarang hanya aku yang tidak membawa apa-apa" Win terlihat sebal. Sementara Tania dan ibu gun tertawa. Tangan ibu gun juga sudah di penuhi bahan makanan untuk warungnya.

"Pagi bibi, biar aku bantu membawakan barang belanja nya" seorang pria tampan berdiri di hadapan mereka, Tania menatap laki-laki itu sebal.

"Tidak usah, Khun Nani, bibi bisa membawanya sendiri" ibu gun berkata tidak enak ketika Nani mengambil barang belanjaannya.

"Tidak apa-apa bi, aku kebetulan ingin bertemu paman pagi ini" Nani tersenyum dan berjalan beriringan dengan ketiga orang itu.

"Kebetulan kok setiap Minggu" Tania berkata sebal, Tania tahu betul apa yang anak kepala desa ini inginkan, dia ingin menikahi calon kakak iparnya, padahal perut calon kakak iparnya sudah membuncit.

"Jangan berkata seperti itu Tania, Khun Nani ini orang yang baik" ibu gun tersenyum kemudian meraih semangka di tangan Tania, Tania sudah kewalahan membawa belanjaannya.

"Tapi orang baik ini berusaha merebut kakak ipar ku bi" Tania berkata sebal.

"Setahuku Win belum menikah" Nani berkata ringan. Sementara Win dan ibu gun hanya menggelengkan kepala ketika dua orang ini selalu bertengkar setiap bertemu.

"Tapi phi Win sedang hamil keponakan ku, dan lagi phi Bai akan segera menjemput kami" Tania makin berdebat dengan Nani. Hati Win tercubit mendengar ucapan Tania, tidak akan pernah mungkin Bright menjemput nya kedesa ini. Begitu lah pemikirannya.

"Kau sudah lama disini, tapi aku belum melihat kakakmu menjemput kalian" Nani tertawa mengejek, sangat menyenangkan baginya menggoda gadis SMA di sampingnya ini.

"Kau lihat saja nanti" Tania berjalan cepat menuju rumah ibu gun yang sudah terlihat.

"Mobil siapa itu?" Ibu gun menatap heran mobil mewah yang terparkir di luar pagar kayu rumahnya. Tania yang melihat itu langsung tersenyum .

"Phi Bai" Tania berlari begitu melihat sang kakak yang bersandar pada mobil itu. Dengan segera Tania memeluk kakaknya itu.

Win menghentikan langkah nya begitu melihat sosok itu, sosok yang setiap malam selalu di tangisnya karna sangat merindukannya.

Tania melepaskan pelukannya begitu sadar kakak nya menatap Win yang masih berjarak jauh dari mereka. Dengan segera Bright berlari memeluk Win.

"Maafkan aku, smile" kedua orang itu menangis sambil berpelukan.

"Kenapa lama sekali kau menjemputku, phi" Win menangis. Dan Bright tidak berhenti meminta maaf pada kekasihnya itu.

.
.
.
.

Beberapa bab lagi tamat ya guys.. jangan lupa vote dan komen

Please Come Back, Papa ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang