"Iya, Line usahakan buat pulang. Ibu jangan khawatir, Line bisa ambil libur beberapa hari. Untungnya jadwal himpunan baru aja selesai."
"...."
"Yaudah, Line tutup dulu ya. Sampaiin salam Line ke Bapak."
Ponsel tertutup. Line kembali menelungkupkan kepalanya di antara kedua tangan. Meskipun acara seminar terbilang sukses, tetap saja hal itu tak membuatnya tenang. Ada saja sesuatu yang mengganggu pikirannya. Tentang percakapannya dengan Raska tadi sore contohnya.
Setelah kejadian dimana Kareline mengungkapkan isi hatinya, Raska masih terdiam kaku di bangku kemudi. Ingin rasanya laki-laki itu memeluk Kareline barang sebentar. Apalagi ketika telinganya tanpa sengaja mendengar Kareline yang tengah terisak pelan.
"Ras, semua ini terjadi juga karena gue. Gue yang memulainya. Gue yang mau nyerahin sesuatu berharga yang gue punya buat dia. Jadi biarin gue yang nanggung semuanya sendiri. Gue cuma pengen nggak ada Jafran lagi di hidup gue. Gue juga nggak peduli masa lalu lo sama dia gimana, karena itu bukan ranah gue buat tahu. Dan dengan cara lo yang ikut campur kayak kemarin, itu sama aja lo narik dia buat ada di hidup gue lagi. Gue takut. Takut kalau dia bener-bener datang lagi. Terus kalau udah kayak gini, gue harus apa? Gue harus gimana?"
Perkataan itu kembali terngiang. Entah sudah kali keberapa semua ini berputar di kepalanya. Kalau pun Kareline bisa mengakhiri hal ini, sudah sejak tadi akan ia lakukan. Sayangnya Kareline tidak tahu caranya selain membenturkan keningnya pelan ke atas meja kayu yang ada di hadapannya.
ㅤ
Sementara di lain tempat, Raska sama gusarnya. Berkali-kali ia membuka room chat miliknya bersama Kareline. Sampai sebaris kalimat sudah berhasil ia ketikkan di sana. Tapi tidak seperti yang diharapkan, Raska justru menghapus kembali kalimat tersebut alih-alih mengirimkannya."Gue harus gimana? Gue harus minta maaf? Apa gue terlalu jauh buat ikut campur? Tapi Jafran udah keterlaluan. Gue nggak mungkin diem aja lihat Jafran ngerendahin Line kayak gitu. Kepala gue rasanya kayak mau pecah."
Tanpa pikir panjang, Raska segera meraih jaket di belakang pintu kamar. Terserah risiko apa yang nantinya akan ia terima. Yang jelas, Raska akan menemui Kareline sekarang dan meyakinkan bahwa Jafran tidak akan berbuat lebih parah dari yang sebelumnya. Raska berani menjamin hal itu.
*****
Di sinilah sekarang Raska berada, di depan kost milik Kareline. Suasananya terlihat sepi. Tidak terlihat orang-orang berlalu lalang. Wajar saja karena saat ini jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Siapa juga yang mau jalan-jalan di jam seperti ini.
Tentunya hal tersebut tak menyurutkan niat Raska untuk menemui Kareline. Diawali dengan satu langkah pasti, Raska mulai meyakinkan dirinya bahwa semua ini akan terasa mudah.
Tepat di depan pintu kost dan ketika Raska akan mengetuknya. Seseorang yang diketahui tetangga kost Kareline menegur Raska, "Mas mau nemuin Mbak Line ya? Waduh nggak bisa, Mas. Tadi Mbak Line udah pamit ke saya mau pulang."
"Pulang?" tanya Raska memastikan.
"Iya. Pulang ke rumahnya sana. Kayaknya dadakan sih, Mas. Kelihatannya juga buru-buru."
"Udah lama atau masih baru?"
"Hmm, kayaknya udah lebih dari setengah jam. Emangnya Mbak Line nggak ada ngechat Mas dulu atau apa gitu?"
Raska tersenyum canggung, bagaimana mungkin Line menghubunginya. Mereka tidak sedekat itu untuk saling mengabari satu sama lain.
"Yaudah, Mas. Kalau gitu saya masuk dulu yaa. Permisi."
Rupanya Raska terlambat. Ia gagal untuk menemui Kareline. Dan mau tak mau, ia harus siap untuk menerima segala macam ke overthinking-an yang akan menghantuinya setiap saat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Layar ✓
General FictionDi balik kerjasama dan kerja keras yang mereka dedikasikan untuk menyukseskan acara himpunan, tidak ada yang tau seberapa besar Kareline tidak menyukai Raska. Perempuan itu seperti berperan di depan layar. CAST : ✓ Huang Renjun ✓ Karina © bubbletie...