27. Hutang

1.4K 166 38
                                    

Dentuman musik terdengar memekan telinga siapa pun yang ada di sana. Saat ini Raska berada di apartemen milik temannya—Luki—yang beberapa saat lalu mengundangnya untuk datang ke apartemen yang didesain mirip seperti kelab malam. Luki sedang berulang tahun, itulah sebabnya laki-laki itu mengadakan pesta kecil-kecilan semacam ini.

Hendri yang datang dengan seorang perempuan—Raska yakin pasti temannya itu baru saja kenal—datang menghampirinya. "Weeh, Ras. Kemana aja lo? Udah lama nih gue nggak lihat lo ngumpul sama kita-kita," ucap Hendri sembari mendudukkan diri pada kursi yang ada di depannya.

"Sibuk banget gue, hahaha. Kenapa? Tempat sepi ya, nggak ada gue?"

"Emang, dah kayak wakil presiden aja lo."

Raska tertawa mendengar penuturan Hendri. Sebenarnya tidak salah juga sih. Selain karena Raska adalah ketua himpunan, laki-laki itu juga terlibat perasaan bersama wakil ketuanya sendiri, yang akhir-akhir ini berhasil menyita perhatiannya.

"Oh, ya, denger-denger lo udah putus hubungan sama si....siapa itu namanya? Nar..."

"Maksud lo Nara?" Hendri mengangguk menyetujui. "Udah lama, lo kemana aja. Sibuk nyari cewek sih lo. Hubungan gue sama Nara nggak sepenting itu kali. Biasa aja. Gue bebas mau sama dia lagi atau nggak."

"Babe, aku ke sana dulu ya. Kayaknya kamu butuh waktu lebih sama temen-temen kamu," ucap perempuan cantik yang ada di sebelah Hendri. Sedari tadi perempuan itu hanya diam memperhatikan. Mungkin itulah sebabnya ia memilih kabur saja, daripada menjadi kambing congek.

"Nanti aku samperin, ya," balas Hendri sembari mencuri ciuman di pipi perempuan itu.

Sementara Raska yang melihat adegan picisan tersebut hanya mendengus geli. Lihat saja sebentar lagi Hendri pasti mencari perempuan lain. Laki-laki itu tidak bisa tahan hanya dengan satu perempuan.

"Baru lagi?"

"Baru tadi."

"Nggak berubah-berubah lo. Masih aja. Btw kemana nih yang punya acara? Kok nggak kelihatan batang hidungnya?" tanya Raska sembari melonggokkan kepalanya kesana-kemari.

"Lo kagak lihat? Noh anaknya lagi ngedj."

"Terus si Ajun mana? Biasanya, kan, dia sama lo datengnya."

"Nelat. Doi habis nganterin mamanya arisan."

Semakin malam, dentuman semakin keras dan membuat orang-orang yang menyukai party berjoget mengikuti iringan musik. Mereka semua seperti lupa kalau ada sesuatu yang menantinya di hari esok. Masa bodoh, yang penting happy-happy dulu, urusan apes atau tidaknya biar menjadi urusan besok—begitu pikir mereka.

Kali ini Raska tak ikut berjoget seperti kebanyakan manusia itu. Bahkan sebotol minuman keras yang biasanya bebas ia minum, kini hanya tergeletak begitu saja di atas meja. Raska bukannya tak mood, ia hanya seperti kehilangan minat akan minuman haram tersebut.

Satu notifikasi yang biasanya hanya muncul saat sang papa menstransfer uang untuknya, kini ada di layar ponsel. Anehnya bukan nama papa yang menjadi pengirimnya, melainkan Kareline Samantha. Jumlahnya memang tak terlalu banyak, namun hal tersebut sukses membuat Raska kaget.

Untuk apa perempuan itu mengirimkan sejumlah uang kepadanya? Bukannya Raska tidak pernah meminta hal tersebut?

Raska
[Foto]
Ini maksudnya apa, Line?


Hari ini tepat satu bulan Kareline bekerja di Café Monalisa dan baru saja ia menerima gaji pertamanya. Ternyata begini rasanya menerima uang hasil dari jerih payahnya. Sangat menyenangkan. Gajian pertamanya memang tidak banyak, tetapi Kareline patut bersyukur atas ini. Setidaknya sedikit saja ia bisa memberikan uang kepada orangtua yang ada di penjuru bumi yang lain. Meskipun Kareline akan menerima ceramah dari orangtuanya karena mereka ingin Kareline hanya fokus sama kuliahnya saja.

Di Balik Layar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang