29. Insiden

1.7K 167 68
                                    

Api unggun mulai membara seiring berdentingnya jarum jam. Malam ini anggota himpunan nampak begitu antusias menyanyikan sebuah lagu untuk peneman sepi. Pemandangan yang sangat jarang terlihat di ibukota kini bisa mereka saksikan sepuasnya. Langit gelap yang bertabur bintang begitu indah bersamaan satu sinar bulan dengan diameter sempurna.

Siapapun jelas akan terbuai dengan pemandangan ini. Ditambah lagi hawa dingin yang menusuk tulang. Kareline dengan jaket tebalnya mulai membantu teman-temannya yang lain untuk menyuguhkan beberapa makanan ringan, seperti jagung bakar, sosis bakar, singkong bakar, susu hangat dan teh hangat—sangat cocok dinikmati di hawa dingin seperti ini.

Sementara itu, Raska tengah memainkan gitar milik Saka. Satu lagu yang Raska pilih secara random mulai mengalun dengan merdunya.

But you won't see me break, call you up in three days
Or send you a bouquet, saying, "It's a mistake"
Drink my troubles away, one more glass of champagne
And you know

I'm the first to say that I'm not perfect
And you're the first to say you want the best thing
But now I know a perfect way to let you go
Give my last hello, hope it's worth it
Here's your perfect

Kareline sudah duduk di sana saat suara merdu tersebut menyambangi gendang telinganya. Lagu yang berjudul Here Your Perfect dari Jamie Miller memberikan satu fakta baru bahwa Raska yang selama ini ia kenal ternyata sangat jago bernyanyi. Kareline bahkan sempat terpukau saat mendengar suara indah itu.

Bolehkah Kareline iri? Kenapa laki-laki itu sangat sempurna di matanya? Tidak cukupkah dengan kecerdasan otak yang Raska miliki sampai bakat menyanyi pun harus dimilikinya juga?

"Kak." Wening yang duduk tepat di samping Kareline menyenggol bahunya pelan. "Kak Ras, keren ya? Udah ganteng, pinter, mantan ketua himpunan bonusnya anak tunggal kaya raya. Kalau gue cukup pede buat deketin Kak Ras, udah gue deketin sejak lama tuh, hehehe," akuinya.

"Lo suka sama Raska?"

"Nggak munak sih, Kak. Dulu gue sempet naksir. Tapi sadar diri. Kak Ras siapa, gue siapa. Emang Kak Line nggak pernah naksir gitu sama Kak Ras?"

Kareline tidak lagi memusatkan pandangannya kepada Raska karena laki-laki itu tiba-tiba saja melihat ke arahnya. Degup jantung sialan, Kareline sangat meruntuki kenapa akhir-akhir ini ia selalu gugup saat berhadapan dengan Raska.

"Kak? Kok diem aja, sih? Kakak pernah naksir sama Kak Ras, nggak?"

"Enggak."

"Bohong. Masa sih nggak pernah? Jujur dong, gue janji nggak bakal bilang siapa-siapa."

"Emang nggak pernah," jawabnya singkat. Dulu memang tidak pernah. Mungkin kalau sekarang beda lagi. "Gue ke belakang dulu."

"Yaaahhh, nggak seru nih, Kak Line."

Kareline berjalan meninggalkan halaman vila. Bukan karena menghindar dari pertanyaan Wening, Kareline memang ingin buang air saja. Sedangkan Raska ada di sana, memperhatikan setiap gerak-gerik Kareline. Jujur saja, Raska rasanya ingin menghampiri perempuan itu. Membawanya dan mengatakan kalau mereka tak seharusnya seperti ini.

Tapi sayang, egonya terlalu tinggi. Lagipula ia hanya mengikuti jalannya Kareline, kan?

Vila yang mereka sewa tidaklah besar namun memiliki banyak kamar. Malahan dapur yang dekat dengan kamar mandi langsung terhubung dengan halaman villa. Itulah mengapa Kareline masih bisa memantau mereka yang masih asyik memakan dan memainkan alat musik di halaman sana.

Setelah selesai buang air, dapur adalah tujuannya. Tidak ada orang di dalam vila ini. Semuanya berada di luar. Sampai suara langkah kaki berhasil mengagetkan Kareline yang tengah menuangkan air ke dalam gelas.

Di Balik Layar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang