Pukul lima pagi Raska terbangun dengan kepala yang luar biasa pening. Raska tidak ingat sudah berapa banyak alkohol yang ia tenggak kemarin malam. Yang jelas, sekarang kepalanya seperti mau pecah. Saat Raska melihat sekeliling, ternyata ia sudah berada di apartemen miliknya. Entah siapa yang membawanya ke sini. Mungkin saja Hendri. Ia akan menghubungi laki-laki itu nanti.
Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa kering. Raska memutuskan untuk segera ke dapur dan mencari air minum. Tapi saat langkahnya mencapai depan kulkas, betapa Raska sangat terkejut. Ia bahkan hampir melemparkan botol minuman yang baru saja berada dalam genggamannya.
Kareline ada di sana, perempuan itu menelungkupkan kepalanya dalam keadaan duduk bersandar pada sisi dapur. Awalnya Raska bingung kenapa perempuan itu bisa ada di apartemennya saat ini. Berbagai pemikiran memenuhi isi kepalanya. Apalagi saat mendapati pakaian yang sedang Kareline kenakan. Itu adalah pakaian yang dibelikan Mama Windi saat beliau sedang berlibur di Singapore beberapa bulan lalu.
Ia sedang tidak melakukan kesalahan, kan?
Atau yang lebih parahnya lagi, ia meniduri perempuan itu?
Kalau sampai hal itu terjadi, Raska benar-benar akan menenggelamkan dirinya ke rawa-rawa detik itu juga.
Namun saat melihat pakaiannya sendiri yang masih lengkap meskipun sedikit berantakan, Raska yakin tidak ada sesuatu yang terjadi dengan mereka tadi malam.
"Line?" Raska menyentuh pelan pundak Kareline beberapa kali menggunakan jari telunjuknya. Sayangnya, nihil. Kareline tetap pada posisinya.
"Bangun, hey. Lo ngapain di sini?" Tetap, tidak ada pergerakan dari perempuan itu.
Karena bingung harus bagaimana, Raska mendorong Kareline agar setidaknya perempuan itu tersadar dari tidurnya. Hanya butuh sekali dorongan, tubuh Kareline sudah tergeletak di atas lantai yang dingin. Raska dua kali berhasil dibuat terkejut saat netranya menangkap jejak air mata pada wajah pucat perempuan itu.
Ya Tuhan, apalagi ini. Apa dirinya tengah terlibat masalah?
"Lo demam?" ucap Raska panik saat telapak tangannya menyentuh kening Kareline. Meskipun tidak akan mendapat jawaban dari sang empu, Raska tetap mengajaknya berbicara. Sama seperti yang dilakukan Kareline tadi malam.
"Line, bangun, anjir. Lo tidur apa pingsan, sih?"
"Gue tau lo nggak suka sama gue. Tapi nggak gini cara mainnya, Line. Masa lo sakit terus pas lagi sama gue!"
Flashback on.Setelah menangisi kebodohannya di masa lalu, Kareline melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar mandi. Kepalanya terasa sangat pusing. Akhir-akhir ini ia banyak memikirkan sesuatu yang membuatnya stress. Mulai dari masalah Bapak, biaya kuliah hingga Jafran yang masih dalam radarnya.
Saat sampai pada area dapur, Kareline meraih gelas dan menuangkan air minum. Sesekali ringisan itu keluar dari bibirnya. Seingatnya, ia baru saja makan setelah pulang dari kampus. Dan ini mungkin tidak akan jadi masalah, karena sejauh ini perutnya baik-baik saja-rasa perih yang biasanya ia rasakan saat telat makan masih belum terasa.
Dilihatnya dari tempatnya berdiri, Raska masih tertidur di tempatnya. Rupanya laki-laki itu belum sadar. Kareline mendudukkan diri di sisi dapur-mungkin istirahat sebentar tidak masalah. Kalau pun harus pulang saat itu juga, ia tidak yakin akan baik-baik saja selama perjalanan.
Dan ternyata dugaannya salah, ia justru tidak sadarkan diri beberapa menit kemudian.
Flashback of.
"Bang Ted, bisa ke sini sebentar? Urgent, Bang." Pasca menutup sambungan telepon tersebut, Raska beralih menatap Kareline yang tertidur di atas ranjangnya. Tadi sewaktu Raska sadar kalau Kareline tidak dalam artian tidur biasa, Raska segera menggendongnya untuk dibaringkan ke tempat yang lebih aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Layar ✓
Ficção GeralDi balik kerjasama dan kerja keras yang mereka dedikasikan untuk menyukseskan acara himpunan, tidak ada yang tau seberapa besar Kareline tidak menyukai Raska. Perempuan itu seperti berperan di depan layar. CAST : ✓ Huang Renjun ✓ Karina © bubbletie...