07. Iden

22 5 0
                                    

Ares merasa bosan karena hari ini tanggal merah. Ini hari libur tapi ia hanya sendirian di rumah karena merahnya satu tanggal di kalender tak menjamin orang tuanya mau berdiam diri kalau bukan penghujung minggu. Orang tuanya itu sering bepergian tanpa mengajaknya, awalnya memang Ares yang bosan. Namun, lama-lama kesannya malah ia yang dilupakan.

Ares menghela napasnya. Tak ada yang bisa ia ajak main hari ini, padahal Ares cukup kesepian. Panji katanya malas, laki-laki itu memang terbiasa malas, tapi kali katanya dia merasa sangat malas. Fernand pasti memanfaatkan waktunya untuk quality time bersama adik satu-satunya. Sedangkan Langit tak akan menyiakan satu hari pun tanpa belajar. Laki-laki itu bisa Ares ajak untuk bertemu, tapi dia perlu menunggu Langit selesai belajar lebih dulu.

Laki-laki kelahiran Maret itu berguling di sofa yang tak begitu luas untuknya mengingat tubuhnya yang cukup menjulang. Ares benar-benar merasa bosan. Memainkan ponsel pun tak ada yang cukup menarik untuk membuatnya fokus pada benda itu.

"Lo kesel sama Kak Ina kayak kesel karena dicuekin gebetan, Cuy!"

Perkataan Panji waktu itu tiba-tiba merasuk ke kepalanya. Ares menggeleng, tak ingin mengingat hal itu karena untuk apa pula ia mengingatnya?

Meski begitu, kini yang Ares lakukan bertentangan dengan pikirannya barusan. Jari tangan Ares sekarang sedang mengetik nama akun Instagram kakak kelasnya itu. Akun yang Ina gunakan untuk memposting gambar buatannya lebih tepatnya.

Ares tersenyum tipis kala sadar kalau Ina tengah membuka komisi lagi. Mungkin ia harus mencoba memesannya karena Ina pasti membalas semua pesan yang masuk di akun gambarnya ini.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ares mendengkus, niatnya untuk membalas kekesalan Ina malah berujung membuat dirinya sendiri kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ares mendengkus, niatnya untuk membalas kekesalan Ina malah berujung membuat dirinya sendiri kesal. Laki-laki itu mengusap wajahnya kasar dan mematikan layar ponsel. Lengannya berganti fungsi menjadi menutup wajahnya sendiri.

Cukup lama ia ada di atas sofa dengan posisi seperti itu. Ares menggeser tangannya guna melihat jam dinding, ini masing siang dan cuacanya juga tak terlalu panas.

"Mending gue jajan ke minimarket," monolognya seraya bangkit dan pergi ke kamarnya. Ares hanya ingin mengambil hoodie miliknya. Setidaknya, ia tidak keluar hanya dengan kaos dan celana training bekas SMP yang masih muat ia kenakan. Laki-laki itu kemudian mengantongi ponselnya dan pergi keluar tanpa lupa mengunci pintu.

Ares berjalan dengan santai menyusuri jalan komplek yang sudah ia lewati hampir 8 tahun lamanya. Laki-laki itu berniat untuk pergi ke minimarket yang ada di luar kompleks, selain karena lebih lengkap, Ares juga ingin sekalian berjalan-jalan. Dari pada suntuk di rumah, lebih baik ia pergi keluar meski sekedar membeli jajanan di tempat yang agak jauh.

Selama perjalanan, beberapa orang menyapanya. Ares juga balas menyapa tanpa ingin mengobrol lebih lama. Ketika ia sudah sampai di depan minimarket, Ares memilih diam dulu di depan untuk menetralkan napasnya karena ada tempat duduk di sana. Merasa cukup, Ares pun masuk dan memanjakan matanya dengan melihat bungkus jajanan yang berwarna-warni.

Laki-laki itu cukup banyak mengambil makanan yang ada. Sengaja untuk stok di rumah juga. Di lorong berisi minuman, mata Ares menyipit begitu melihat seseorang yang ia rasa ia kenali. Laki-laki tampak tidak asing meski kepalanya tertutupi oleh tudung jaket. Ares mendekat dengan pura-pura mengambil minuman yang ia inginkan. Setelah diperhatikan dengan seksama, ini adalah laki-laki yang pulang bersama Ina setelah Art Club waktu itu.

"Pantes Kak Ina jarang beli walau doyan, harganya lumayan," celetuk orang itu yang dapat ditangkap oleh Ares dengan baik karena posisi mereka yang berdampingan. Laki-laki itu sedang berdiri di hadapan kulkas berisi kopi dan Ares menangkap kalau dia ingin membelikan Ina minuman itu.

Jadi, Kak Ina suka kopi, ya? batin Ares.

Merasa diperhatikan, Iden menoleh ke sampingnya. Ke arah Ares yang tengah memandangi kopi.

"Eh, mau beli kopi, ya? Silakan diambil, maaf gue malah ngehalangin," kata Iden membuat Ares mengerjap. Ia baru sadar kalau Iden melihatnya.

Ares menggeleng. "Enggak, gak papa. Cuma tiba-tiba kepikiran kenapa orang-orang bisa doyan kopi," balas Ares diakhiri dengan tawa kecil. Berharap orang di sebelahnya ini percaya.

"Wah sama, gue juga mikir gitu. Kakak gue tuh doyan banget sama yang kalengan gini, tapi gak terlalu sering beli juga soalnya kata dia masih banyak yang lebih baik dibeli dari pada ini. Sekarang pas gue lihat harganya, gue mengaku cukup mahal."

Ares mengernyit. "Kakak?"

"Eh bentar, lo anak SMA 3 juga, ya?" tanya Iden merasa tak asing dengan sosok Ares.

Ares mengangguk. "Iya, lo juga, 'kan?"

"Betul! Pantes gue gak asing sama lo," balas Iden dengan senyuman lebar. Ares mau tak mau ikut tersenyum, lalu dia membalas, "Lo dapet kelas apa?"

"Jadi anak IPS 1 nih  gue," jawab Iden, "lo?"

"Sebelah lo."

"Lah? Deket ternyata, tapi gue jarang lihat lo," ucap Iden.

"Ya sama."

"Bentar nama lo, tuh, Ares, 'kan?" tanya Iden dan Ares memberikan anggukan sebagai jawaban.

"Gue Aiden, tapi panggil Iden aja gak papa," ucap Iden sambil mengajak Ares untuk saling berjabat tangan. Ares menurut dan mereka sama-sama tersenyum setelah itu.

"Ntar kalo ketemu lagi, jangan ragu buat sapa, ya, Res. Lo masuk Art Club, 'kan?"

Ares mengangguk. "Iya. Lo tahu dari mana?"

"Gimana gak tahu, kakak gue ketuanya," jawab Iden dengan ringan. "Waktu ngedatain anggota baru, gue yang nemenin."

Ares menjilat bibir bawahnya tanpa sadar. "Oh, jadi Kak Ina itu kakak lo?" tanya Ares dan Iden mengangguk.

"Betul! Satu-satunya kakak gue," balas laki-laki Capricorn itu.

"Kalau lo masuk apa, Den?" Ares balik bertanya.

"Gue futsal," jawab Iden dengan senyum tipis di wajahnya. Dia kemudian mengambil satu kaleng kopi berwarna ungu yang Ina suka.

"Udah dulu, ya. Niat gue ke sini cuma mau beliin ini buat kakak gue," ucap Iden. Walau tadi sempat ragu karena harganya di luar yang ia perkirakan, tapi Iden tetap akan membelikan kakak perempuannya minuman itu.

"Lah, tadi kata lo mahal?"

Iden tertawa, merasa konyol dengan dirinya sendiri setalah Ares berkata demikian. "Gak papa, sesekali. Dia udah ngeluarin duit lebih banyak buat gue. Duluan, ya, Res!"

Ares mengangguk. Dia menatap kepergian Iden hingga punggung laki-laki itu menghilang dalam pandangannya.

Ares menghembuskan napasnya. "Jadi, mereka Kak Ina sama Iden adik kakak, ya. Bukan pacaran."

Entah kenapa, Ares merasa lega dengan hal itu.

Meraki Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang