Lapangan itu perlahan menjadi ramai karena murid-murid mulai berdatangan. Seperti biasanya, pekan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah tak akan lengkap tanpa demo ekskul. Di antara semua murid yang mulai memenuhi lapangan, ada seseorang yang tak begitu antusias dengan kegiatan ini.
Ares namanya. Sosok yang cukup menarik perhatian karena paras juga namanya.
Meskipun ramai, Ares tetap merasa kalau ia sedang bersama tiga temannya di sini. Ada Panji yang paling berisik, Langit yang sering kali mengatakan hal bijak tanpa ia sadari, dan Fernand yang paling kalem di sini. Mereka berempat sudah berteman sejak kecil karena jarak rumah yang tak jauh. Beruntung mereka sama-sama diterima di SMA ini sehingga bisa satu sekolah setelah terpisah di SMP.
"Ini persiapannya lumayan lama, ya. Ekskul apa dulu, dah?" tanya Panji sambil melihat anggota OSIS yang sibuk bersimpang-siur.
"Ada matras ... judo kayaknya," jawab Langit.
"Oh iya, ikon sekolah ini judo, 'kan, ya." Panji menatap tiga temannya. "Lo bertiga udah tahu mau masuk ekskul apa?"
Fernand menjadi yang pertama menjawab. Katanya, "Gue tertarik buat masuk teater! Mau nyoba hal yang baru."
"Gue mau masuk OSIS ... mungkin sama mading? Tapi gue lebih tertarik buat jadi tim literasi," sambung Langit.
Panji bertepuk tangan. "Kece! Gue, sih, yang udah berpengalaman aja. Mau masuk futsal."
Laki-laki itu kini menaruh perhatiannya pada Ares yang tidak banyak bersuara sejak mereka ke lapangan. Panji menyikut Ares pelan lalu bertanya, "Lo mau masuk apa, Res?"Ares tak langsung menjawab. Dia terdiam untuk beberapa menit lalu menggeleng. "Kayaknya gue gak akan ikut apa-apa, deh. Mau jadi murid biasa aja."
"Yakin? Ini SMA loh, Res," balas Fernand. Belum sempat Ares menjawab lagi, anggota OSIS yang ditunjuk menjadi MC kali ini sudah bersuara. Meminta perhatian karena demo ekskul akan segera dimulai. Setelah itu hanya terdengar suaranya saja.
Acara itu berlangsung dengan sebagian besar murid yang antusias. Berbagai macam reaksi sudah dikeluarkan oleh mereka semua. Mulai dari tawa kala ada seorang laki-laki anggota teater yang berperan menjadi peri, hingga decakan kagum di setiap aksi yang secara maksimal berusaha para anggota ekskul tunjukkan.
Namun Ares tidak masuk ke sebagian besar itu. Ia memang ikut bereaksi seperti murid yang lain, hanya saja sedari tadi belum ada yang benar-benar menarik perhatiannya sampai Ares ingin masuk ke ekskul tersebut.
Langit, Fernand, dan Panji bagai seseorang yang sudah resmi menjadi anggota ekstrakurikuler yang mereka inginkan. Ketika ekskul tersebut tampil, mereka masing-masing mempromosikannya pada Ares. Tentunya dibalas oleh Ares dengan seadanya.
"Sekarang saatnya Art Club! Ekskul andalan kita yang kini telah hidup kembali!"
Sosok perempuan berambut sebahu memasuki lapangan, disusul oleh teman-temannya yang membawa barang-barang untuk keperluan demo kali ini. Dia tak terlalu asing karena merupakan anggota OSIS yang turut terlibat selama MPLS.
"Selamat siang semuanya! Kami dari Art Club. Izinkan saya, Katarina, menjadi pembicara untuk ekskul kami," ucap sosok itu diakhiri dengan senyuman.
Ares menatap dengan lekat bagaimana mereka menata barang yang mereka bawa. Satu kanvas kosong juga cat, beberapa kerajinan tangan, dan tentunya kuas.
"Ada banyak cara untuk mengekspresikan perasaan kita. Salah satunya adalah dengan menuangkannya pada kanvas dengan cat," ucap Katarina atau yang akrab dipanggil Ina itu. Bersamaan dengan kalimatnya, satu anggotanya mulai menggoreskan kuasnya pada kanvas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraki
Teen FictionKesan pertama yang dinilai kurang baik membuat Ina menjadi salah satu hal yang Ares keluhkan. Bilangnya, sih, menyebalkan, tapi Ares seringkali menjadikan ina sebagai objek gambarnya.