Akibat perbuatan Kayla, perempuan itu dikeluarkan dari Art Club. Meski sekelas, Ares tetap menghindar dari Kayla. Laki-laki itu selalu mencari 1001 cara agar tak disatukan dalam satu kelompok dengan Kayla.
Hubungan Ares dengan anggota Art Club yang lain kembali membaik, walau tidak seakrab dulu. Mau bagaimanapun, mereka merasa canggung karena secara tak langsung pernah menuduh Ares. Padahal Ares sudah bilang kalau dirinya tak begitu mempermasalahkannya.
Lalu, tentang Ina. Sejak pengakuan Kayla di mana perempuan itu juga bilang kalau ia ingin Ina membenci Ares. Mereka belum pernah mengobrol berdua di luar urusan ekskul. Ina yang pada dasarnya tak terlalu suka bicara, jadi semakin jarang sekarang. Namun, kegiatan Art Club masih dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Ares memangku pipinya dengan tangan kiri. Laki-laki itu tengah menggambar asal di buku sketsa yang selalu ia bawa. Ini jam istirahat, tapi Ares malas pergi ke Kantin. Jadi, yang ia lakukan adalah memberi goresan baru di lembaran kosong buku miliknya.
Ares menggambar seorang perempuan berambut pendek dengan jepit yang menolong poninya agar tak menghalangi mata. Sosok itu mengenakkan jaket bergaris dan ada tahi lalat di dekat bibirnya. Ya, itu adalah Katarina.
Entah sudah berapa lembar di bukunya ini terisi oleh Ina. Laki-laki itu sering kali menjadikan Ina sebagai objek gambarnya. Dari postingan Ina sampai Ina yang ada dalam memorinya. Semua diabadikan dengan baik oleh Ares lewat goresan pensilnya.
"Res, dicariin malah di sini," ucap Panji yang entah sejak kapan memasuki kelasnya. Laki-laki itu menyerahkan sebungkus kue keju di hadapan Ares.
Ares menerimanya. "Thanks."
Di belakang Panji ada Langit dan Fernand. Tampaknya setelah membeli makanan masing-masing, mereka berinisiatif untuk menyusul Ares ke kelasnya.
Panji mengamati gerakan tangan Ares. Laki-laki itu memandang dengan teliti, merasa tak asing dengan sosok yang Ares gambar. Ketika Ares menjauhkan tangannya dari bukunya, barulah Panji mengambil benda itu untuk ia lihat lebih dekat.
"Jiakh ... ada yang ngegambar Kak Ina," ledek Panji seraya membuka lembaran yang lain. Senyumannya semakin lebar kala melihat lembar yang lain pun, berisi wajah Ina.
"Siniin gak?!" Panji menjauh dari Ares, dia berlari kecil hingga menuju pintu kelas Ares.
"Kak Ina udah tahu belum kalau lo suka gambar dia?" Ledekan Panji semakin menjadi, Ares pun berusaha mengejarnya. Panji yang sudah terbiasa ada di lapangan futsal itu tentu lebih gesit dari Ares.
Senyuman Panji melebar kala matanya menangkap Ina dan Jua yang berjalan bersama.
"Panji, awas lo!" teriak Ares, menangkap apa yang akan temannya itu lakukan. Panji tak peduli, dia malah mempercepat langkahnya menuju Ina.
"Kak Ina, tunggu!"
Mata Ares melotot kala Ina menanggapi panggilan Panji barusan dengan berbalik, temannya juga sama. Ina diam di tempat hingga Panji ada di hadapannya.
Panji menyerahkan buku sketsa Ares yang sedari tadi laki-laki itu bawa. "Kak, lihat, deh. Temen saya jago banget gambar Kakak."
Langkah Ares terhenti, dia membeku dengan jarak agak jauh dari mereka. Jantungnya berdetak lebih kencang kala Ina mengamati satu per satu hasil gambarnya, ditambah teman Ina juga ikut melihat. Habis sudah, Ares rasa ia kehilangan keberanian untuk melihat Ina lagi.
"Gimana, Kak?" tanya Panji, meminta reaksi dari Ina. Jujur, ia tak bisa menebak apa yang Ina rasakan. Perempuan itu tak mengubah ekspresinya, berbanding terbalik dengan Jua yang sudah senyum-senyum karena gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraki
Teen FictionKesan pertama yang dinilai kurang baik membuat Ina menjadi salah satu hal yang Ares keluhkan. Bilangnya, sih, menyebalkan, tapi Ares seringkali menjadikan ina sebagai objek gambarnya.