Mereka kembali menemui Selasa, hari di mana pertemuan Art Club akan dilaksanakan sepulang sekolah. Ares yang merasa hubungannya dengan Ina cukup membaik selepas pulang bersama waktu itu, tanpa sadar menjadi tidak sabar akan datangnya hari Selasa.
Ketika Bu Resti sudah memasuki ruangan pun, sosok Ina tidak kunjung terlihat. Ares terus menatap ke arah pintu, mungkin perempuan itu datang terlambat. Namun, sampai Cakra berdiri di tengah-tengah untuk membuka pertemuan mereka, perempuan yang Ares tunggu tidak muncul juga.
Ares menghela napasnya. Mungkin Ina memang tak hadir hari ini.
"Selamat siang semuanya," sapa Cakra, memulai pertemuan mereka.
"Siang, Kak!"
Laki-laki berkacamata itu tersenyum hangat. "Gimana kabarnya hari ini?"
"Baik, Kak!"
"Syukurlah. Hari ini, saya akan menggantikan Ina. Ina gak masuk karena sakit, minta doanya agar ketua kita bisa lekas sembuh."
Mata Ares membulat, Ina bahkan tidak masuk sekolah hari ini.
Ares mencubit tangannya sendiri agar fokus memperhatikan apa yang ada di depan. Cakra di sana tengah menatap adik kelasnya satu per satu.
"Hari ini, kita akan lebih banyak berdiskusi. Diskusi untuk apa, itu akan disampaikan oleh Bu Resti nanti. Yang pasti, kami harap kalian gak ragu untuk mengatakan pendapat kalian, ya," ucap Cakra lalu melihat ke arah Bu Resti.
"Silakan, Bu."
Cakra berjalan menuju ke bangku belakang di mana teman-teman seangkatannya berada. Mereka memang diintruksikan untuk ikut duduk hari ini. Tidak seperti pertemuan mereka sebelumnya.
Bu Resti kini sudah ada di depan mereka, menggantikan Cakra yang semula ada di sana. Guru pembina mereka itu kemudian berkata, "Siang, anak-anak. Hari ini ada kabar yang menggembirakan dan bisa membuat ekskul kita kembali berdiri dengan utuh."
Dia terdiam sejenak untuk menatap anak muridnya satu per satu. Setelah melakukan itu, baru dia melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan. "Kepala sekolah memberi izin kita untuk mengadakan pameran saat Pentas Seni nanti."
Anggota Art Club sama-sama bereaksi dengan mengeluarkan ekspresi cerah mereka. Senang bercampur haru karena akhirnya bisa mendapatkan kepercayaan itu. Bu Resti tanpa sadar ikut tersenyum lebar melihat reaksi yang diberikan oleh anak didiknya.
"Kita punya waktu sekitar 4 bulan untuk mempersiapkan ini. Ibu inginnya kita lebih menonjolkan lukisan, tapi kerajinan yang sudah kita buat sebelumnya pun akan tetap kita pajang. Menurut kalian bagaimana?" ucap Bu Resti sembari menatap muridnya satu per satu.
Ria mengangkat tangannya, pertanda kalau dia ingin bicara. "Bu, kalau semisal satu murid punya satu lukisan yang dibuat khusus untuk pameran ini gimana? Berhubung waktunya bisa dibilang masih agak lama."
"Nah, iya, Bu. Kalau kerajinan tangan, kita bisa buat bareng-bareng. Bintang utamanya tetap lukisan yang kita buat, seperti yang ibu inginkan," sahut Jian.
Bu Resti terdiam. "Yang lain bagaimana? Siap membuat lukisan sambil menyiapkan pameran ini?"
Tentu, ada perasaan tertantang dalam diri mereka masing-masing. Mereka ingin mencoba hal ini, tak ada yang tahu di tahun berikutnya mereka akan diberi kesempatan ini lagi atau tidak. Jadi, hampir semuanya secara serentak menjawab, "Siap, Bu!"
Bu Resti tersenyum dan mengangguk. "Kalau gitu sekarang kita konsep, ya, pamerannya mau bagaimana. Nanti untuk kepanitiaan, ibu serahkan pada Ina dan Cakra. Yang pasti, ibu ingin kalian tetap menjadi ketua dan wakil untuk event ini. Cakra, nanti tolong sampaikan pada Ina, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraki
Novela JuvenilKesan pertama yang dinilai kurang baik membuat Ina menjadi salah satu hal yang Ares keluhkan. Bilangnya, sih, menyebalkan, tapi Ares seringkali menjadikan ina sebagai objek gambarnya.