Di Sabtu siang yang lumayan cerah, Ares sudah ada di depan sekolah. Ini memang hari libur, tapi Art Club punya kegiatan tersendiri hari ini. Mereka akan mengunjungi sebuah galeri seni.Ares merasa antusias tentunya, terlebih tempat yang disebutkan Bu Resti adalah salah satu tempat yang ingin dia kunjungi. Mereka sengaja kumpul di sekolah agar dapat bersama-sama ke sana. Dengan uang sebesar Rp50.000, Bu Resti mengatakan mereka sudah bisa menyewa angkutan umum untuk pulang dan pergi, serta masuk ke sana tanpa perlu membayar di tempat. Titik kumpul dan bubarnya sama-sama di sekolah, jadi mereka perlu menyiapkan uang untuk ongkos sampai ke rumah.
"Katanya di sana juga ada kafe, konsepnya outdoor gitu. Kira-kira ntar kita boleh mampir dulu gak, ya?"
"Boleh, sih, kayaknya. Asal bawa uang aja."
"Bawa, gue udah nyiapin."
Itu teman-temannya yang mengobrol, Ares hanya mendengarkan. Tidak benar-benar tertarik dengan hal yang mereka bicarakan. Akibat terlalu antusias, Ares dan dua temannya yang lain menjadi 'kepagian' datang ke sini. Janjinya jam 12.00, tapi dari sekitar jam 10.30 mereka sudah duduk di teras ruangan tata usaha.
"Res, kalau dibolehin mampir ke kafenya lo mau ikutan?" tanya temannya.
Yang tiba-tiba ditanya sedikit terlonjak karena dia sedang fokus dengan pikirannya sendiri. Ares menatap teman-temannya lalu tertawa canggung. "Gimana nanti, deh."
Tak lama setelah itu, anggota yang lain pun berdatangan. Termasuk dengan para kakak kelas yang sepertinya sengaja kumpul di tempat lain dulu karena mereka sampai ke sekolah bersama-sama. Kecuali Jian yang datang sedikit lebih dulu karena dia menggunakan motornya.
Cakra, laki-laki berkacamata itu lantas berbasa-basi dengan berkata, "Pada gak sabar, ya, udah ngumpul aja." Ucapannya itu sukses menghadirkan gelak tawa dan sedikit mencairkan suasana.
"Iya, nih, Kak. Lagi semangat banget," balas Kayla dengan wajah cerianya.
"Mantep! Lanjutkan semangatmu, Anak Muda," sahut Oki lengkap sembari bertepuk tangan.
Ina sendiri sedang melihat ke arah adik kelasnya satu per satu. Memeriksa apakah sudah hadir semua atau belum. Setelah sadar ada seorang lagi yang belum datang, perempuan berambut pendek itu berkata, "Julia belum datang, ya?"
"Iya, Kak. Katanya lagi di jalan."
Ina mengangguk. "Oke, gak papa. Sambil nunggu Bu Resti. Oh iya, saya juga mau bilang kalau nanti sebisa mungkin jangan berpencar dulu, ya? Nanti ada waktunya buat lihat tempat yang kalian mau sendiri-sendiri, tapi di jam pulang harus udah kumpul di tempat yang sama. Paham?"
"Paham, Kak!" balas mereka dengan kompak. Salah satunya kemudian mengangkat tangan, tanda kalau dia ingin bertanya.
"Termasuk ke kafenya juga boleh, Kak?"
"Boleh," jawab Ina membuat yang bertanya tadi bersorak girang.
"Terus karena cuma nyewa satu angkot. Jadi, gak semua kakak kelas bakal ikut sama kalian, ya. Saya diminta Bu Resti untuk bareng sama beliau supaya di sana bisa koordinasi lebih dulu sekali lagi, terus Cakra sama Jian bakal naik motornya Jian. Jadi, yang bareng kalian itu Oki, Hamzah sama Ria," ucap Ina lagi.
"Baik, Kak!" Tentu, para adik kelas tak keberatan. Kakak kelas yang bersama mereka adalah yang cukup menyenangkan untuk diajak bicara dan bercanda.
Mereka menoleh ketika ada satu angkot yang berhenti di depan sekolah mereka. Ina dan Cakra dengan sigap langsung menghampirinya. Mereka berdua mengobrol dengan supirnya untuk beberapa menit, bersamaan dengan itu anggota terakhir yang mereka tunggu datang dengan napas terengah. Takut kalau dirinya akan terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraki
Teen FictionKesan pertama yang dinilai kurang baik membuat Ina menjadi salah satu hal yang Ares keluhkan. Bilangnya, sih, menyebalkan, tapi Ares seringkali menjadikan ina sebagai objek gambarnya.