02. Keputusan

49 7 3
                                    

Ares keluar dari kamar kala mendengar suara ibunya terdengar memanggil namanya. Pertanda agar dia segera turun untuk ikut sarapan bersama. Ares mengambil langkah cepat menuju asal suara. Begitu sampai tujuan, ada ibunya yang tengah menuangkan air ke dalam gelas juga ayahnya yang sudah bersiap untuk makan.

"Nah, bangun. Kirain I perlu jemput ke atas," ucap wanita itu.

Ares terkekeh. "Hehe maaf, Mi. Mungkin efek seminggu ini masuk pagi, tadi jadi kebangun sendiri."

"Bagus, lanjutkan kalau bisa. You udah gede masa masih perlu I bangunin? Sekarang, kita sarapan dulu, ya."

Kemudian, mereka pun sarapan bersama. Selama makan tak ada yang berbicara, itu sudah menjadi kebiasaan mereka.

"Gimana sekolahnya?" tanya Papi ketika mereka bertiga sudah menghabiskan makanan masing-masing.

Ares langsung menjawab, "Sejauh ini, sih, lumayan, Pi. Kemarin disuruh milih kelasnya, Senin dikasih tahu."

"Ikut eskul gak you? Biasanya MPLS sekalian dengan promosi ekskul, right?" tanya Papi lagi.

Ares mengangguk. "Iya, itu kemarin juga dilaksanain. Sebelum pulang semua murid disuruh nulis mau masuk eskul apa."

"Jadi, you pilih apa?"

Ares terdiam sebentar sebelum menggeleng. "Belum—kayaknya Ares gak mau ikut apa-apa. Boleh, 'kan?"

Kedua orang tuanya itu saling berpandangan, lalu kembali memandangnya. "Ya tak apa, sih. Memangnya tidak ada ekskul yang sesuai dengan you punya hobi?" Kali ini, ibunya yang bertanya.

Ares mengusap lehernya. "Ada, sih ... di sana ada Art Club."

"Nah! You suka melukis, kenapa tidak ikut itu saja?"

Ares menggeleng. "Ares masih ragu. Kemarin sempat tertarik, sih, ekskulnya baru dihidupkan lagi."

"Ikut sajalah, Res. Lumayan itu, mungkin bisa you pakai buat portofolio nanti. Ingat, jika you ingin kuliah seni, you perlu punya itu," jawab Papi sambil menunjuk Ares dengan sendok tehnya.

Ares lagi-lagi terdiam. Tak lama kemudian ia bangkit dari duduknya. "Ares pikirkan lagi. Thank you for the food, Mi, delicious as usual."

"Oh iya, nanti siang anak-anak mau ke sini. Ares mau siap-siap dulu, ya," sambung Ares diakhiri dengan senyuman tipis. Setelah menerima persetujuan dari mereka berdua, laki-laki kelahiran Maret itu pun kembali berjalan menuju kamarnya.

Di kamar, Ares tak lantas bersiap seperti yang ia katakan. Laki-laki itu malah mengambil ponselnya dan membuka aplikasi Instagram. Untuk melihat gambar mana saja yang sudah berani ia publikasikan. Ares terkadang akan mencoba gambar digital juga. Jika hasilnya cukup memuaskan, laki-laki itu akan mengunggahnya di akun khusus gambar yang ia miliki.

Laki-laki itu melihat satu per satu postingan miliknya. Dalam diam kembali mempertimbangkan persoalan perlu atau tidak ia masuk ke Art Club. Jari Ares terus menggeser layar ponsel, hingga ketika ia tak sengaja menekan rekomendasi, muncul satu akun yang menarik perhatian Ares karena namanya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Meraki Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang