8

70 4 0
                                    

Selagi itu, mereka para pendemo masih sibuk menghancurkan dan membalikkan semua barang yang ada didepannya.

Disaat yang sama juga Kiki, Putra, satpam maupun para karyawan lapangan yang ada disana bahu-membahu untuk menangkap maupun menghajar para pendemo tersebut.

Berbeda halnya dengan Dylan yang begitu ketakutan, ia sedang bersembunyi di kamar mandi ketika itu. Ia bahkan terlihat gemetaran dan begitu cemas.

Kiki terus berlari mencari dimana Dylan. Ia geledah semua tempat di lantai satu, meski mayoritas ruangan berpintu disana masih terkunci.

Selagi terus mencari dirinya melihat beberapa orang yang langsung menghajarnya, ia balik menghindar dan ikut menghajar. Satu per satu orang yang dihajarnya pun tumbang seketika.
Kiki berteriak.

"Tuan! Tuan dimana! Tuan Dylan!" pekik Kiki masih terus berlari.

"Tuan!" tiba masanya ia melintasi toilet sambil meneriaki nama sang tuan, Dylan yang ada didalam pun membalas teriakannya.

"Kiki! Kiki saya disini Ki!" pekiknya berulang-ulang, hingga akhirnya Kiki pun mendengar suaranya, disaat yang sama suara itu pun didengar juga oleh seorang pendemo.

Ia beralih mengambil gelas untuk dijadikan sebagai senjata.

Ia ikut berjalan mengikuti Kiki, masuk ke dalam toilet. "Tuan?" Kiki membuka satu per satu pintu toilet.

Dylan yang mendengar suara Kiki pun segera keluar menghampiri Kiki.

"Ki." ucapnya. Kiki tersentak dan langsung menghampiri lelaki itu cemas.

"Tuan, tuan enggak apa-apa?" tanya Kiki.

"Iya enggak apa-apa." Dylan tampak sangat gelisah saat itu, ia masih sedikit trauma dengan kejadian itu.

Kiki bisa merasakan bagaimana ketakutannya Dylan saat itu, akan tetapi tiba-tiba saja muncul seorang pria dibelakang mereka.

Tertawa sambil mengacungkan gelas, ia langsung lempar dengan kencang ke arah Dylan, Kiki yang melihat itu pun reflek melindungi dan menggeser dirinya ke depan Dylan sampai akhirnya kepalanya terkena lemparan gelas itu.

Gelasnya pecah dan kening atas Kiki bercucuran darah. Belum cukup itu, pria tadi kembali menyerang Kiki dengan sapu, akan tetapi Kiki berhasil menghindar dan balik menyerangnya hingga pria itu pun menyerah lalu kabur.

Meninggalkan mereka berdua, Kiki mendekati Dylan lalu berkata.

"Tuan enggak apa-apa?" tanya Kiki. Dylan tidak perduli dengan pertanyaannya, ia justru lebih perduli dengan kening Kiki yang mengeluarkan darah. Dylan mulai panik dan cemas.

"K-kamu berdarah Ki. Kamu harus ke rumah sakit sekarang!" ucap Dylan dengan suara bergetar.  

"Enggak apa-apa tuan. Saya cuma luka sedik--" baru berkata separuh, ia langsung pingsan, Dylan reflek merangkul Kiki meski terlihat sangat panik. "KI! KIKI!"

Di rumah sakit.

Dylan tampak sangat khawatir. Belum pernah dirinya merasa sekhawatir ini setelah kejadian belasan tahun silam, bedanya waktu itu terjadi saat ibunya dalam keadaan sekarat.

Ia juga merasa trauma saat melihat darah di kening Kiki, apakah Kiki akan mati setelah ini? Seperti gadis itu?

Dylan merasa sangat cemas, hingga dirinya tidak bisa berpikir dengan baik ketika itu.

Ia terfokus pada keadaan Kiki yang tidak kunjung sadar, ia duduk disana berjam-jam hingga akhirnya Putra mendekatinya.

"Tuan, lebih baik tuan pulang sekarang. Kiki nanti juga sadar tuan. Biar yang jagain Kiki saya aja. Sekarang pulang ya tuan? Apalagi katanya tuan Dietrich, ayah tuan sudah ada di rumah saat ini. Khawatirnya beliau cemas sama keadaan tuan." ucap Putra.

Bukan Selera, Tuan Muda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang