35

50 1 0
                                    

Kiki dan Klarissa saling bertemu mata saat itu. Sayangnya Klarissa tidak kaget sama sekali dengan hal ini. Dirinya seakan paham betul kalau yang akan diinterviewnya saat itu adalah kekasih dari mantan kekasihnya.

Klarissa bahkan menyambutnya dengan senyuman, ia berkata dengan licik.

"Ternyata kamu ya yang bernama lengkap Kiara Athalia Sharen. Pelakor sekaligus anak yang dikatakan sudah meninggal belasan tahun silam." ujar Klarissa yang semakin membuat Kiki gemetar ketakutan.

Dirinya seakan terpaku, berdiri dihadapannya dalam keadaan pikiran yang kalut.

Ia telah melanggar batasnya. Kiki sangat menyadari itu, Klarissa pasti tahu jelas dari biodata yang dirinya tulis di surat lamaran pekerjaan yang ada ditangan Klarissa saat ini.

Bahkan setahu Kiki, Klarissa adalah anak dari Arsen, yang cukup dirinya ketahui sebagai salah satu orang yang harus dirinya waspadai.

Seperti yang Dylan dan Putra katakan, kalau Arsen adalah kandidat kedua dari tiga orang yang berkemungkinan menjadi tersangka atas tragedi kebakaran belasan tahun lalu.

Kiki semakin mundur dan terus mundur, ia merasa sangat takut dengan ini.

Cepat atau lambat bahkan Klarissa pasti akan memberitahu kepada keluarganya, kalau mereka tahu  dirinya masih hidup. Tidak .... Itu tidak boleh terjadi!

"Mau kemana kamu hemm?" tanya Klarissa tersenyum menyeringai, dirinya semakin maju ke depan. Mendekatinya. 

"S-saya bukan K-kiara." ujar Kiki gugup.

"Ayolah kenapa tidak mengaku saja? Kalau dirimu adalah Kiara yang kami cari-cari itu? Ayolah mengaku saja." ucap Klarissa semakin mendekatinya.

Kiki merasa sangat ketakutan, dirinya sesegera mungkin pergi dari sana, kabur keluar dari tempat itu.

Klarissa tersenyum menyeringai, dirinya kembali melihat biodata yang ada digenggaman tangannya.

Matanya terfokus pada tulisan alamat rumah Kiki yang tak jauh dari sana. Ia benar-benar merasa kalau tikus yang selama ini diincar oleh ayahnya akhirnya ditemukan.

Kiki segera masuk ke dalam rumahnya, tutup pintunya lalu kunci. Dirinya merasa sangat ketakutan hingga gemetaran hebat, bahkan sampai membuatnya tidak sanggup menopang kembali tubuhnya untuk tetap berdiri.

Dirinya segera menyerosotkan tubuhnya ke pintu hingga terduduk di lantai.

Dirinya berpikir apakah setelah ini dirinya akan selamat, dirinya berpikir apakah setelah ini mereka akan menjemputnya layaknya seorang malaikat maut yang menjemput kematian manusia tujuannya.   

Sepertinya rumah ini sudah tidak aman lagi baginya. Ia harus sesegera mungkin pergi dari sana. Ya, harus secepat mungkin.

Atau kalau tidak mereka bisa melakukan hal buruk padanya. Bahkan kemungkinan besarnya bisa .... Mengancam nyawanya.

Kiki pun secepat mungkin mengambil koper dan buka resletingnya, ia masukkan baju-baju tersebut ke dalam koper meski dalam keadaan hati sesesak itu, kepedihan yang begitu mendalam atas hal yang kembali harus dirinya lakukan, kepada Dylan.

Kiki sibuk mempacking baju dan beberapa perlengkapannya. Diantara derai air mata yang tumpah, beberap a momen mengesankan yang pernah terjadi itu terlintasi, entah antara dirinya maupun orang-orang disekitarnya.

Kini kemungkinannya ia akan kehilangan semua itu lagi.
Tidak ada pilihan lain, karena itu adalah satu-satunya cara supaya dirinya bisa tetap bertahan hidup.

Mungkin memang ini adalah yang terbaik, termasuk untuk mengakhiri hubungan diantara mereka berdua.   

Tidak apa .... Dirinya yakin. Kalau mereka benar-benar berjodoh, mungkin mereka akan kembali bertemu.

Bukan Selera, Tuan Muda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang