24

46 5 0
                                    

Esok harinya, Dylan pun meminta Rizal untuk menghubungi langsung media cetak yang menerbitkan koran tersebut, dimana dirinya meminta Rizal untuk mencari tahu dimana foto itu berasal serta dimana tepatnya lokasi perlombaan memancing itu diadakan.

Putra mengetuk pintu ruang kerjanya, Dylan berkata padanya. "Put, kamu mau bantu saya nyari Kiki lagi?" tanya Dylan.

Putra melempar tawa.

"Tuan ... Ini tuh udah berbulan-bulan semenjak Kiki pergi dan enggak ninggalin kabar sekalipun ke kita. Otomatis dia udah enggak mau ngeliat kita lagi tuan. Udahlah tuan, biarin aja Kiki ngelakuin hal semaunya. Mungkin memang ini keinginan dia untuk menjauhkan diri dari kita." ujar Putra.

Setelah dikatakan seperti itu, Dylan pun jadi malas untuk mengajak Putra pergi kesana.

Entah kenapa Putra seperti terkesan selalu menghalaunya untuk mencari Kiki, membuatnya semakin pesimis dan selalu meyakinkannya kalau pencarian yang dilakukannya itu akan berujung sia-sia.

Pada akhirnya Dylan pun tidak mengajak Putra, ia memutuskan untuk mengajak Rizal saja dalam misi pencariannya.  

Tidak menunggu berapa hari, semua informasi pun terkumpul termasuk lokasi dimana perlombaan memancing itu diselenggarakan.

Dylan pun secepat mungkin pergi kesana ditemani Rizal. Sekalipun banyak pekerjaan yang harus ia tunda, demi untuk bertemu dengan sang kekasih dan orang paling ia percayai, ia rela meninggalkan itu semua.

Sepanjang perjalanan disupiri oleh Rizal, Putra terus menelepon dirinya. Akan tetapi Dylan tidak menjawab teleponnya, ia mendiamkannya begitu saja.

Khawatir jika dirinya memberitahu, Putra pasti akan mengatakan hal yang benar-benar membuatnya sebal. 
Ia hanya memberikan sebuah chat penjelasan kalau dirinya sedang pergi keluar kota dan meminta kesediaannya untuk tidak banyak bertanya atas kepergiannya itu.

Beberapa saat kemudian Dylan pun sampai di kota tujuannya, Purwakarta. Pemandangan hijau dan persawahan tersajikan dihadapan mata mereka, disana juga ada beberapa gunung yang terlihat dekat.

Suasana dingin menyelimuti dari semenjak mereka sampai ke daerah tersebut.

Mereka akhirnya sampai di tempat pemancingan sesuai tujuan utama mereka. Terlihat bentangan empang yang begitu luas dan dikelilingi oleh rerumputan, pepohonan yang membuat teduh dan tanah tempat mereka berpijak maupun duduk.

Mereka segera keluar dari dalam mobil. Angin berhembus kencang menerpa tubuh dan rambut mereka, seolah memang sedang berada di tepian pantai. Kesejukan bisa dapat dirasakan oleh mereka saat itu.    

Dylan segera berjalan masuk ke dalam area pemancingan tersebut diikuti juga oleh Rizal yang setia membuntutinya dari belakang.

Dylan berjalan cepat, coba mencari dimana pemilik pemancingan itu berada, dirinya melihat ada sebuah rumah cukup besar ditepian empang sana, ia hampiri rumah itu dan keluarlah pada saat yang sama seorang pria paruh baya dari dalam rumah tersebut.  

Itu adalah bapak pemilik empang tersebut. Pak Yudi. Beliau tampak memicing melihat kedatangan pria bersetelan rapih dihadapannya. Ia tersenyum tipis menyambutnya, begitupun dengan Dylan yang langsung bersalaman dengannya.

"Selamat siang Pak. Saya sengaja dari Jakarta datang kesini untuk mencari keberadaan seorang wanita bernama Riska. Apa bapak tahu?" tanya Dylan.
Bapak itu mengernyit heran.

"Riska?" rasanya ia seperti asing dengan nama itu. Tidak ada wanita yang ia kenal bernama demikian.

"Enggak ada sih Pak, saya enggak punya saudara atau siapapun yang saya kenal bernama Riska." ujar Yudi.

"Kalau saya boleh tahu dari mana ya bapak tahu kalau orang disini ada yang bernama Riska? Maksud saya, ini kan tempat pemancingan. Mana mungkin ada cewek yang tinggal disini. Emang dia tinggal didekat sini gitu pak atau gimana?" tanya Yudi.

Dylan segera mengambil koran dari tangan Rizal dan menunjukkan foto Riska yang dirinya maksud. "Ini, apa bapak kenal sama wanita ini?" tanya Dylan.

Yudi tersentak, ia langsung paham siapa yang dimaksud.

"Oh, ini mah si Ara pak! Yang suka jualin bibit ikan." ucapnya, kedua mata Dylan melebar sesaat.

"Ara? Apa maksud bapak namanya Kiara?" tanyanya.

"Nah iya betul! Kiara! Dia yang suka nganterin bibit ikan ke tempat pemancingan saya. Kalo gak salah sih dia pekerjanya Pak Handoko. Pak Handoko teh penjual bibit ikan langganan saya." ucap Yudi dengan logat sundanya.

"Apa anda tahu dimana rumahnya?" tanya Dylan.

"Enggak usah disamperin ke rumahnya juga nanti kesini pak. Nah ini udah jam 10, berarti bentar lagi dia datang. Soalnya saya lagi pesan bibit ikan sama dia sejak dua hari yang lalu. Masih ada separuh ikan lagi yang belum dia bawa dari Pak Handoko ...." ucap Yudi.

"Oh, baik pak. Saya akan tunggu." ucap Dylan.

"Silakan duduk disini Den." ucap Yudi mempersilakannya untuk duduk di kursi bambu yang ada disana bersama Rizal.

Yudi kembali berkata. 

"Ngomong-ngomong Kiara teh siapanya tuan ya? Kok tuan sampai jauh-jauh kesini?" tanya Yudi penasaran.

"Kiara adalah kekasih saya pak. Dia tiba-tiba pergi meninggalkan saya dan pindah rumah tanpa memberi kabar apapun ke saya." ucap Dylan. Yudi tampak tidak menyangka dengan hal itu.

"Wah hebat ya neng Ara. Punya pacar orang kaya hehe." Yudi terkekeh, Dylan hanya membalas tersenyum.

"Tapi kenapa atuh kok tiba-tiba main pergi aja gak ngabarin? Lagi marahan kitu?" tanya Yudi.

"Enggak pak. Kami enggak lagi marahan, cuma sedikit salah paham aja." ucap Dylan meskipun dirinya sendiri tidak tahu masalah diantara mereka apa.

Dylan hanya berharap kalau dari Riska dirinya bisa tahu dimana keberadaan Kiki juga.

Sejak awal Dylan lebih fokus ke pencarian Kiki karena apa? Karena kalau Kiki ditemukan, otomatis dia juga akan tahu dimana keberadaan Riska juga.

Seperti yang telah dirinya ketahui, beberapa hari lalu ketika dirinya pergi ke rumah Riska.

Ternyata sebuah fakta mengejutkan terjadi, kalau rumah yang diketahui adalah rumahnya ternyata bukan, melainkan rumah orang lain.

Bahkan sang pemilik rumah berkata kalau tidak ada anggota keluarganya yang bernama Riska. Jadi sejak awal ia dibohongi oleh Riska terkait rumah tinggalnya.           

Tapi meskipun begitu Dylan masih tidak ingin melewatkan kesempatannya ini.

Dari sini bahkan dirinya sudah tahu kalau Riska telah mengetahui jati dirinya kalau ia adalah Kiara, wanita yang sejak lama dirinya cari-cari keberadaannya, cinta pertamanya sekaligus teman masa kecil yang dikira banyak orang sudah tiada.

Selagi mereka terus berbincang, tiba-tiba muncul suara motor bebek dari depan sana. Seorang wanita berkuncir satu memarkirkan motornya didepan rumah Yudi dengan sebuah kontainer yang terikat dibelakang joknya.

Dylan menoleh ke arah wanita itu dan tentu wanita itu ikut melihat ke arah Dylan, mereka saling berpapasan. Dan di detik itu juga kedua orang itu saling melebarkan mata seketika.

Kiki kaget bukan kepalang saat dilihatnya ada Dylan dihadapannya. Ia langsung sesegera mungkin naik kembali ke atas motornya dan jalankan.

Tentu saja ia berniat akan pergi, akan tetapi lelaki itu keburu beranjak dan menghentikan motornya. Ia matikan motornya dan rebut kuncinya dari stopkontak motor.

Kiki benar-benar tidak berharap ini terjadi, ia coba rebut kembali kuncinya, akan tetapi Dylan terus menjauhkan kunci itu darinya.

"Balikin, tolong balikin kuncinya, Saya harus pergi." ucap Kiki kembali dan kembali merebut kuncinya.

"Enggak bisa, jauh-jauh saya kesini kamu berniat pergi begitu saja? Dipikir bisa semudah itu? Tentu tidak." ucap Dylan tersenyum licik. 

Bukan Selera, Tuan Muda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang