23

40 4 0
                                    

Disaat Dylan berjalan keluar dari ruang kerjanya, tiba-tiba ia berpapasan dengan Dietrich.

"Katanya Klarissa kesini ya barusan? Kamu gak ketemu?" tanya Dietrich yang semakin membuat sang anak malas untuk berlama-lama dengannya, ia memilih lanjut berjalan.

"Hey! Dylan! Papa lagi ngomong!" pekik Dietrich.

Dylan terus melangkah pergi melewati lorong, lift, koridor atau bahkan pintu utama kantor. Ia berjalan menuju area parkir.

Entah kenapa sepanjang berjalan menuju sana ia teringat dengan saat ketika Kiki memayunginya yang sedang berlari menghindari hujan.

Dylan pun kembali merasa galau, diam-diam ia merasa rindu dengan keadaannya dulu. Saat ketika Kiki masih bekerja dibawahnya.

Ia sesegera mungkin masuk ke dalam mobilnya lalu nyalakan, ia jalankan mobilnya saat itu juga, keluar dari area kantor.

Saking merasa rungsingnya perasaan Dylan saat itu, dirinya malah memilih kabur dengan tanpa disupiri oleh Putra sekalipun. Ia hanya ingin menyendiri. Bodoh sekali, padahal hanya kehilangan Kiki tapi dirinya malah jadi segelisah ini.

Ketika sedang mengendarai mobilnya, ia terus teringat dengan perkataan Kiki yang sempat menyinggung soal kata perpisahannya waktu di tepi pantai beberapa saat lalu.

Banyak pertanyaan yang berkumpul di kepalanya, tentang kenapa Kiki tiba-tiba resign dan kenapa Kiki tidak ingin menemuinya lagi. Pasti ada alasan kenapa dirinya melakukan itu.
Tapi kemana sebenarnya ia harus mencarinya?

Ketika sedang termenung, tiba-tiba muncul seorang anak perempuan yang sedang menyeberangi jalan. Dengan paniknya Dylan pun banting setir dan mobil pun menabrak pembatas jalanan.

Dylan sedikit terbentur kepalanya ke setiran mobil, meski dirinya masih bisa tersadar sepenuhnya. Ia pun segera cek keadaan didepannya. Pasti ada kerusakan, meski minimal hanya kecil.

Namun yang sangat membuatnya cemas adalah keadaan anak perempuan dibelakang mobilnya yang terduduk sambil mengusap kakinya karena sakit.

Itu anak kecil yang hampir tertabrak olehnya barusan. Dylan pun segera keluar dari dalam mobilnya dan hampiri anak itu. "Kamu enggak apa-apa, dek?" tanya Dylan.

Anak perempuan sekitar usia 13 tahunan itu segera mengangguk, meski dirinya masih terus mengusap-usap ujung tumitnya yang terluka karena bergesekan dengan aspal barusan, mengeluarkan darah.

"Berdarah, saya antar ke rumah sakit ya?" tanya Dylan cemas.

"Enggak kak, aku cuma ingin pulang. Om saya udah nungguin." ujar anak perempuan bernama Putri itu.

"Kalau gitu apa kamu mau menerima uang ini dari kakak?" tanya Dylan yang langsung mengambil uang ratusan ribu dari dalam dompetnya.
Akan tetapi anak itu menolak.

"Maaf tuan enggak mau. Kata om, aku enggak boleh nerima apapun dari orang yang baru ditemuin." ujar Putri.

"Ini buat kamu berobat dek, kakak enggak ada niat apapun sumpah." ucap Dylan. Anak itu menggeleng.

"Gak mau." ucapnya kekeh.

Dylan melihat ke banyak koran yang dibawa oleh anak itu. Ternyata anak ini seorang penjual koran.

"Kalau enggak, kakak beli semua koran ini deh dengan uang segini. Kalo gini kamu mau kan nerima uangnya?" tanya Dylan. Putri pun mengangguk.

"Iya kak. Tapi uangnya kebanyakan." ucap Putri.

"Udah ambil aja. Buat kamu semua, enggak usah dikembaliin." ucap Dylan seraya tersenyum dan berlalu pergi setelah diberikannya koran-koran itu padanya.

Bukan Selera, Tuan Muda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang