17

39 2 0
                                    

Tiba-tiba kilasan ingatan terpintas dikepalanya. Saat seorang anak lelaki seakan mengulang perkataan yang sama.

Kiki merasakan pening dan sakit di kepalanya. Dylan kaget melihatnya seperti itu.

"Kamu kenapa? Pusing? Kamu sakit Ris?" tanya Dylan cemas.

Kiki hanya diam saja terus menguruti keningnya.

"Kita keluar sekarang ya?" tanya Dylan. "Enggak Pak, enggak usah. Udah sembuh... Enggak apa-apa... Cuma pusing sedikit. Udah Bapak nonton aja terus, saya baik-baik aja kok. Jangan khawatir ya." ucap Kiki.

Dylan terdiam, meski dirinya masih belum sepenuhnya memfokuskan pada hal lain, ia terus terfokus pada Kiki. Ia cemas.

Setelah film usai, Kiki dan Dylan pun keluar. Mereka saling jalan berdampingan. Dylan menghentikannya.

"Kamu masih sakit Ris? Kalau masih, saya akan antar kamu ke dokter sekarang." ucap Dylan.

"Udah mendingan kok Pak. Pusingnya juga udah hilang sejak tadi. Udah enggak usah pikirin saya, sekarang bapak mau ajakin saya kemana?" tanya Kiki.

Dylan kembali menggandeng Kiki. "Ayo kita kesana." unjuknya seraya membawanya pergi.

Tujuannya saat ini adalah timezone. Mereka banyak menjajal permainan timezone, keceriaan terpancar di wajah mereka sepanjang menjajal permainanya, entah lantai dansa, tembak-tembakan, zombie, boneka dan lain sebagainya.

Ini pertama kalinya Kiki pergi ke timezone dan memainkan semua permainan ini, sangat amat menyenangkan, ini benar-benar begitu berkesan baginya.

Apalagi saat Kiki mengambil boneka dengan capitan, sangat sulit hingga membuatnya kewalahan bahkan kesal sendiri. Untung tidak berubah jadi reog ia.

Tapi anehnya saat Dylan mencobanya, ia langsung berhasil. Sebenarnya Dylan ini punya kekuatan magis apa si?!

Mereka saling tertawa dan seceria itu. Bagi Dylan pun terus melihat wanita dihadapannya tersebut seceria itu tentu merupakan kemauannya.

Pada akhirnya mereka pun masuk ke dalam mobil, berniat akan pulang ke rumah Dylan.

Disana Kiki mendapatkan sebuah boneka, boneka berbentuk gajah berwarna abu-abu. Sangat lucu, itu adalah boneka yag tadi Dylan dapatkan dan kini berikan langsung padanya sebagai hadiah.

Beberapa saat kemudian mereka pun sampai didepan rumah Dylan. Lelaki itu mengenalkan Kiki pada ayah dan kakeknya.

"Kenalkan, ini papa dan kakek saya." ujar Dylan. Tentu saja Dietrich tampak sangat kesal dengan maksud Dylan yang memperkenalkan seorang perempuan tidak jelas padanya.

Sang kakek pun merasa sangat senang melihat kedatangan Kiki, berbeda halnya dengan Dietrich yang langsung menolak salaman tangan Kiki. Dylan jadi merasa tidak enak dengannya.

"Pah." tegurnya.

"Papa tanya ini siapa?! Kamu ini aneh-aneh aja, udah punya calon tunangan malah bawa perempuan lain. Udah sepakat kalau kalian akan menikah sebentar lagi, tapi malah kayak gini kelakuannya. Klarissa mau dikemanai!" tandas Dietrich.

"Pah, aku sudah besar. Bisa menentukan pilihanku sendiri. Aku mau dengan ini dan itu terserah aku, hak aku yang memilih. Bukan papa. Kalau merasa enggak enak sama keluarga Klarissa, papa aja yang menikah sama dia." ujar Dylan.

"Kamu ini kenapa sih?!" tandas sang ayah.

"Udah deh pah, aku malas berdebat sama papa. Niatku kesini itu cuma mau memperkenalkan calon tunanganku sama kalian dan makan malam bersama kalian. Kalau papanya juga enggak terima. Yaudah tinggal pergi, atau mau aku dan kakek saja yang makan malam diluar?" tanya Dylan.

Dietrich masih menggeleng heran.

"Benar-benar gila kamu. Terserah! Intinya papa tetap tidak merestui hubungan kalian!" tandas Dietrich langsung pergi dari kursi makan, naik ke atas.

Kakek Rudi segera menawarkan duduk untuk mereka bertiga di kursi masing-masing. Depan meja makan.

"Sudah abaikan saja dia. Kamu kayak enggak tahu papamu saja. Dia memang keras, sama seperti kamu. Bisa-bisa sampai subuh kalian berdebat." ujar kakek Rudi. "Bisa tumbuh kumis nanti." ujar Dylan diselingi tawa. Sepintas suasana yang semula suram jadi sedikit berwarna.

Kakek Rudi segera menawarkan piring pada Kiki yang merasa begitu gugup hingga sampai terdiam mematung saja ditempat. Menonton mereka.

"Jangan malu-malu udah. Anggap saja rumah sendiri." ujar kakek Rudi.

"I-iya, kek. Makasih." ujar Kiki segera mengambil beragam lauk dan nasi ke atas piringnya.

Mereka saling memakan-makanannya. "Jadi gimana ceritanya kalian bisa bertemu?" tanya Rudi.

"Jadi awalnya saya dikenalkan sama Kiki, Kek. Nah Kiki ini kenal dia karena mereka sahabatan dari kecil. Riska dari kecil tetanggaan sama Kiki." ujar Dylan.

Rudi menatap Dylan heran. "Kiki?" tanyanya seraya mengernyitkan dahi ke arah Kiki. Tentu saja Kiki sangat gugup ketika ditatap penuh selidik seperti itu.

Sang kakek seperti melihatnya cukup lama ketika itu, entah ini hanya perasaan Kiki saja atau tidak.

"Iya Kek, karena Kiki. Saya bisa mengenal dia. Keren ya Kiki? Bisa punya teman sebaik Riska tanpa dia pacarin. Kalo Dylan mah beda hahaha." ujar Dylan.

Kakeknya hanya terdiam, masih menatap penuh selidik Kiki dan semakin membuat Kiki merasa dicecar setengah mati. "Kenapa sih kakek liatin aku mulu?!" batin Kiki.

"Jadi kalian sudah dalam tahap seperti apa sekarang?" tanya Rudi.

"Kamu berdua resmi pacaran hari ini." ujar Dylan yang langsung menggelegar telinga mereka berdua.

"Duh, kenapa sampai ke tahap seperti ini ya? Aku kan niatnya cuma mau nyari tahu tentang keluarga tuan Dylan dan jati diriku? Tapi kenapa... Duh rencanaku juga gagal apa ya? Masa sih tuan Dylan tetap suka sama aku meskipun aku bukan seleranya? Apa dong yang membuat tuan Dylan membenci aku?" batin Kiki pusing.

"Kalian baru hari ini pacaran? Nah terus kenapa kamu seyakin itu dengan wanita ini? Padahal dibanding dengan Klarissa yang udah kamu kenali belasan tahun lamanya, kenapa harus Riska yang justru kamu pilih?" tanya Rudi.

"Itu karena... Dylan memiliki kekuatan batin kalau Riska adalah wanita yang selama ini Dylan tunggu dan cari-cari." ujar Dylan tersenyum.

Entah kenapa kakek Rudi makin curiga dengannya. Ia menatapnya heran dan tak habis pikir. Ia benar-benar mencium hawa tidak beres dari hal ini.

Beberapa saat kemudian Riska yang sedang berdiri di teras depan rumah Dylan bersiap akan diantar pulang tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran kakek Rudi mendekatinya.

"Apa kamu benar-benar menyukai cucu saya Dylan?" tanya kakek Rudi penuh curiga

Kiki merasa dicecar. Ia sangat gugup. Jawab iya saja deh. "I-iya, Kek." ucapnya.

"Saya tahu kok, kamu pasti mencintai Dylan bahkan sampai berdandan layaknya perempuan pun akan kamu lakukan, ya Kiki?" tanya kakek Rudi yang langsung mengejutkan Kiki setengah mati.

"Mati aku! Mati aku! Pasti bakal dipecat! Pasti bakal dipecat! Huwaaaa! Aku jawab gimana!!" batin Kiki, mau tak mau ia langsung berlutut didepan kaki Rudi, dengan wajah memelas.

"Saya mohon tuan. Saya mohon jangan kasih tahu tentang hal ini sama tuan Dylan. Saya mohon tuan. Saya berjanji akan melakukan apapun asal tuan enggak membongkar semua ini. Saya mohon tuan. Saya cuma terpaksa, saya enggak benar-benar melakukan semua ini untuk menarik hati tuan Dylan. Saya cuma sekedar ingin mencari tahu siapa wanita yang ada di foto itu." ucap Kiki.

Rudi balik tersentak. "Foto? Foto apa?!" tandasnya. Kiki semakin dicecar.

"Foto yang robek itu, yang tuan Dylan tanyakan ke tuan beberapa hari lalu." ujar Kiki.

Rudi kembali tersentak. "Jangan bilang kamu... Adalah Kiara?!" Rudi tidak percaya dengan ini.

"Kiara, bukankah Kiara sudah meninggal?!" tanya Rudi tidak percaya.

Bukan Selera, Tuan Muda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang