26

47 2 0
                                    

"Oh iya! Itu kan ada pasar malam di lapangan!" ucap Kiki antusias. "Pasar malam?" Dylan terheran.

Kiki langsung bangkit dari duduknya dengan perasaan senang.

"Saya mau kesana, katanya ada hadiah yang dapat jam tangan seharga lima ratus ribu! Saya mau kesana!" ucap Kiki.

"Kamu tunggu sini aja." ucapnya langsung kabur, tentu saja Dylan tidak mau ditinggal sendirian.

"Hei! Saya ikut!" Dylan mengikutinya. Rizal baru akan mengikutinya namun Dylan sudah berteriak.

"Jangan ikut!"

Mereka berdua akhirnya sampai didepan sebuah pasar malam yang dikelilingi oleh cahaya lampu disetiap wahananya atau di berbagai sisi kios-kios yang bertebaran.

Kiki begitu antusias ketika melihatnya, entah kenapa dirinya jadi merasa nostalgia saat seluruh pandangannya terfokus pada suasana pasar malam itu.

Seperti halnya di masa lalu, saat dirinya pergi ke pasar malam bersama kedua orang tuanya. Mendadak sebuah senyum terukir manis di sudut bibirnya.

Terkesan lirih, tanpa disadari Dylan melihatnya. Entah kenapa ia bisa merasakan rasa sedih yang bisa dirasakan oleh sang kekasih.

Mendadak dirinya langsung memegang tangan Kiki lalu mengajaknya menuju salah satu wahana. "Ayo."

Mereka menaiki berbagai wahana dan segala macamnya. Entah itu bianglala, ombak banyu, tong setan dan kora-kora.

Mereka saling antusias dengan beragam permainan, entah kenapa Dylan jadi teringat dengan masa-masanya di hari perpisahannya dengan Kiki saat ke Dufan.

Meski pada akhirnya setelah menaiki itu semua sang kekasih langsung ... Lemas dan muntah-muntah. Dylan pun sibuk menguruti punggungnya.

"Udah enakan belum?" tanya Dylan. Kiki masih mual, meski sudah tidak mengeluarkan cairan ketika muntah, tidak seperti tadi.

Entah kenapa melihat sang kekasih yang muntah-muntah seperti ini, ia jadi tertawa geli, teringat dengan Kiki yang juga suka mabuk saat menaiki wahana-wahana penguji adrenalin seperti itu.

"Kok saya jadi keinget sama Kiki ya? Kamu ini beneran deh. Entah dari wajah atau dari sisi manapun mirip banget sama Kiki. Kamu ini adiknya atau bukan sih haha?" tanya Dylan.

"Besok-besok bilang ya, kalau kamu suka mual naikin wahana kayak gini. Saya gak akan maksa kamu lagi pokoknya." ucap Dylan.

Kiki hanya terdiam, masih merasa tidak enak dengan keadaan perut dan kepalanya.

Mereka pada akhirnya pun saling duduk berduaan didepan penjual jasuke, Dylan yang merasa penasaran karena belum pernah mencicipinya pun segera membeli, entah untuk dirinya maupun Kiki.

Dylan memberikan satu cup jasuke itu pada Kiki, akan tetapi sang kekasih masih menolak untuk makan, berbalik dengan Dylan yang duluan memakannya.

Yah meski awalnya sedikit aneh rasanya, tapi lama-kelamaan dirinya mengunyah ia malah jadi ketagihan sendiri dan beli satu cup lagi. Kiki sampai menertawainya kala itu.

"Itu ketagihan apa laper hehe?" tanya Kiki. Dylan tertawa. Pada akhirnya Kiki pun ikut makan bersamaan dengannya. Setelah menyelesaikan makannya. Dylan bertanya.

"Katanya tadi kamu mau ngapain kesini?" tanya Dylan kembali mempertanyakan apa tujuan utama Kiki kesana.

Tentu saja Kiki langsung semringah, seakan diingatkan pada sesuatu hal.

"Oh iya! Ayo pak kita kesana!" ucap Kiki langsung bangkit mengajaknya pergi.

Beberapa saat kemudian Dylan dan Kiki sudah sampai didepan sebuah kios, itu adalah kios yang sedang ramai-ramainya dikerubungi orang. Kios itu merupakan tempat bermain lempar gelang.

Bukan Selera, Tuan Muda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang