Chapter 08 : Cafe in the morning

1.2K 122 3
                                    

Takk

"nih kotak obat" ujarku setelah meletakkan kotak bewarna putih itu diatas meja.

Tadi, setelah berlari keliling lingkungan hanya agar tidak diikuti lagi oleh anak buah si rentenir, akhirnya aku bisa masuk ke rumah ku sendiri. Walau harus membawa manusia berbulu (rambut) putih kesini.

Yah.. engga papa sih, lagian dia juga terluka. Tapi semakindilihat-lihat orang ini mirip dengan mizon.

"lo pikir gue bisa obatin sendiri gitu?"

"ya? Emang gabisa apa? Lo aja masih bisa ngeliat sinis ke gue" timpal ku, orang ini walau perutnya bersimbah darah dia masih bisa berucap dengan nada sarkas seperti tadi. Coba ini di dunia nyata sudah pasti dia mati sekarang, dunia novel kadang aneh.

Orang disampingku malah bersandar pada sofa sambil memejamkan matanya tanpa membalas ucapan ku. Kemudian, untuk waktu yang agak lama dia terdiam. Aku langsung panik dong! Jangan-jangan darah miliknya sudah terkuras keluar dari luka di perut itu..lalu... lalu dia mati!

Jika dia mati.. maka aku kemungkinan besar adalah tersangka!

Aaaaaaaarrrrrgghhh sebenarnya ada apa dengan hari ini!

"lo jangan mati dulu anjing" umpat ku buru-buru mengeluarkan antiseptik, betadine, kasa, serta hansaplats. Secara perlahan aku menyingkirkan tangan kirinya yang memegang perut, terlihat lah darah yang sudah merembes sampai jaket yang ia kenakan.

"eugh, ini pasti susah nyucinya"

Aku melepas jaket bewarna hitam tersebut, sekejap aku baru ingat sesuatu. Ku tatap sebentar calon pasien ini kemudian aku katup kan kedua tangan ku. "gue izin buka baju lo ya, kalo cuma dinaikin sampe dada doang ntar melorot trus serat kain nya masuk ke luka lo nanti malah oprasi gede berjuta-juta! Jadi gue minta izin ya." Ku dekat kan telingaku ke bibirnya, tak ada jawaban disana tapi aku mengangguk saja.

"oke deh!"

Ku tarik nafas singkat, jari-jemariku bergerak dengan pelan untuk mengangkat baju laki-laki tanpa nama ini. Aku tak mau luka nya semakin infeksi gara-gara terkena baju. Setelah selesai melepas pakaian biru dongker tadi, kini mataku bertatapan dengan badan dan luka si rambut putih tentunya.

Kondisi luka yang seharusnya aku obati tak lebih menarik dari kondisi badan laki-laki ini. Kalau dibilang putih dan terbentuk sih memang iya, cuma... badan ini lebih mirip alat pengasuh pisau. Terlalu banyak bekas sayatan dan jahitan, ah! ada bekas steples juga.

Apa orang ini anggota pasukan khusus tni? Pake steples segala buat jahit luka.

Aku segera menghapus pikiran itu, kemudian beralih mengobati luka segar ini. Waktu berlalu, jam dinding di ruang tamu menunjuk angka 21.30. Aku sedang menonton acara televisi sekarang, soal luka tadi aku sudah mengobatinya satu jam yang lalu.

Dan saat ini adalah waktu yang bagus untuk menonton! Tapi sedari tadi tak ada acara yang bagus..huft, sudah berkali-kali aku hanya menekan remot sambil mengunyah kripik singkong didalam mulut ku.

Ketika tangan kanan ku akan mengambil kripik lagi, tiba-tiba bungkus kripik itu melayang. Sontak aku langsung menatap tajam tersangka yang mengambil jatah camilan malam ku itu.

"mijon!"

Nyam nyam kok ga bilang sih ada chiki? Gue kan juga mau!

"siapa yang mau ngebagi sama lo? Balikin ga!" tangan ku menggapai ke tempat mizon terbang, namun dengan gesitnya dia berpindah ke sisi yang lain.

Eh tapi kenapa lo duduk di lantai anjir? mau jadi babu?

Aku menurunkan tangan ku ke atas meja, "lo ga liat siapa yang menguasai sofa sekarang?" kepalaku menoleh ke belakang tempat pria yang tadi ku obati, posisinya sudah ku perbaiki menjadi berbaring cuma,

QausarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang