Chapter 19 : The last

356 23 3
                                    

Ruangan bernuansa putih menerpa indra penglihatan qausar, apalagi bau obat-obatan yang menyeruak masuk ke dalam hidung nya. Saat ini dia berada di dalam uks, berdiri disamping ranjang guru yang tadi tak sengaja terkena tinju nya.

Bu retha.

Guru bimbingan konseling SMA Brawijaya.

Betapa apes nya qausar hari ini.. sudah dimaki orang tua, dia juga habis memukul guru bk (walau itu tak sengaja), sekarang sudah dipastikan dia akan drop out dari sekolah.

Helaan nafas keluar dari qausar, kepalanya menunduk lemas sambil sesekali melirik ke ranjang untuk mengecek apakah bu retha sudah bangun. Padahal sudah 30 menit berlalu tapi tak kunjung ada tanda siuman dari bu retha. Semakin membuat qausar gelisah.

Pikiran-pikiran buruk mulai menghantuinya. Tentang, bagaimana jika qausar tak sengaja mengenai organ dalam bu retha, atau bagaimana jika pukulan sepele itu malah menjadikan bu retha gegar otak, yang paling parah lagi bagaimana jika bu retha sampai koma??!

Qausar semakin gelisah akibat munculnya pikiran-pikiran itu, dalam hati ia berdoa agar bu retha segera membuka matanya. Suara seseorang membuyarkan permohonan qausar, ia lantas menoleh.

"gue dipanggil ke ruang kepsek?" kata qausar.

Gadis berambut bob itu mengangguk. "bu retha gue aja yg jagain. lo mending cepet kesana, keburu wig kepsek lepas"

"kasih tau gue kalo bu retha melek"

Gadis itu mengangguk, qausar membalasnya dengan senyuman. Kemudian ia buru-buru keluar uks menuju ke ruang kepala sekolah seperti yang gadis tadi bilang.

Rasa lemas qausar tergantikan dengan semangat membara. Langkah tegas nya seakan memberi isyarat bahwa dia telah siap dengan situasi ini, kedua mata nya memancarkan aura siap bertarung. Membuat para siswa yang berpapasan dengan qausar saling berbisik, entah mengomentari wajah nya atau kejadian di lapangan yang dia lakukan beberapa jam lalu.

Yaa.. akibat kejadian yang dilakukan qausar, BF sengaja di istirahatkan untuk sementara agar meminimalisir kejadian tak menyenangkan lain yang kemungkinan akan terjadi.

"QAUSAR!"

Suara laki-laki berhasil menghentikan langkah qausar saat akan berbelok ke koridor ruang guru, dia menoleh merasa kenal dengan suara itu.

Dua laki-laki nyaris kembar berlari kecil dengan wajah khawatir menghampiri qausar.

"lo mau kemana?" tanya salah satunya. Si piercing kanan.

"gila banget lo sar, berani amat nonjok bu retha njrittt" tanya yang lain, si piercing kiri.

Qausar tertawa renyah sebelum berucap, "gue emang udah gila dari dulu tur, gue dipanggil kepsek na ini mau ke ruangannya"

Guntur dan laksana saling bertatapan lalu kembali menatap qausar, "lo mau di drop out dari sekolah??!" ucap mereka bersamaan. Lihatlah, bagaimana tidak dikatakan kembar kalau begini kelakuan mereka?

"yaa.. maybe, makannya lo berdua jangan kangen gue yakk!! hahaha"

Laksana bergerak memegang pundak qausar, dengan wajah iba. "gue juga bakal out kalo lo drop out sar"

Guntur mengangkat tangannya, "gue juga!! gak ada alesan gue belajar disini kalo lo gaada disini sar"

Qausar menatap laksana dan guntur bergantian. Ia tak habis pikir persahabatannya dengan mereka lebih daripada sebuah ikatan, mereka sudah seperti saudara. Saudara yang tidak akan pernah mau terpisah apapun kejadian nya.

Austin tersentuh dengan suasana dan perlakuan mereka. Sebab selama 23 tahun dia hidup, austin tidak pernah menemukan pertemanan seperti ini..

Ia hanya bertemu dengan orang-orang bermuka dua, ataupun orang yang memiliki keperluan khusus dengannya hingga membuat mereka berteman. Jarang, bahkan hampir tidak sama sekali austin bertemu orang-orang setulus laksana dan guntur kepada qausar.

QausarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang