❝Rumah bagiku bukan selalu tentang bangunan, Ju. Tapi siapa yang bersedia menampungku saat jatuh terluka selusuh-lusuhnya. Dan rumahku adalah kamu.❞
Rumah Kanna porak poranda semenjak papa dan mamanya memutuskan bercerai, lalu Juan datang memberinya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•••
"Gue mau ngomong tentang ayahnya Bang Mahee."
Dalam sekejap, yang lain beranjak. Mereka duduk melingkari Jayden, menyambutnya dengan tatapan kaget sekaligus penasaran mengenai: kenapa tiba-tiba Jayden ingin membicarakan soal ayahnya Maheesa yang kini masih mendekam di penjara?
Malam itu, adalah malam terkelam di hidup Maheesa ketika mendapati ibunya bersimbah darah di kamar. Pemuda yang baru saja menginjak usia tujuh belas itu hanya bisa terduduk lemas. Ia tidak tahu harus melakukan apa, pikirannya sibuk meyakini diri kalau yang lihat hanya ilusi. Namun, inilah kenyataan yang harus ia hadapi.
Penyelidikan dilakukan keesokan harinya. Ayah Maheesa tertangkap dan dinyatakan bersalah.
Maheesa yang menjadi saksi satu-satunya di persidangan hanya bisa mengepalkan tangannya kuat-kuat, matanya memerah menahan amarah. Ia benci ayahnya, ia benci melihat bagaimana lelaki itu memelas penuh harap agar diampunkan. Sedangkan beliau saja tidak menghiraukan teriakan istrinya yang mungkin meminta ampun agar tidak disakiti malam itu.
Membayangkannya saja, Maheesa merasa tidak sanggup. Mulai saat itu, rasa kebencian yang tertanam di hati Maheesa semakin kuat, ia sangat muak. Mengapa dari sekian juta manusia, Maheesa harus lahir dan menjadi darah daging dari seorang pria bajingan tak berperasaan?
Beliau didakwa atas kasus pembunuhan dan diduga dengan sengaja merenggut nyawa istrinya. Hakim tidak memberi keringanan meski beliau bersaksi kalau malam itu dirinya dipengaruhi alkohol dan mengaku tidak dalam keadaan sadar.
Karena didalam Buku III KUHP telah diatur bahwa perbuatan mabuk termasuk tindakan pelanggar dan ancamannya berupa sanksi kurungan ataupun sanksi denda. Seseorang yang dalam keadaan mabuk tidak menjadikan dikuranginya hukuman atau dikenakan hukuman yang telah diatur didalam pasal tersebut.
Mabuk tidak dapat dijadikan alasan untuk menghapus pertanggungjawaban pidana. Sebab membunuh tetaplah membunuh.
"Terdakwa Damar Pandu Omkara, terkena sanksi pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk, maka dalam putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta, terdakwa dijatuhi hukuman seumur hidup selama-lamanya 20 tahun."
TOK TOK TOK
Hakim telah mengetuk palu tiga kali. Sidang telah resmi ditutup. Maheesa kini bisa menghela napas lega. Setidaknya ia berhasil menjebloskan ayahnya ke penjara dalam waktu yang lama. Setidaknya pria itu merasakan kesengsaraan yang dialami mendiang sang mama. Setidaknya, Maheesa tidak akan melihat pria itu lagi untuk sementara.
Maheesa bangkit, menggeser kursi yang ia duduki. Namun, hendak saja ia pergi dari sana, sang ayah dengan baju oranye dan tangan yang diborgol menghampiri Maheesa dengan didampingi dua orang bertubuh kekar yang akan mengantarkannya dalam jeruji besi. Wajah ayahnya tampak memelas, membuat Maheesa muak.
"Nak ... Ayah minta maaf."
Meski rasa penyesalan begitu terpancar, hal itu tak akan bisa membuat Maheesa luluh. Ia lantas menatap pria itu dengan tatapan benci, tangannya terkepal kuat. Ingatan tentang mamanya yang menderita selama ini tentu saja tidak bisa lepas dari memori Maheesa. Meski pria itu bersujud dihadapannya, meski pria itu menangis minta dimaafkan, Maheesa tidak akan pernah mengampuni apa yang telah beliau lakukan.