16. Kendalikan Perasaan

305 60 14
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Kala itu, seusai Juan mengatakan pada mama tentang berakhirnya hubungan dia dan Kanna, mama tidak bereaksi apa-apa selama beberapa saat. Beliau masih tetap berada dalam posisi duduk---dengan pandangan ke arah oven yang masih menyala. Mama jelas sangat menyayangkan hal itu terjadi, rupanya itu alasan mengapa putranya terlihat murung akhir-akhir ini.

Kemudian mama bangkit, membawa langkah kakinya dan duduk di sebelah Juan. "Dari awal, mama sudah mengira hubungan kamu akan berakhir seperti apa. Dan sayangnya perkiraan mama itu benar."

Beliau menaruh tangannya di pundak Juan. "Menjalin pacaran itu sama saja mempersatukan dua pihak keluarga yang berbeda, Han. Dan kamu tahu, bahwa keluargamu dan keluarganya Kanna sangat jauh berbeda? Dari segi ekonomi sampai sosial. Selama ini kamu nggak menutup mata kalau Kanna berada di tingkat yang lebih tinggi daripada kita, kan, Han?"

Juan jelas tahu hal itu, dan ia sadar telah berusaha meruntuhkan dinding yang menjadi sekat tinggi antara dia dan Kanna. Tapi Juan buta, ia tidak peduli dengan keadaan yang sebenarnya ada, karena baginya, Kanna itu patut ia perjuangkan.

"Meski kamu nggak pernah cerita, mama tahu bagaimana kamu diperlakukan saat menginjakkan kaki di rumah Kanna. Kamu hanya dipandang sebelah mata, mereka mungkin berpikir kalau kamu pemuda yang datang dengan tidak tahu diri, tidak punya malu, tidak punya apa-apa dan seenaknya meminang Kanna hanya dengan berbekal cinta. Orang-orang kaya itu realistis, Han. Mereka butuh bukti, bukan hanya sekadar ucapan."

Perkataan dari mama membuat Juan perlahan sadar, pemuda itu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tiga hari semenjak Kanna pergi rupanya masih menjadi luka yang begitu mengoyakkan raga. Semuanya tak lagi sama. Tangannya tak bisa lagi meraih Kanna, mendekapnya, mendengar suaranya tertawa, menjadi bahu bersandar kala ia menangis. Juan hanya ingin menjadi rumah satu-satunya kala dunia bersikap tidak adil pada Kanna. Ia juga ingin memberikan tempat berteduh kala dunia terus menghujani Kanna dengan kesedihan.

Tapi, jika raganya tidak cukup melindungi Kanna, Juan mengaku kalah. Asal Kanna bahagia, Juan juga bahagia.

"Mama membukakan pintu rumah dengan lebar untuk Kanna, tapi bagaimana dengan keluarga Kanna yang justru menutup pintu rapat-rapat untuk kamu singgahi, Han?"

Perkataan mama bak geledak petir yang menyambar, mengubah rumah kokoh yang ia bangun sedemikian rupa menjadi tak lagi berbentuk. Juan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Mama tahu lebih banyak tentang dirinya meski ada cerita yang sengaja ia sembunyikan untuk mama.

Tidak ada rahasia antara Juan dan mama. Itu hal yang pasti.

"Kanna memang nggak pantas buat Hanta," lirih Juan, masih dalam keadaan menunduk. Ia takut terlihat lemah di depan mata mama, meski sebenarnya mama tahu Juan tengah menangis, tetesan air mata yang perlahan jatuh membasahi bajunya jelas tidak bisa membohongi.

Kau Rumahku, JuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang