14. Papa dan Lauterbrunnen

300 63 26
                                    

Now Playing ♫

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Now Playing ♫

Ontario (instrumental)
1:35 ───ㅇ───── 3:47

••

Burung besi yang menampung ratusan orang itu perlahan mendarat, menyapa tanah asing yang baru pertama kali Kanna lihat. Setelah melewati perjalanan hampir dua per tiga hari, akhirnya ia telah sampai ditujuan.

Para penumpang lekas keluar dan disambut oleh sanak saudara yang menanti mereka, sedangkan Kanna masih termenung di tempat. Rasanya sangat asing, suasana di sini juga terlampau dingin. Namun, satu hal yang Kanna terus ingat dari perkataan mama bahwa cepat atau lambat ia harus segera beradaptasi.

Perempuan itu menghembuskan napas panjang, ia mulai menggeret kopernya sambil sesekali melihat ke arah sekitar, mencari keberadaan papa.

Jujur saja, saat ini jantung Kanna terasa berdebar-debar. Sudah berapa lama, ya, dirinya tak bertemu sang papa? Mungkin empat atau lima tahun? Entahlah, karena hubungan orang tuanya yang buruk, Kanna jadi tidak bisa bertemu papa sesuka hati karena mama terus melarang.

Bermenit-menit lamanya Kanna menunggu, sampai akhirnya dari kejauhan ia melihat seorang pria mendekat. Kanna mengenali betul postur tubuh dan bagaimana cara beliau berjalan, itu pasti sang papa.

Ketika papa sudah berada dalam jarak dekat, Kanna susah payah menyunggingkan senyum. Rasanya kikuk, canggung, juga aneh. Namun, berbeda dengan Kanna, papa justru melebarkan senyum hingga deret giginya terlihat, ia tak segan merentangkan tangan, memberi kode bagi Kanna untuk mendekat dan menghapus rindu yang telah lama menjadi sekat antar mereka.

Wajah papa tidak begitu berbeda dari yang terakhir Kanna lihat. Rahang tegas dan kumis tipis yang beliau miliki adalah gaya ciri khas. Tapi satu yang Kanna sadari, rambut papa diwarnai cokelat terang. Apa mungkin beliau sudah mempunyai uban dan berniat menutupinya? Entahlah.

Melihat Kanna yang ragu mendekat, papa justru tak ragu menariknya dalam dekapan. Lalu yang pertama kali Kanna rasa adalah kehangatan, dan ia rasakan rambutnya dielus perlahan. Perasaan Kanna campur aduk, ia ingin marah tapi juga menangis dalam waktu yang bersamaan. Marah karena papa tak pernah menemuinya setelah bercerai, dan menangis karena Kanna tidak bisa menutupi bahwa ia sangat rindu pada papa.

"Apa kabar, anak papa?"

Kalimat itu membuat perasaan Kanna luluh lantak. Diam-diam ia mencengkeram jaket milik papanya, seolah lewat hal itu ia ingin mengatakan betapa hancur hidupnya semenjak papa pergi. Betapa kesepiannya hidup Kanna sebab mama lebih memilih fokus pada pekerjaannya, dan betapa seringnya ia berharap bahwa papa dan mama dapat rujuk kembali. Ia ingin bercerita banyak hal, tapi tak satupun kata mampu keluar dari bibirnya.

"Maaf, karena Papa tidak pernah menemui kamu. Tapi mulai sekarang, kamu akan tinggal sama papa dan kita bisa menghabiskan waktu luang sepuasnya sama-sama. Papa tahu, kamu sempat benci sama papa karena hal itu, makanya sebisa mungkin papa mau perbaiki hubungan kita kayak dulu lagi, bisa kan, Kanna?"

Kau Rumahku, JuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang