•••
Katanya, hidup ini perihal datang dan pergi. Meninggalkan atau ditinggalkan. Pun sudah tertulis jelas bahwa tidak ada perpisahan tanpa adanya pertemuan. Tapi Juan tidak mengerti, mengapa perpisahan itu selalu datang dengan cara yang menyakitkan meski dirayakan sebaik-baiknya?
Kemudian ia menyadari, ada bagian yang kosong saat seseorang memutuskan pergi jauh. Dan kekosongan itu takkan pernah tergantikan sebaik apa pun orang lain mencoba 'tuk menggantikannya.
Pagi ini sebuah kabar duka menguar dari balik ujung kota yang baru saja dilanda hujan. Langit ikut mendung bak turut merasa kehilangan. Angin berhembus seraya menyebar sebuah kabar menyedihkan itu pada khayalak ramai.
Berbondong-bondong orang datang, mengucapkan turut berduka cita, mendadak rumah dipenuhi lantunan ayat suci sedang yang kehilangan meraung pilu sembari menekan dadanya yang terlampau sesak. Begitu keras ia menekan dada sebab rasa kehilangan terlalu berat dia rasakan.
Jaki Ekata Rawindra, dulu ia pernah bermimpi sederhana; merasakan kembali duduk di meja makan bersama sang mama dan membicarakan perihal apa yang telah ia lalui seharian. Berceloteh tentang banyak hal sampai-sampai ia lupa waktu tatkala adzan maghrib sudah berkumandang.
Sederhana, tapi terlalu sulit ia wujudkan saat ini.
Hidupnya terasa baik-baik saja sebelumnya. Dari kecil, ia bertempat tinggal di Ibukota, Jakarta. Sampai suatu ketika, usaha sang ayah gulung tikar, semua barang berharga dijual habis tak bersisa dan keluarganya terpaksa pindah ke Yogyakarta, menempati rumah sederhana milik mendiang kakeknya.
Tidak mudah bagi Jaki untuk bangkit kembali pasca usaha keluarganya hancur. Ia dipaksa membiasakan diri tinggal di Yogyakarta dengan segala kekurangan yang harus dia maklumi. Tidak pernah terbayang pula hidupnya akan berubah seratus delapan puluh derajat. Dulu semuanya terasa mudah tuk digapai, sekarang tidak sama lagi.
Keadaan yang diputarbalikkan terlalu cepat menimbulkan dampak buruk bagi mental sang mama. Beliau mengidap depresi, lalu tak lama kemudian Jaki memergoki ayahnya berselingkuh dengan wanita lain di depan matanya sendiri.
Terdengar gila bukan?
Di umurnya yang baru menginjak delapan belas, Jaki dihadapkan pada persoalan-persoalan tersebut. Ia jelas kehilangan arah, mungkin saja ia tak segan melenyapkan dirinya sendiri, tapi Jaki memilih bertahan; demi kesembuhan sang mama.
Berkat para teman-temannya, ia mulai bangkit dari keterpurukan. Jayden memberinya pekerjaan, Juan sering mengajaknya ke rumah untuk sekedar makan, Maheesa menemaninya mengantar sang mama ke RSJ dan menyakinkannya bahwa rumah sakit jiwa tidaklah seburuk itu. Pun Riki yang selalu membuatnya tertawa dengan segala leluconnya. Sean memberinya seekor kucing sebagai temannya di rumah, dan Satya selalu ada sebagai tempat ia bercerita.
Mereka semua melengkapi hidupnya.
Namun, baru saja Jaki memulai bangkit, sang mama justru menyerah. Mimpi-mimpi yang sempat bersarang di imajinasinya mendadak lenyap. Mama adalah satu-satunya alasan mengapa Jaki bertahan, tapi mengapa ia pergi terlalu cepat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau Rumahku, Ju
Teen Fiction❝Rumah bagiku bukan selalu tentang bangunan, Ju. Tapi siapa yang bersedia menampungku saat jatuh terluka selusuh-lusuhnya. Dan rumahku adalah kamu.❞ Rumah Kanna porak poranda semenjak papa dan mamanya memutuskan bercerai, lalu Juan datang memberinya...