15. Volcano

196 31 5
                                    

Berdoa dulu biar berkah,

Jangan lupa komen biar bisa interaksi sama Chenzie 😉

Tekan bintangnya juga, ⭐

Selamat membaca... ❤




















"Aku harus berbicara denganmu!!!"

Nata menatap Momota yang kini wajahnya berubah drastis dari penuh senyum menjadi ekspresi sangar.

"Aku ke tempat fisioterapi dulu ya, Momota-San. Nanti kau bisa menyu—"

"—di sini saja, Keiko-Chan."

"T—tapi nanti kan—"

"Pertandingan Nishimoto masih lama, kau tak perlu mengkhawatirkannya."

Karena nada suara Momota yang biasanya lembut tiba-tiba berubah menjadi sedikit garang sekaligus ekspresinya juga, Nata jadi tahu bahwa situasi ini agaknya sedikit rumit.

"Aku ingin berbincang denganmu berdua saja," pinta Yuki Fukushima. "Jangan ada orang lain."

Nata hendak kabur, tapi tangan Momota malah memegangi pergelangan tangannya cukup erat sehingga sulit bagi Nata untuk melepaskannya.

"Tidak ada ngobrol berdua. Jika kau ingin bicara, sekarang saja. Biarkan Keiko-Chan tetap denganku karena tugasnya masih belum selesai untuk mendampingiku."

Fukushima jadi memandang Nata dengan tajam. Dari tatapan itu saja, Nata sadar maknanya gadis itu tidak suka dengannya yang mungkin akhir-akhir ini terlihat dekat dengan Momota. Fukushima juga terkesan berusaha menyembunyikan ekspresinya yang sudah campur aduk. Tapi di mata Nata, tetap saja Yuki Fukushima sedang menahan amarah.

"Baik kalau kau memang memaksa." Akhirnya Fukushima mengalah. "Tapi sejak sampai di Indonesia, belum ada satu pun kau berikan waktu untuk kita berdua berbicara dengan lebih privat, Kento-Kun."

Momota menghela napas. "Untuk apa harus berbicara privat? Kita di sini fokus untuk menambah pengalaman dan jam terbang tanding serta berbonus membawa pulang medali jika menang karena kita adalah pemain nasional. Harusnya kau ingat itu, bukan?"

"Aku tahu. Tapi ada hal penting yang harus kubicarakan denganmu, Kento-Kun!"

Nada bicara Yuki Fukushima yang semakin meninggi membuat Nata semakin keder. Tak pernah ia duga seorang Yuki Fukushima bisa berteriak di depan seorang Kento Momota. Mungkin jika di lapangan, bagi atlet berteriak adalah hal yang normal. Namun konteks kali ini bukan sedang bertanding. Sehingga tentu saja, ia jadi tak enak hati.

'Harusnya gue kabur anjir! Si Kemot, sih! Segala gue dijadiin alasan buat ngehindarin Yuki! Kan gue jadinya ikutan kena! Ngeselin!'

"Yang penting berbicara denganku, kan? Mari kudengarkan sekarang saja."

World Rank Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang