"Jo, apa yang paling membuat kamu gak suka dan membuat kamu bersedih?"
"Tangisan orang yang kusayang. Itu artinya aku gak berguna."
Kadang kala hati ini mudah lelah. Apalagi dalam penantian yang tak kunjung tiba. Air mata yang paling setia. Raga memang kuat, tetapi jiwa kadang tak di tempat. Satu- satunya hanya Tuhan tempat berserah diri. Memohon dan meminta tanpa henti.
"Joana, kamu di sini?"
Seseorang tak terduga muncul di samping Joana menyapa. Dia baru saja berdoa di dalam gereja tempatnya kini berada.
"Evan.... " Pria itu tampak lebih kurus dan pucat dari yang terakhir dia lihat.
"Akhirnya aku bisa ketemu kamu lagi. Kamu sendiri?"
Rencana apa lagi yang telah ditulis Tuhan. Pertemuan Joana dengan Evan sama persis seperti kejadian bertahun - tahun lamanya dulu. Awal mereka bertemu juga di gereja. Saat itu dia dan Evan masih remaja. Masih tergambar jelas di ingatan Joana, Evan remaja menyapanya dengan ramah.
"Apa aku ganggu kamu? Baiklah, kalau gitu aku pergi."
"Tunggu!" Ada sesuatu yang ingin Joana sampaikan dan itu penting. "Aku mau bicara sama kamu sebentar."
Evan yang tadinya sudah akan beranjak, langkahnya seketika terhenti. Sudut bibirnya terangkat sedikit. Senang karena Joana sudah ingin berbicara padanya lagi.
Mereka yang berdiri berseberangan, duduk di bangku panjang masing -masing. Melihat ke arah patung tinggi di depan dengan suasana yang masih kaku.
Tak lama Evan pun memulai pembicaraan.
"Pasti Jonas telah memberi tahu tentang kejadian yang sebenarnya sama kamu. Tentang cerita aku dan Chelsea. Tapi sayang, kamu kayanya memutuskan untuk membenciku. Aku hargai itu."
Jonas? Mengetahui sesuatu tentang Evan? Bagaimana bisa? Apa mereka pernah bertemu lagi sebelumnya.
"Padahal aku udah menunggu lama untuk berbicara empat mata sama kamu. Ingin meminta maaf langsung. Berharap juga kamu mengerti posisi aku melalui Jonas. Nyatanya, kamu gak pernah hubungi atau temui aku. Aku gak bisa berbuat apa - apa lagi."
Satu hal yang telah dilakukan Jonas tanpa Joana tahu. Dia menyimpan rahasia selama ini tentang Evan. Joana pun memilih untuk diam saja mendengarkan ucapan Evan selanjutnya.
"Aku gak temui kamu bukan berarti aku terus akan membenci kamu, Evan. Aku sadar jalan kita sudah berbeda. Mungkin Chelsea adalah takdir kamu. Cobalah untuk menerimanya." Lagi pula Joana sudah bersama Jonas sekarang. Dia dan Evan tak mungkin kembali bersatu.
"Tapi... Sulit. Hidupku sudah berantakan. Chelsea akhirnya memutuskan untuk berpisah. Mungkin dia sadar cinta tak bisa dipaksakan."
Joana terkejut dan melihat ke arah Evan. Dia tak menyangka hubungan mantannya dengan sang istri kandas. Bagaimana pun mereka telah bertahan sejauh ini.
Apa yang dirasakan Evan mungkin tak jauh dari yang Joana rasakan sekarang. Mereka sama - sama merasakan kesedihan. Bisa Joana lihat, bahu yang biasanya tampak kuat itu kini tak setegap biasanya. Pandangan Evan seakan kosong. Lantas Joana mendekat dan memeluk sosok rapuh itu untuk membagi kekuatannya.
"Kamu salah, Evan. Sepertinya kamu terlambat menyadari sesuatu. Kamu harus cepat merubahnya. Jika gak ingin berakhir menyesal seperti orang yang kukenal."
Sejak saat itu, tiada benci lagi di hati Joana kepada Evan. Mereka berdua seolah sudah berdamai dengan masa lalu. Joana sudah memaafkan Evan, karena mungkin itulah satu- satunya jalan agar dia bisa melangkah laju ke depan. Tak ada lagi amarah tersimpan di hati. Kenyataannya jika Evan sebenarnya tak sejahat yang diduga. Ada hal yang melatar belakanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Aggression [TAMAT]
Romance"LOVE is nothing without AGGRESSION." Tentang cinta yang mencuat setelah terpendam se- dekade lamanya. Antara menangkap cahaya dan menetapkan sebuah rasa. Jonas akhirnya mempunyai kesempatan untuk mendekati Joana, cinta pertamanya. Dia sengaja mela...